Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agar Kau Kelak Jujur Melangkah...

Kompas.com - 23/05/2013, 02:17 WIB

Dalam buaian lagu dan dongeng, Garin Nugroho, Widyawati, dan kawan-kawan mendongeng untuk bangsa ini. Bukan untuk mengantar tidur, melainkan membangunkan. ”Karena sudah lama kita tertidur,” kata mereka.

Alkisah, Napoleon pernah marah besar kepada panglima perangnya. ”Saya tendang pantatmu. Kamu harus pertahankan Pulau Jawa dan Samudra Hindia. Karena dengan mempertahankan Samudra Hindia, maka kita akan menguasai kekayaan alam yang luar biasa....”

Begitu Garin Nugroho mengawali dongengnya dalam acara Dongeng untuk Bangsa di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah Selatan, Jakarta, Rabu (22/5) malam. Ia melanjutkan.

”Pertanyaannya sederhana saja, apakah kita mampu menendang pantat kita masing-masing agar kita bisa mempertahankan kekayaan alam kita sendiri...,” kata Garin yang mengundang tawa hadirin.

Mereka yang datang malam itu antara lain pengusaha di bidang energi Arifin Panigoro, politisi seperti Enggartiasto Lukito dan Saan Mustopa, juga Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo.

”Kan, Napoleon telah mengatakan itu di masa lampau. Dan, dia kerahkan sepuluh ribu pasukan untuk mempertahankan Samudra Hindia,” lanjut Garin.

Jika dongeng berkait dengan energi, itu karena tema dongeng malam itu adalah energi untuk kelangsungan hidup bangsa.

Tradisi lisan

Soal energi, seperti minyak atau gas, mungkin memang langka didengar dalam ranah dongeng pengantar tidur—layaknya orangtua zaman dahulu mengantarkan tidur anak. Namun, rupanya ini memang bukan dongeng pengantar tidur. Garin menyebutnya dongeng untuk membangunkan orang dari tidur panjang. Tidur panjang akan kekayaan alam Tanah Air, yang ia sebut telah termutilasi, tercabik-cabik.

Garin lewat Dongeng untuk Bangsa menempatkan dongeng sebagai pendidikan untuk masyarakat luas. Berbeda dengan khazanah cerita dalam dongeng dalam tradisi lisan, Garin dan kawan-kawan menyuguhkan dongeng tentang kebangsaan, sejarah. ”Tujuannya adalah berbagi perasaan berbangsa,” kata Garin.

Garin merintis ”tradisi baru” mendongeng ini bersama tokoh-tokoh, seperti Franky Sahilatua (almarhum), Sukardi Rinakit, Muslim Abdurachman, Benny Susetyo Pr, dan beberapa tokoh pemerhati persoalan bangsa.

Mereka melanjutkan tradisi sastra tutur dengan memadukannya dengan tradisi trubador, musisi/penyanyi yang bertutur lewat lagu. Dulu Franky Sahilatua menjadi pasangan Garin dalam berbagi cerita keliling ke berbagai daerah, seperti di Ende, Medan, Manado, dan sejumlah kota di Jawa.

Di BBJ malam itu, Dongeng untuk Bangsa menampilkan penyanyi Widyawati, Edo Kondologit, Cornelia Agatha, Fetty Febiola, dan Endah Laras. Dongeng dikemas dengan kesadaran pertunjukan untuk publik yang sudah begitu dimanja dengan hiburan visual. Lihat saja bagaimana Cornelia Agatha dengan gaya ala penyanyi kabaret berlenggok-lenggok menggemaskan bernyanyi lagu rakyat Maluku ”Tanase”.

Aspek hiburan, unsur gebyar, memang tak terhindarkan. Dengan kemasan itu, hakikat dongeng diharapkan tersampaikan pada khalayak yang heterogen.

Tema dongeng yang diangkat memang bukan lagi soal kancil dan petani, tetapi bisa sangat beragam, seperti soal energi, lingkungan, karakter bangsa, pendidikan, kemiskinan, atau apa saja tergantung situasi dan tempat.

”Tapi, goal-nya tetap seperti pendongeng di masa lampau, yaitu mengetuk nilai-nilai hidup dan berbangsa. Hanya saja diaktualkan,” kata Garin.

Di BBJ, sesuai tema, dilibatkan Wamen ESDM Susilo Siswoutomo. Pak Wamen, seusai ikut membawakan lagu ”Ibu Pertiwi” mendongeng tentang kekayaan Ibu Pertiwi (yang dalam lagu disebut ”sedang bersusah hati”).

”Saya kalau mendengar lagu ini selalu bersedih hati,” katanya lalu mengutip Pasal 33 UUD 1945. Bahwa bumi, air, dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. ”Itulah esensi cinta kita bagi Ibu Pertiwi,” kata Susilo.

Ia lalu bertutur tentang vitalnya energi dalam kehidupan. ”Jika listrik mati saat ini, maka seluruh rangkaian acara Dongeng untuk Bangsa ini akan bubar. Energi sudah menjadi kebutuhan primer sama seperti kebutuhan pangan. Kegalauan saya adalah masalah hemat energi,” tambahnya.

Pilihan kita, menurut Susilo, adalah menghemat energi dan menguri-uri (memelihara) kekayaan alam. ”Yang belum kita punya adalah kesadaran untuk jangan dihabiskan,” kata Susilo.

Dongeng merupakan warisan tradisi lisan yang hidup berabad-abad di negeri ini. Supardjo, filolog dari Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta, menyebutkan dalam tradisi lisan, dongeng rakyat seperti Timun Emas, Cindelaras, mempunyai fungsi menanamkan nilai moral pada si penerima dongeng. ”Penerima dongeng diharap bisa mengambil hikmah sebagai pegangan orang dalam melaksanakan kehidupan,” kata Supardjo.

Membangun karakter

Hal senada diungkapkan Kak Seto Mulyadi, sebagai pendidik, pemerhati anak, sangat penting dalam membangun karakter anak. Lewat dongeng kepada anak ditanamkan nilai-nilai moral. Anak memahami nilai baik dan buruk dengan cara yang menghibur. ”Anak menjadi mengerti bahwa yang benar itu yang akan menang...,” kata Kak Seto.

Kebiasaan mendongeng selalu relavan sepanjang zaman.

”Apalagi pada saat seperti sekarang ketika bangsa ini terkoyak-koyak dengan korupsi, budaya kekerasan di mana-mana, kita harus kembali pada pendidikan karakter. Dan, itu bisa melalui dongeng dari para orangtua, dan guru,” ungkap Kak Seto.

Garin dan kawan-kawan ingin menempatkan dongeng dalam posisinya sebagai mata air moral, seperti dongeng dalam tradisi lisan.

Widyawati malam itu dengan merdu melantunkan lagu ”Belaian Sayang” untuk mengingatkan pesan orangtua saat menidurkan anak. ”Jangan engkau lupa tanah pusaka, Tanah Air kita, Indonesia....”

Juga doa suci: ”Agar kau kelak jujur melangkah....” (WKM/XAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com