"Sudah bisa diperkirakan jauh-jauh hari, hanya berupa hal-hal teknis seperti bagaimana penilaian UN dilakukan," ujar Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia Retno Listyarti saat dihubungi Kompas.com di Jakarta, Jumat (27/9/2013). Konvensi tersebut, menurut dia, belum menyinggung masalah substansial.
"Masalah substansial itu misalnya, tidak dibahas di sana kalau penyelenggaraan UN melanggar hukum," lanjut Retno. Pada 2009, kata dia, Mahkamah Agung sudah mengeluarkan perintah jelas dan tegas dalam amar putusan tentang penyelenggaraan UN.
Amar itu, sebut Retno, memerintahkan Pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, serta akses informasi yang lengkap di seluruh daerah di Indonesia, sebelum mengeluarkan kebijakan pelaksanaan UN lebih lanjut. Karena mengacu pada putusan MA itulah, Retno memutuskan walk out pada hari pertama konvensi.
Konvensi UN digelar Kemendikbud pada 26 dan 27 September 2013, dengan menghadirkan para pegiat pendidikan. Tujuan konvensi adalah menentukan format UN yang terbaik untuk pelaksanaan UN pada tahun ajaran ini.
Sebelumnya, Kemendikbud telah menggelar pra-konvensi di tiga kota, yakni Denpasar, Medan, dan Makassar. Ketiga kota itu dipilih untuk mewakili Indonesia bagian tengah, Indonesia bagian barat, serta Indonesia bagian timur.
Pra-konvensi dari masing-masing kota itu membawa usulan manajemen UN, terutama tentang persentase nilai kelulusan. Diusulkan juga masalah pencetakan serta distribusi soal UN, apakah akan dipusatkan atau dilaksanakan di masing-masing provinsi.
Penyelenggaraan Konvensi UN selama dua hari itu membuahkan keputusan bahwa UN tetap akan diselenggarakan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Berbagai teknis pelaksanaan UN menjadi hasil konvensi pula.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.