Pada dasarnya, PMU merupakan pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh warga negara Republik Indonesia untuk mengikuti pendidikan menengah yang bermutu, yaitu pendidikan menengah mencakup SMA, MA dan SMK. Mengingat, usia lulus SMP/sederajat masih belum layak bekerja, sehingga bila tidak sekolah akan memiliki dampak sosial lebih kompleks.
Sebenarnya, PMU itu rintisan wajib belajar 12 tahun sebagai lanjutan wajib belajar (wajar) 9 tahun yang angka partisipasinya sudah mencapai 98 persen. Apabila generasi muda produktif hanya mengenyam pendidikan hingga lulus SMP, maka secara hukum mereka belum dapat bekerja karena Undang-undang Ketenagakerjaan menegaskan usia bekerja dimulai 18 tahun.
Anak pada usia sangat muda, skil dan kematangan jiwanya belum mencukupi untuk bekerja. Oleh karena itu, konsekuensi logisnya harus dilanjutkan dengan mendorong mereka untuk setidaknya lulus SMA/SMK/MA.
PMU rintisan telah dimulai sejak tahun ajaran baru 2012/2013 dan pelaksaan secara penuh pada tahun ajaran 2013/2014. Pembangunan ruang kelas baru (RKB) pun dilaksanakan untuk memberi kesempatan seluas-luasnya bagi lulusan SMP/ sederajat melanjutkan ke jenjang berikutnya. PMU difasilitasi oleh Pemerintah untuk menampung semua penduduk usia sekolah, dibiayai secara bersama oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, dengan sanksi relatif longgar bagi yang tidak mengikuti.
Selama lima tahun terakhir, pendidikan jenjang menengah terus mengalami peningkatan, yaitu dari 52,20 persen pada 2005/2006 menjadi 70,53 persen pada 2010/2011. Namun demikian, disparitas APK jenjang menengah antar wilayah masih relatif tinggi, pertumbuhan angka partisipasi kasar (APK) setiap tahunnya relatif kecil. Dibandingkan dengan APK negara-negara Asia lainnya, APK Indonesia masih relatif tertinggal.
Oleh sebab itu, penyelenggaraan PMU menjadi sangat penting untuk melakukan percepatan peningkatan akses dan mutu, penurunan disparitas antar wilayah, serta sekaligus penguatan daya saing bangsa dan kesejahteraan masyarakat. Dengan diselenggarakan PMU, diharapkan pada 2020 APK pendidikan menengah (dikmen) dapat meningkat, sekurang-kurangnya mencapai 97 persen.
Istilah PMU
Penggunaan istilah PMU dipilih Kemdikbud dengan berbagai alasan. Istilah Wajib Belajar atau Wajar harus berlandaskan dasar hukum yang kuat. Sementara dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional hanya disebutkan Wajar 9 Tahun, sedangkan untuk Wajar 12 Tahun tidak dikenal.
Istilah pendidikan universal pertama kali diperkenalkan UNESCO. Untuk menyebut Wajar 9 tahun, UNESCO tidak menggunakan istilah "compulsory basic education", melainkan "universal basic education".
Selain itu, istilah Wajar juga mengandung unsur pemaksaan dan konsekuensinya ada sanksi bagi yang tidak melakukannya. Sementara PMU esensinya seperti Wajar, tetapi tanpa sanksi, dan tidak mengenal istilah memaksa. Kata yang digunakan justru "mendorong" agar seluruh lulusan SMP/sederajat dapat menempuh pendidikan ke jenjang menengah.
Adapun beberapa prinsip dasar pelaksanaan PMU meliputi (a) mutu yang terjaga, tidak berkurang karena adanya penambahan daya tampung; (b) perimbangan SMA-SMK sesuai potensi dan kebutuhan daerah; (c) pemerataan distribusi layanan pendidikan menengah untuk menjangkau yang tidak terjangkau; (d) peningkatan kebekerjaan (employability) lulusan (khususnya SMK); dan (e) pencapaian target APK di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota secara bertahap.
Sementara itu, strategi pencapaian PMU mencakup 4 komponen utama, yaitu satuan pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik dan sistem pembelajaran. Untuk perencanaan kebutuhan PMU meliputi sarana pendidikan, dan pendidik dan tenaga kependidikan yang didasarkan pada jumlah dan distribusi penduduk usia pendidikan jenjang menengah di tingkat kabupaten/kota. Selanjutnya, dalam skenario pencapaian sasaran PMU ini telah diidentifikasi perkiraan kebutuhan anggaran; pembagian peran antara Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat; serta perimbangan komposisi SMA dan SMK sesuai dengan potensi daerah.
Pelaksanaan PMU
Dalam pelaksanaannya, Kemdikbud melakukan intervensi sasaran-sasaran strategis pelaksanaan program PMU yang meliputi peningkatan kuantitias dan kualitas sarana dan prasarana satuan pendidikan, peningkatan pembinaan tenaga pendidik, pembinaan peserta didik, dan sistem pembelajaran. Namun, hal tidak kalah penting adalah intervensi melalui sistem pembelajaran yang meliputi kurikulum, bahan pembelajaran, kewirausahaan, penyelarasan, dan sistem evaluasi.
Salah satu program utama yang mendukung PMU adalah penyediaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Sekolah Menengah (SM). Sebagai hal paling inti dari BOS SM ini adalah agar beban masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke tingkat pendidikan menengah tidak terlalu berat. Karenanya, BOS SM yang akan disalurkan mulai awal tahun ajaran 2013/2014 mengalami kenaikan signifikan, yaitu mencapai Rp 1 juta per siswa per tahunnya.
Selain itu, siswa juga berkesempatan mendapatkan Bantuan Siswa Miskin, Beasiswa, BOP Paket C, dan pengembangan bakat dan minat. Berkaitan dengan itu, Kemdikbud meminta kepada sekolah untuk menyampaikan daftar siswa yang tidak mampu berdasarkan urutan, karena yang tahu kondisi siswa yaitu sekolah. Nanti, dari daftar yang banyak itu disesuaikan dengan alokasi per kabupaten.
Sementara itu, pada satuan pendidikan, intervensi meliputi penyediaan/rehab unit sekolah/baru (USB) dan ruang kelas/baru (RKB), penyediaan asrama guru dan siswa, peralatan pendidikan, dan membenahi manajemen/kultur sekolah. Pada 2012, tercatat 200 unit sekolah baru didirikan dengan proporsi 60 persen SMK dan 40 persen SMA.
Tahun ini, telah direncanakan 300 unit sekolah baru yang akan didirikan di seluruh Indonesia. Selain itu, rata-rata 10.000 ruang kelas tiap tahunnya didirikan guna menambah ruang kelas di sekolah yang sudah berdiri. Dengan demikian, daya tampungnya lebih besar.
Namun demikian, ada hal lain tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan PMU ini, yaitu peran pendidik dan tenaga kependidikan. Intervensi yang dilakukan meliputi penyediaan, distribusi, kualifikasi, sertifikasi, pelatihan, karir dan kesejahteraan, penghargaan dan perlindungan.
Persoalanya adalah, Pusat tidak punya kewenangan dalam penambahan kuantitas guru, karena hal itu merupakan kewenangan kabupaten. Itulah mengapa, peran Pemerintah Daerah sangat penting.
Saat ini, jumlah guru SMA masih relatih memadai. Namun, untuk guru SMK yang mengajar keterampilan/vokasi, masih sangat kurang. Tahun ini dibutuhkan sebanyak 20.000 guru vokasi.
Karena itulah, kebijakan ke depan akan menerapkan guru multiple subjects. Seorang guru mengajar lebih dari satu subyek, dari guru adaptif menjadi produktif. Misalnya, guru SMK bidang fisika (guru adaptif) bisa dilatih lagi menjadi guru otomotif. Guru biologi dapat juga mengajar bidang pertanian atau perikanan. Untuk mencapai tujuan itu, Kemdikbud sendiri sudah memulai kordinasi dengan perguruan tinggi, Badan SDM PK dan PMP, termasuk Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, untuk penyediaan programnya.
Namun demikian, PMU menghendaki peran aktif masyarakat untuk lebih berandil dalam mengemban amanat memajukan pendidikan nasional. Harus disadari, bahwa pendidikan sebagai bentuk tanggung jawab bersama bagi seluruh pemangku kepentingan pendidikan dan seluruh masyarakat. Jadi, sepenuhnya bukan semata-mata beban pemerintah. Dengan kerja sama yang terjalin baik dan diadasari kesadaran penuh dari seluruh masyarakat, justru akan mendorong penyelenggaraan pendidikan menengah yang lebih berkualitas sebagai wujud tanggung jawab bersama seluruh bangsa. (ARIFAH)
Penulis adalah Direktur Jenderal Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.