Selama di universitas, materi pelajaran direkam. Keterbatasan buku teks, apalagi yang dalam tulisan braille, menjadi persoalan. Bambang terpaksa banyak bergantung kepada sukarelawan pembaca. Dia berhasil lulus dengan IPK 3,74.
Mitra tunanetra
Dari perjalanan hidupnya, Bambang sampai pada kesimpulan, tunanetra tidak bisa hanya menunggu dan menuntut, tetapi harus berperan.
Bambang dan sejumlah rekannya lalu membangun Yayasan Mitra Netra sebagai fasilitas belajar, memberikan bantuan advokasi, dan pendorong terciptanya masyarakat inklusif. Dia memimpin lembaga itu.
Bambang meyakini, tunanetra mampu berprestasi di lembaga pendidikan mana pun seandainya ada lembaga pendukung yang membantu mereka belajar. Saat ini, tunanetra berada di lingkungan (lembaga pendidikan) yang belum dipersiapkan untuk mengakomodasi kebutuhan mereka.
Yayasan Mitra Netra juga mengadvokasi dan mendampingi sekolah inklusif—tempat murid yang awas dan tunanetra bersama-sama belajar—untuk meningkatkan pelayanan bagi tunanetra.
"Mengapa pendidikan inklusif itu hebat? Karena di situ dikumpulkan orang-orang berbeda, miniatur masyarakat. Dalam keheterogenan itulah mereka dididik untuk berinteraksi, saling menghargai, demokratis, dan mampu bekerja sama," ujarnya.
Bambang Basuki
Lahir: Medan, Sumatera Utara, April 1950
Pendidikan: Jurusan Bahasa Inggris IKIP Negeri Jakarta (sekarang Universitas Negeri Jakarta)
Riwayat Kerja:
- Guru di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta (1982)
- Direktur eksekutif dan salah satu pendiri Yayasan Mitra Netra
Organisasi:
- Anggota kelompok kerja (pokja) persiapan penyusunan rancangan undang-undang tentang penyandang cacat (1993)
- Wakil Ketua Pokja Pengembang Pendidikan Inklusi di DKI Jakarta (2002)