Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keprihatinan di Hari Pendidikan

Kompas.com - 02/05/2013, 02:27 WIB

Sejak tahun 1961 marak sistem ujian dengan pilihan ganda, maka sejak itu pula diawali perusakan terhadap budaya bernalar, berkomunikasi, dan berkreasi dalam menghadapi dinamika tantangan zaman.

Budaya bernalar adalah salah satu tuntutan. Nalar tidak universal, tidak bebas-nilai. Neutrality of science atau die Wertfreiheit der Wissenschaft sudah lama ditolak. Ada nalar Indonesia, ada nalar Barat. Tuntutan fundamental lain dalam bernegara adalah bercita-cita, bermimpi bersama mendesain keindonesiaan masa depan, serta berdasarkan konsensus kebangsaan dan kerakyatan.

Nalar menempel pada mimpi nasional yang tidak boleh diabaikan oleh pendidikan nasional. Bahkan, Sejarah dan Ilmu Bumi untuk menumbuhkan keindonesiaan diabaikan. Legiun Veteran Republik Indonesia melayangkan teguran kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi tidak ditanggapi.

Materi ujian serta mutu pendidikan dan pengajaran di ruang-ruang kelas memang harus ditingkatkan supaya substansinya relevan dan terarah. Menghapuskan UN sebagai standar membentuk pola pikir nasional merupakan kesalahan fatal. Bagaimana agar guru-guru dan oknum-oknum Dinas Pendidikan tidak membohongi diri, tidak menjual kunci jawaban UN, adalah soal lain lagi.

Menipis

Bonus demografi akibat membesarnya jumlah penduduk usia produktif hingga tahun 2030 dan membengkaknya kelas menengah yang dibanggakan sejumlah kalangan tidak akan merupakan ”bonus” apabila mereka berperilaku lebih konsumtif daripada produktif, lebih menyukai barang-barang impor daripada produk-produk dalam negeri.

Kepekaan anak-anak muda kita terhadap kebanggaan dan kepentingan nasional pun menipis tatkala pendidikan membiarkan ”modernisasi” direduksi menjadi ”westernisasi”.

Tanpa nasionalisme, kecerdasan otak tidak menjadi pendorong untuk mengangkat harkat kita dari keterjerumusan sebagai jongos globalisasi, tidak akan mampu merasakan bahwa restoran-restoran asing, mal-mal, dan supermarket-supermarket serba asing melumpuhkan dan memiskinkan usaha-usaha anak negeri.

Perkembangan demografi tidak akan menjadi bonus, tetapi menjadi lawan keindonesiaan yang ditakuti Ki Hadjar Dewantara.

Sri-Edi Swasono Guru Besar Universitas Indonesia; Ketua Umum Majelis Luhur Tamansiswa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com