JAKARTA, KOMPAS.com - Saat ini banyak pihak yang mulai peduli dengan masalah pendidikan di Indonesia, khususnya bagi anak-anak dari kalangan menengah ke bawah. Tanpa banyak bicara, pria ini langsung mengambil langkah konkret untuk anak-anak ini.
Sosok ini tentu telah dikenal oleh banyak orang melalui buku bertajuk "Negeri Lima Menara". Ya, dia adalah Ahmad Fuadi. Kesuksesannya dalam menulis buku tersebut membuahkan hasil yang yang tak disangka dan membuatnya tergerak untuk menggunakannya dalam wujud kepedulian sosial.
"Saya tidak pernah menyangka. Saat berpikir mau diapakan hasil yang saya peroleh, saya ingat kata guru saya bahwa orang sukses adalah orang yang bisa bermanfaat bagi orang lain," kata Fuadi saat talkshow pada kegiatan Indonesia Menyala di Kantor Pusat JNE, Jakarta, Sabtu (13/4/2013).
"Bermanfaat bagi keluarga dan teman itu hanya lingkup kecil saja. Akhirnya saya berpikir mendirikan sebuah komunitas. Jadilah Komunitas Menara," ujarnya.
Komunitas Menara merupakan tempat pendidikan anak usia dini (PAUD) yang diperuntukkan bagi anak-anak dari kalangan keluarga tidak mampu. Untuk masuk ke komunitas ini, orangtua anak-anak tersebut sama sekali tidak dipungut biaya. Namun, bukan berarti pendidikan yang diberikan di sana tidak berkualitas meski semuanya gratis.
Para guru yang mengajar di sekolah yang terletak di Bintaro, Jakarta Selatan, tersebut tetap menjalani pelatihan mengajar secara berkala sehingga kualitas pendidikannya tetap terjaga. Komunitas yang berdiri sekitar dua tahun ini juga diperkuat oleh relawan-relawan yang selalu menggagas kegiatan edukatif untuk anak-anak yang bergabung di komunitas.
"Saya sengaja memilih PAUD karena segala hal yang baik itu berawal dari usia dini. Apalagi melihat kondisi negara sekarang yang banyak terjadi korupsi dan itu orang pintar yang melakukannya. Berarti pembentukan karakter saat kecil masih kurang," kata Fuadi.
Hingga saat ini, murid yang bergabung di Komunitas Menara ini berjumlah sekitar 40-an anak. Agar tepat sasaran dengan tujuan memberikan pengajaran kepada anak-anak dari keluarga kurang mampu, Fuadi melakukan seleksi yang sangat ketat bahkan hingga melakukan survei untuk melihat kondisi keluarga anak tersebut.
Selain itu, saat ini kondisi ruangan yang digunakan untuk aktivitas belajar-mengajar belum bisa memuat banyak sehingga ia harus mempertimbangkan dengan baik calon siswanya. "Kami benar-benar melihat keadaannya dan mencari yang benar-benar tidak mampu. Saya berharap ini tidak hanya berhenti di Jakarta," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.