JAKARTA, KOMPAS.com - Proyek pendidikan selalu memakan anggaran yang besar, dari rehabilitasi gedung sekolah, pelatihan guru, persiapan kurikulum hingga Ujian Nasional (UN). Namun, kepada siapa anggaran besar tersebut sebenarnya diperuntukkan? Bagi anak-anak Indonesia atau justru bagi para perusahaan yang sibuk berebut peluang?
Anggaran UN mencapai Rp 94,8 milyar dan penyelenggaraannya kacau. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebutkan PT Ghalia Printing Indonesia tidak bisa menyelesaikan tugasnya tepat waktu. Pihak kementerian berjanji akan segera menelusuri akar masalahnya.
"Kami akan lakukan investigasi mendalam. Pertama wilayah proses pengadaan atau tender akan di-review. Apakah ada dugaan main-main di situ. Kedua, dari sisi pelaksana dan investigasi dari sisi percetakannya sendiri," ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, saat jumpa pers di Kemdikbud, Jakarta, Rabu (17/4/2013) sore.
Berdasarkan data yang dihimpun, UN 2013 kali ini melibatkan enam percetakan untuk pengerjaan enam paket. Paket I jatuh pada PT Balebat Dedikasi Prima dengan nilai tender Rp 12,9 milyar dengan oplah pengerjaan 91.280.560 eksemplar untuk empat provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Banten. Sementara Harga Perkiraan Sementara (HPS) adalah Rp 17,4 milyar. PT Balebat Dedikasi Prima sendiri mendapatkan paket I ini tanpa harus bersaing dengan peserta tender lain.
Paket II dengan nilai HPS Rp 17,6 milyar jatuh ke PT Pura Barutama dengan nilai tender Rp 14,5 milyar dan oplah pengerjaan 96.889.120 eksemplar untuk empat provinsi yaitu Jawa Tengah, Jambi, Bengkulu dan D.I Yogyakarta. Untuk paket ini, perusahaan yang ada di Kudus ini berhasil mengalahkan PT Perca, PT Jasuindo Tiga Perkasa dan PT Ghalia Indonesia Printing yang memberikan penawaran lebih murah.
Paket III dengan nilai HPS sebesar Rp 27,1 milyar dimenangkan oleh PT Ghalia Indonesia Printing dengan nilai tender Rp 22,5 milyar dan oplah pengerjaan 106.575.200 eksemplar untuk 11 provinsi. Pada paket ini, PT Ghalia Indonesia Printing menjadi pemenang setelah pemenang tender yang seharusnya mundur karena telah memegang paket pengerjaan lain. Adapun pesaing dari perusahaan ini adalah PT Aneka Ilmu, PT Balebat Dedikasi Prima dan PT Jasuindo Tiga Perkasa yang menawarkan harga lebih murah.
Paket IV dengan HPS sebesar Rp 21,1 milyar berhasil dimenangkan PT Jasuindo Tiga Perkasa dengan nilai tender Rp 13,7 milyar dan oplah pengerjaan 102.258.720 eksemplar untuk lima provinsi yaitu Jawa Timur, Maluku, Papua, Maluku Utara dan Papua Barat. Perusahaan asal Sidoarjo ini menang tanpa lawan untuk paket ini.
Paket V dengan HPS sebesar Rp 19,6 milyar disabet oleh PT Karsa Wira Utama dengan nilai tender Rp 16,3 milyar dan oplah pengerjaan 103.943.600 untuk tiga provinsi yaitu Jawa Barat, Kepulauan Riau dan Bangka Belitung. Perusahaan ini menang atas PT Temprina Media Grafika, PT Ghalia Indonesia Printing dan PT Jasuindo Tiga Perkasa yang menawarkan harga lebih murah.
Paket VI dengan HPS sebesar Rp 17,3 milyar dimenangkan PT Temprina Media Grafika dengan nilai tender Rp 14,7 milyar dan oplah pengerjaan 90.077.760 eksemplar untuk enam provinsi yaitu DKI Jakarta, Aceh, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Perusahaan milik Jawa Pos ini menang atas PT Perca, PT Ghalia Indonesia Printing, PT Balai Pustaka dan Perum Percetakan Negara RI yang menawarkan harga lebih murah.
Kekacauan paket III
Dari enam paket tersebut, kekacauan masif muncul pada paket III yang dikerjakan oleh PT Ghalia Indonesia Printing. Sebanyak 11 provinsi tertunda pelaksanaan UN karena perusahaan ini kekurangan tenaga sehingga pengepakan naskah soal tersendat. Hal yang harusnya tidak terjadi pada agenda sebesar ini.
Semestinya yang memperoleh pengerjaan paket III ini adalah PT Balebat Dedikasi Prima atau PT Jasuindo Tiga Perkasa. Namun sesuai aturan, satu perusahaan dilarang memegang dua paket sekaligus sehingga PT Ghalia Indonesia Printing yang berhak mendapat tender.
Yang mengherankan, perusahaan yang ada di Rancamaya, Bogor ini mampu mengalahkan PT Aneka Ilmu yang ada di Semarang. Padahal PT Aneka Ilmu adalah perusahaan percetakan besar yang telah meraih ISO 9001-2000 meski juga sempat bermasalah dengan Panwaslu Kota Semarang terkait pencetakan surat suara pada 2009 lalu. Sementara itu, PT Ghalia Indonesia Printing juga diketahui sempat ditegur oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 silam.
Inspektorat Jenderal Kemdikbud melalui Inspektur Jenderal, Haryono Umar, mengatakan bahwa investigasi telah dilakukan jauh sebelum UN dimulai. Saat itu, berbagai LSM dan media menyoroti para pemenang tender pengadaan UN yang berhasil mendapat proyek padahal harga yang ditawarkan paling mahal.
"Dari situ kita respon, kita cari informasinya dan pertanyakan, sekaligus membentuk tim investigasi," ujar Haryono.
"Tim itu masih berjalan. Tapi karena balitbang sedang sibuk mengelola UN, kegiatan investigasi agak tersendat," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.