JAKARTA, KOMPAS.com - Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Haryono Umar mengatakan banyak pihak yang menghindar dari pemeriksaan tim audit yang bertugas menyelidiki kasus keterlambatan naskah Ujian Nasional (UN) 2013. Pihak yang dinilai bertanggung jawab sulit dimintai keterangan dan mangkir dari panggilan Inspektorat Jenderal.
"Para pihak yang terkait pada saat lelang atau tender untuk pencetakan naskah UN itu sulit dimintai keterangan. Kami panggil tetapi mereka tidak datang, dan kami pun tidak mempunyai kekuatan untuk memaksa," kata Haryono di Jakarta, Senin (13/5/2013).
Menurut mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini, menghindar dari pemeriksaan justru menimbulkan kecurigaan bahwa memang ada indikasi korupsi dalam proses tender pencetakan naskah soal UN.
"Para auditor banyak yang mengeluh kepada saya, kok ini banyak pihak yang ’menghilang’. Namun, kami tetap mengupayakan untuk mencari informasi sebanyak mungkin," ujarnya.
Haryono menekankan bahwa Mendikbud M Nuh sebenarnya wajib untuk memastikan agar pihak-pihak yang terkait itu dapat memenuhi panggilan inspektorat jenderal untuk dimintai keterangan agar proses penyelidikan berjalan dengan lancar.
Sementara itu, lanjutnya, proses investigasi terhadap bagian pengadaan dan percetakan dalam kasus penyelenggaraan UN masih terus dilakukan. Pihaknya sedang memeriksa proses tender untuk membuktikan ada tidaknya indikasi tindak korupsi.
"Petunjuk-petunjuk yang ditemukan selama penyelidikan akan dirangkai menjadi satu guna mencari tahu apakah dugaan korupsi ini benar atau tidak," kata Haryono.
Sebelumnya, Haryono mengatakan telah memberikan petunjuk dan peringatan dini sebelum proses pelaksanaan tender UN. Namun, banyak peringatan dini yang diabaikan oleh penyelenggara internal.
"Pada awal mereka mau melakukan tender, ada inspektur kami yang datang ke sana untuk memberi petunjuk dan bimbingan agar mereka tahu mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh," tuturnya.
Diabaikan
Selain itu, dia mengatakan bahwa dirinya juga telah memberi peringatan sehubungan adanya indikasi korupsi dalam proses tender pengadaan naskah soal UN.
"Yang lebih jelas lagi, pada tanggal 13 Maret itu sebelum tandatangan kontrak, pada saat rapim (rapat pimpinan, red.), kami juga sudah peringatkan ini berbahaya karena kami mendapat informasi dari masyarakat bahwa ada indikasi korupsi," katanya.
"Itu sudah saya sampaikan dan saya juga minta penjelasan secara perinci, tetapi tidak diberikan. Mengapa perusahaan percetakan yang ajukan harga tertinggi kok dimenangkan?" tambahnya.
Kemudian, lanjut Haryono, soal kemungkinan keterlambatan pelaksanaan UN pun telah disampaikan Itjen Kemdikbud pada waktu rapat di Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dengan memaparkan hal-hal yang mungkin akan menjadi gangguan dalam pelaksanaan UN. Akan tetapi, peringatan itu tidak direspons dengan baik.
"Berdasarkan pemantauan kami secara akumulatif, saya tuliskan surat peringatan bahwa UN kemungkinan akan terlambat. Kemudian, kemungkinan distribusi soal yang akan terganggu dan tentang masalah LJUN (lembar jawaban ujian nasional, red.) yang harus 100 gram," jelasnya.
Sebelumnya, pada jumpa pers, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan bahwa hasil pemeriksaan tim investigasi penyelenggaraan Ujian Nasional 2013 menunjukkan setidaknya ada empat penyebab utama keterlambatan pelaksanaan UN.
"Dari hasil pemeriksaan tim audit ditemukan data dan fakta penyebab permasalahan dalam penyelenggaraan UN itu ada empat, yaitu keterlambatan DIPA Kemdikbud di Kemenkeu, kelemahan manajerial di Kemdikbud, kelemahan manajerial di percetakan, dan kurang baiknya pengawasan di percetakan," kata M. Nuh.
Mendikbud mengaku bahwa keterlambatan UN juga disebabkan oleh kelemahan manajerial di Kemdikbud, salah satunya respons yang kurang baik oleh Balitbang terhadap peringatan dini dari Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemdikbud.
"Memang ’early warning’ dari Itjen mengenai titik-titik lemah dalam penyelenggaraan UN 2013 ini tidak direspons dengan baik oleh pihak Balitbang sehingga terjadilah hal yang tidak diinginkan," ungkap Haryono kemudian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.