Mencipta Ruang Pendidikan

Kompas.com - 20/05/2013, 17:44 WIB

Rencana penerapan Kurikulum 2013 di Kota Kupang harus bergelut dengan sejumlah persoalan. Minimnya sarana dan prasarana pendidikan, kompetensi para guru yang belum memadai, serta target politis yang sering didesakkan kepada sekolah menjadi batu sandungan yang menghadang.

Siang yang panas tak menyurutkan semangat anak laki-laki dan perempuan yang mengenakan kain tenun ikat Timor menggerakkan tangan dan kaki mengikuti irama musik. Ruangan tak terlalu luas dipenuhi siswa yang ingin menyaksikan kawan-kawannya menari. Meski bangku-bangku digeser rapat ke dinding, para penari tak leluasa berlenggak-lenggok. Hari itu, siswa kelas VI SD Inpres Fatufeto 1, Kota Kupang, menjalani ujian praktik seni budaya. Tiga guru duduk di dekat papan tulis mengamati sambil sesekali menuliskan sesuatu di lembar kertas penilaian.

Secara fisik, gedung SD Inpres Fatufeto 1, Kota Kupang, NTT, belum memenuhi standar tempat belajar yang nyaman. Keterbatasan ruang kelas menyebabkan jenjang kelas empat dan lima masing-masing disesaki lebih dari 50 siswa.

”Jangankan mengajar tematik seperti yang dituntut Kurikulum 2013, mencukupi ruang belajar saja belum bisa,” kata Dorce Aiyal (40), guru Pendidikan Jasmani sekaligus Pelaksana Tugas Kepala Sekolah.

Catatan pendidikan provinsi memang tidak istimewa. Dari 33 provinsi, NTT menduduki peringkat terendah hasil Ujian Nasional 2011. Adapun Kota Kupang, menduduki peringkat ke-13 nilai UN 2012 dari 21 kabupaten/kota di Provinsi NTT.

Dari data BPS terlihat daya serap dan akses pendidikan di Kupang relatif minim. Terdapat penduduk kelompok usia 7-12 tahun sebesar 17,85 persen yang belum bersekolah. Semakin tinggi kelompok umur, semakin besar angka tidak bersekolah. Usia 13-15 tahun sebesar 54,9 persen dan usia 16-18 tahun ada 46,4 persen.

Kompetensi guru

Di samping persoalan akses dan kualitas siswa, Kupang masih harus bergulat dengan kompetensi para guru dalam kaitan dengan pelaksanaan kurikulum. Hasil Diskusi Kelompok Terarah (focus group discussion/FGD) Litbang Kompas, 12 April 2013 di Kupang, menunjukkan, tingkat kemampuan guru menjadi faktor penentu.

Selama ini, para guru belum memahami isi kurikulum, apalagi menuangkan dalam perangkat pembelajaran. Kegiatan belajar-mengajar tidak sepenuhnya sesuai dengan visi dan pedoman yang tertera dalam Standar Baku Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006.

Kebanyakan guru, baru mencapai tahap mengadopsi atau mengadaptasi, bahkan tak sedikit yang menyalin begitu saja isi kurikulum tanpa menurunkannya dalam perangkat pembelajaran. Persoalan ini terutama kerap muncul pada guru-guru SD kelas satu sampai tiga.

Dengan kata lain, apa yang diharapkan dengan yang faktual berlangsung dalam proses pembelajaran sangatlah berbeda. Kompetensi guru yang masih minim tersebut menyebabkan tidak ada perencanaan menyeluruh seperti yang diinstruksikan di dalam silabus kurikulum. Tidak ada proses integratif dalam pengajaran dan tak ada pula evaluasi proses pembelajaran.

Para guru menyebutkan, persoalan di atas terjadi di Kupang yang memiliki akses relatif luas terhadap teknologi informasi. Patut diduga kondisi yang lebih memprihatinkan terjadi di wilayah pedalaman ataupun pulau terpencil. Artinya, perubahan dari metode pengajaran menjadi tematik integratif hanya akan memperparah kompleksitas permasalahan.

Minim pelatihan

Kondisi di atas bukan tanpa sebab. Guru-guru di Kupang sangat minim mendapat pelatihan. Survei Litbang Kompas terhadap 16 SD dan SMP di Kupang pada April lalu menunjukkan, lebih dari sepertiga responden guru menyatakan belum pernah memperoleh pelatihan apa pun dalam tiga tahun terakhir. Adapun guru peserta FGD menyatakan, jika ada pelatihan, umumnya waktu pelatihan dipersingkat, semula seminggu menjadi tiga hari.

Di tengah kondisi minim, SD Inpres Fatufeto 1 berhasil memperoleh predikat salah satu tim terbaik tingkat nasional dalam ajang kreativitas penyampaian pesan tentang gizi seimbang. Tim ini menggunakan materi permainan monopoli yang diubah substansinya menjadi pengetahuan tentang gizi anak. Meskipun sederhana, kreasi tim ini dinilai memberi inspirasi bagi masyarakat.

Di bidang lain, Talitha LA Messakh, siswa SMPN 2 Kupang, menang Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) bidang teknologi pada tahun 2012.

Kedua contoh prestasi itu ibarat titik-titik air harapan di tengah hamparan padang persoalan pendidikan. Penerapan Kurikulum 2013 tanpa disertai perubahan struktur pengajaran hanya akan makin mempersempit ruang pendidikan. Tanpa pembenahan, tak akan ada yang berubah secara substansial dengan kurikulum apa pun yang diterapkan. (BI Purwantari/Litbang Kompas)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau