Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dongeng dari Manila

Kompas.com - 15/05/2013, 02:53 WIB

Trias Kuncahyono

Dari Manila selalu ada cerita menarik. Di Manila-lah dulu tersebar cerita bahwa Ibu Negara Imelda Marcos memiliki koleksi 1.000 pasang sepatu, atau malahan lebih. Dari Manila pula lahirlah Revolusi Kekuatan Rakyat (1986) mendongkel seorang diktator, Ferdinand Marcos. Revolusi di Filipina itulah yang kemudian menginspirasi gerakan rakyat di banyak negara.

Revolusi itu pula yang melahirkan seorang ibu rumah tangga menjadi presiden, Ny Corazon ”Cory” Aquino. Cory akhirnya diakui sebagai ibu demokrasi Filipina. Dialah yang mendorong penulisan konstitusi baru, yang antara lain membatasi masa jabatan presiden, yakni satu masa jabatan, enam tahun. Rakyat Filipina tidak mau, cerita zaman Ferdinand Marcos berulang lagi. Seorang presiden terus-menerus menjabat dan menjelma menjadi seorang diktator.

Berita terpilihnya Joseph ”Erap” Ejercito Estrada menjadi wali kota Manila adalah cerita menarik lain dari ibu kota Filipina itu. Estrada pernah menjadi Presiden Filipina (1998-2001). Dia tidak menyelesaikan masa jabatannya karena dipaksa turun oleh rakyatnya setelah dituduh korupsi. Ia dihukum, tetapi diampuni oleh penggantinya, Gloria Macapagal-Arroyo.

Estrada pernah pula menjadi senator. Ia juga pernah menjadi Wali Kota San Juan. Bahkan, ia pernah menjadi wakil presiden di zaman Presiden Fidel V Ramos. Namun, dalam pemilu sela, Senin lalu, mantan bintang film yang sudah membintangi 100 film selama 33 tahun kariernya, tetap mencalonkan diri menjadi wali kota Manila. Dan, terpilih!

Apa yang kau cari Estrada? Mengapa penduduk Manila memilih Estrada? Itu kira-kira pertanyaannya. Dunia politik memang sulit dipahami. Apalagi dunia politik Filipina yang dikuasai politik dinasti dan politik kaum pesohor. Setiap kali pemilu digelar di Filipina, setiap kali rakyat disodori anggur lama dalam botol baru. Namun, mereka tetap meminumnya dengan senang hati.

Padahal, politik itu sebenarnya produk politisi. Karena itu, mutu politik akan amat ditentukan oleh mutu sang politisi. Tak mungkin mengharapkan produk politik yang menjamin kesejahteraan kalau dihasilkan seorang politisi yang korup, umpama kata. Tidak mungkin mengharapkan produk politik yang menjamin kepentingan publik kalau politisinya hanya peduli kepada kepuasan diri, peduli pada kekuasaan yang di tangannya.

Hanya orang yang mampu memahami kepentingan publik, yang dapat menjadi politisi benaran. Kalau seseorang menjadi politisi hanya karena populer dan kaya raya tentu rakyat tidak bisa berharap banyak kepadanya. Singkat kata, konsep politik itu lugas dan sederhana: bonum commune, kesejahteraan umum.

Dunia politik, memang, kadang seperti dunia dongeng. Karena itu, tidak hanya di Manila, tetapi juga di Jakarta, banyak orang yang ingin menjadi bagian dari dongeng itu. Walaupun mereka tidak tahu, diperlukan kecerdikan memahami arti kekuasaan kalau terjun ke dunia politik: kekuasaan yang mengarah pada kesejahteraan umum, bukan pada kesejahteraan pribadi yang membusukkan politik. Ya, ada banyak dongeng dari Manila. Kisah Joseph Estrada hanyalah satu di antaranya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com