Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Kabalitbang tentang Kekacauan UN

Kompas.com - 24/04/2013, 07:38 WIB
Luki Aulia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah selama satu minggu ikut turun tangan menjadi "mandor" pada proses pencetakan naskah soal Ujian Nasional 2013 di percetakan, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Kabalitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Khairil Anwar Notodiputro, akhirnya bersedia menjelaskan kronologi persoalan keterlambatan pengepakan naskah soal di percetakan PT Ghalia Indonesia Printing.

Berikut petikan hasil wawancara dengan Khairil yang bertanggung jawab di proses penggandaan dan distribusi naskah soal UN 2013.

"Saya minta maaf sekali atas tertundanya UN tahun ini. Ini betul-betul masalah teknis di percetakan yang sungguh di luar perkiraan saya," kata Khairil saat ditemui pada Senin (22/4/2013) di Jakarta.

Bagaimana kronologi persoalannya? Kenapa PT Ghalia Indonesia Printing (GIP) yang dipilih, padahal mereka pernah berkasus dengan Komite Pemilihan Umum di tahun 2009?

Proses lelang mengikuti Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012. Di dalamnya disebutkan pihak-pihak yang di-blacklist. Tetapi blacklist ini masa berlakunya hanya dua tahun. Kalau mereka dilarang ikut tender, berarti kita sewenang-wenang.

Mekanisme yang berlaku standar adalah mekanisme lelang barang dan jasa melalui elektronik. Pengumuman dan pengajuan penawaran dilakukan melalui internet. Ada enam paket yang ditawarkan dan ada 20 peminat yang memilih paket yang diinginkan.

Ke-20 percetakan itu lalu menjalani proses administrasi, dicek kelengkapan administrasi dan penghitungannya. Di proses itu ada percetakan yang gugur. Setelah proses administrasi, ada pemeriksaan spesifikasi teknis, sesuai ketentuan atau tidak. Di proses ini ada lagi percetakan yang gugur. Lalu ada pengecekan di lapangan atau visitasi untuk mencocokkan pengakuan perusahaan dalam dokumen dengan kondisi riil di lapangan.

Pada tahap ini ada lagi percetakan yang gugur. Proses selanjutnya adalah penentuan percetakan yang memberikan penawaran harga terendah. Percetakan yang memberi harga termurahlah yang menang tender. Untuk kasus PT GIP yang ada di paket tiga, percetakan yang semula berada di urutan teratas di paket tiga menang di paket lain. Otomatis, PT GIP yang ada di urutan bawahnya lalu naik dan menang tender.

Tetapi PT GIP justru memberi harga yang tinggi?

Ada dua kemungkinan. Mungkin yang dilihat adalah pada saat posisi awal. Kalau posisi awal bisa saja ada percetakan yang menawar lebih murah dari PT GIP, tetapi tidak bisa tembus karena percetakan itu gugur di seleksi berikutnya. Kemungkinan kedua, setiap percetakan bisa mendapat lebih dari satu paket jika mampu.

Namun dari hasil visitasi, tim lelang menyimpulkan tidak ada satu pun percetakan yang dapat mengerjakan lebih dari satu paket. Itu hasil hitung-hitungan tim lelang berdasarkan segi kecepatan waktu atau kelonggaran ruangan. Akhirnya diputuskan satu paket hanya boleh dikerjakan satu percetakan.

Ketika paket pertama dimenangkan perusahaan A, maka perusahaan A yang juga ikut menawar di paket kedua tidak mungkin lagi menang meski harganya paling murah. Bisa jadi PT GIP muncul karena itu. Perusahaan yang lebih murah tereliminasi karena tidak boleh mengerjakan paket lebih dari satu. Panitia lelang yang memutuskan itu.

Panitia lelang itu siapa?

Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Anggotanya terdiri atas campuran orang Balitbang dan Biro Hukum. Panitia lelang didampingi Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemdikbud yang tidak boleh intervensi. Panitia lelang ini independen dan Itjen sudah mengawasi sejak proses lelang. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk urusan percetakan ini, Pak Chandra, di Balitbang.

Berapa lama kontrak kerja percetakan?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com