Ayo Bawa Bekal!

Kompas.com - 29/04/2013, 15:23 WIB
Mohamad Final Daeng

Penulis

KOMPAS.com - Membawa bekal makanan dari rumah semakin menjadi tren di kalangan warga Ibu Kota. Anak sekolah, pegawai kantor, hingga pejabat tinggi tak ragu lagi menenteng kotak makan ke tempat beraktivitas. ”Ini masakan buatan Mama,” kata Farhana (9), murid kelas III SDN Menteng 01 Jakarta. Di pagi menjelang siang itu dengan sumringah ia memperlihatkan kotak makan plastik berwarna merah jambu berisi nasi goreng dan telur mata sapi.

Farhana merupakan salah satu siswa yang setiap hari membawa bekal makan ke sekolah. Kebiasaan itu sudah dilakukannya sejak duduk di bangku kelas I. Meski ia juga diberi uang saku oleh orangtua dan kantin sekolah menyediakan berbagai menu makanan, Farhana mengaku lebih senang menyantap bekal yang dibawanya dari rumah. ”Lebih sehat (membawa bekal),” katanya.

Kebiasaan membawa bekal juga diterapkan orangtua kepada anaknya. Ny Ade, misalnya, setiap hari menyiapkan bekal untuk putranya, M Ridho (7), yang duduk di kelas I SDN Menteng 01.

”Setiap hari menunya berbeda-beda supaya anak tidak bosan,” katanya. Selain gizi dan keamanannya lebih terjamin, Ade menambahkan, membawa bekal juga bisa lebih menghemat pengeluaran.

Bukan hanya anak sekolah, orang dewasa pun tak segan menenteng bekal dari rumah untuk santap siang. Salah satunya Surya (35), pegawai sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Kebiasaan itu sudah dijalaninya sejak sepuluh tahun terakhir. ”Kalau bawa bekal sendiri, tidak bingung lagi mencari menu makan di kantor. Ditambah lagi rasanya pasti enak dan sesuai selera,” kata Surya yang bekal makannya disiapkan sang istri.

Selain itu, membawa bekal dari rumah bisa memaksimalkan alokasi biaya makan dibanding jajan. Ia mencontohkan, sekali makan di warung minimal harus mengeluarkan Rp 12.000. ”Jika digunakan untuk memasak sendiri, jumlah itu bisa untuk dua kali makan,” katanya.

Kebiasaan membawa bekal juga dilakukan pejabat tinggi negara. Contohnya Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim. ”Mungkin saya satu-satunya pejabat yang membawa bekal nasi dari rumah,” ujar Musliar.

Ia meyakini, kebiasaan itu membawa berbagai manfaat positif dibandingkan dengan membeli makan di luar. ”Apalagi makanan itu disiapkan sendiri oleh istri yang tentunya dibuat dengan kasih sayang,” kata Musliar.

Begitulah membawa bekal makan sendiri memang membawa banyak keuntungan. Yang paling utama adalah hal itu bisa menghindari risiko terpapar makanan tak sehat ataupun berbahaya. Makanan yang dipersiapkan sendiri dari rumah akan lebih terjamin keamanan, kebersihan, dan nilai gizinya.

Kampanye

Berbagai pihak juga mencoba mengampanyekan gerakan membawa bekal kepada masyarakat luas. Pemerintah bekerja sama dengan Tupperware menggalakkan kampanye Hari Bawa Bekal Nasional untuk siswa sekolah pada 12 April lalu.

Secara terpisah, ada pula kampanye bertajuk Ayo Bawa Bekal yang diinisiasi Publishing 1 Gramedia Majalah untuk umum pada 11 April lalu. Kampanye dimulai dengan acara kumpul-kumpul sekitar 600 karyawan Gramedia Majalah yang makan siang di kantor dengan bekal masing-masing.

Terkait keamanan makanan di sekolah, Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan Lily Sriwahyuni Sulistyowati menuturkan, saat ini masih banyak beredar jajanan yang tak aman dan tak sehat. Yang sudah sering terungkap adalah jajanan yang dicampur dengan boraks dan pewarna tekstil sebagai pengawet dan pewarna. Hal ini tentu memunculkan risiko kesehatan tinggi. ”Selain itu, anak-anak usia dini juga sangat rentan terhadap bakteri dan virus yang berasal dari makanan,” kata Lily.

Ia menambahkan, dari hasil survei Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di 4.000 sekolah pada 2007, ditemukan 45 persen jajanan anak sekolah membahayakan kesehatan. Hal yang mengkhawatirkan lainnya, yakni baru 18 persen anak sekolah yang memiliki kebiasaan membawa bekal makanan sendiri dari rumah. ”Sebanyak 60 persen anak sekolah lainnya diberi uang untuk membeli jajanan,” kata Lily.

Karena itu, kebiasaan membawa bekal harus terus digalakkan, khususnya kepada anak-anak usia sekolah. ”Penanaman kebiasaan itu kepada anak usia kelas I hingga III SD merupakan saat yang paling tepat karena pada usia tersebut anak-anak masih mudah menerima pemahaman dan mengadopsi kebiasaan,” ujar Lily.

Edukasi kepada siswa untuk membawa bekal dari rumah menjadi penting mengingat sebagian besar waktu mereka dihabiskan di sekolah. Saat ini sekitar 30 juta murid SD di seluruh Indonesia menghabiskan waktu 4-6 jam per hari di sekolah.

Sementara itu, kampanye Ayo Bawa Bekal bertujuan mengajak sekaligus memunculkan kesadaran keluarga Indonesia kepada kebiasaan positif ini. General Manager Publishing 1 Gramedia Majalah Hendra Noor Saleh mengatakan, kampanye akan dilakukan setahun penuh melalui sekitar 50 media bersegmen keluarga, perempuan, anak-anak, remaja, dan gaya hidup yang dimiliki Gramedia Majalah.

Hendra mengatakan, selain lebih sehat dan ekonomis, membawa bekal juga bisa memperkuat ikatan keluarga yang saat ini dirasakan kian renggang di masyarakat kota besar.

Jadi, ayo bawa bekal!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau