Ini Kenapa Indonesia Minim Peneliti Muda

Kompas.com - 12/04/2013, 04:15 WIB
Riana Afifah

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Minat anak muda melakukan penelitian dinilai sangat minim di Indonesia. Soal stigma ternyata menjadi penyebabnya. Sains selama ini dianggap tak asyik dan mengerikan sehingga para pelajar pun menjauhinya.

"Selama ini banyak yang tidak tahu bahwa sains itu mengasyikkan. Padahal, jika dikenalkan dengan cara yang tepat, sains menjadi menyenangkan," kata pendiri Surya Institute, Yohanes Surya, dalam jumpa pers International Conference of Young Scientists (ICYS) 2013 di Grand Indonesia, Jakarta, Kamis (11/4/2013). Itu kenapa, imbuh dia, tak banyak pelajar SMA dan setingkat, yang berminat menjadi peneliti atau melakukan penelitian.

Bukti bahwa sains menyenangkan dapat ditemukan dari penelitian para peserta ICYS 2013 dari Indonesia. Tampak dari hasil penelitian para peserta ICYS 2013 dari Indonesia. Ide yang dimunculkan kerap membuat tak percaya, tetapi nyatanya ada.

"Ada yang penelitiannya mengubah energi matahari menjadi energi listrik dengan pipa paralon. Saya aja nggak kebayang, tapi mereka bisa menemukan ini karena paham asyiknya sains dan mencari solusi dari kondisi daerahnya dengan menerapkan sains," jelas Yohanes.

Selain itu, yang membuat peneliti muda di Indonesia sangat minim adalah sedikit guru yang memiliki kemampuan meneliti. Padahal, pendidik yang mempunyai kemampuan meneliti ini berdampak besar kepada siswanya untuk mau ikut meneliti dan menghasilkan penemuan baru.

"Ini kendala besar. Harusnya dalam pelatihan, arahkan guru menjadi guru peneliti sehingga bisa meneruskan ke anak didiknya yang banyak," ujar Yohanes. Menurut dia, masalah biaya dan peralatan tidak bisa menjadi dalih. Faktanya, tegas dia, dengan alat yang ada di sekitarnya, seorang anak tetap bisa membuat inovasi.

Indonesia terpilih menjadi tuan rumah penyelenggaraan kegiatan ICYS 2013. Kegiatan ini akan digelar di Bali selama sepekan, 15-22 April 2013. Ajang ini akan mempertemukan 200 pelajar dari seluruh dunia untuk beradu penemuan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau