Wisuda Unik ala Universitas Nasional

Kompas.com - 17/03/2014, 11:19 WIB
Agita Tarigan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Universitas Nasional (Unas) menggelar wisuda Periode I Tahun Akademik 2013/2014 di Jakarta Convention Center, Minggu (16/3/2014). Wisuda diikuti oleh 785 orang  peserta.

Seluruh wisudawan Unas terbagi menjadi tiga, yaitu 156 orang dari program diploma, 579 orang dari program sarjana, dan 50 orang dari program pascasarjana. Tahun ini, Unas menghasilkan tujuh wisudawan terbaiknya, yang masing-masing berasal dari fakultas berbeda.

Sulaeman, dari Fakultas Teknologi Komunikasi dan Informatika dengan Indeks Prestasi Kumulatif 4.00 dan lama masa studi 3,5 tahun, menjadi lulusan terbaik tingkat Universitas. Dia juga merupakan lulusan Unas pertama yang berhasil lulus dengan IPK summa cum laude.

Ada dua keunikan yang terlihat pada wisuda ini. Pertama, pada acara wisuda, rektor biasanya hanya memindahkan kuncir wisudawan terbaik saja, dan pemindahan kuncir selanjutnya digantikan oleh dekan. Namun, Rektor Unas Drs El Amry Bermawi Putera memindahkan kuncir toga milik seluruh wisudawan.

Kedua, seluruh wisudawan terbaik Unas diberikan sebuah cincin emas. Cincin emas tersebut kemudian dipakaikan ke jari masing-masing wisudawan oleh Rektor saat dipanggil ke depan.

Seperti wisuda tahun-tahun sebelumnya, Unas juga menghadirkan tokoh ternama setingkat menteri untuk menjadi pembicara. Hal ini diharapkan dapat menyemangati para lulusan baru Unas untuk siap berkontribusi di dunia kerja.

Pada wisuda tahun ini, Unas mengundang Menteri Sosial RI, Dr Salim Segaf Al-Jufri, untuk memberikan orasi ilmiah bertema "Masalah Sosial dan Jaminan Kesehatan Masyarakat Mewujudkan Indonesia Sehat 2025". Dalam pidatonya itu Mensos meminta peran dan partisipasi aktif dari kaum intelektual untuk menangani masalah bangsa, khususnya di bidang sosial.

Menurut Mensos. kaum intelektual merupakan penggerak dan pengawal kemajuan bangsa. Selain itu, penanganan masalah sosial tidak hanya cukup dilandasi dengan keterpanggilan untuk mengabdi dan kepedulian terhadap sesama, namun juga harus dilandasi dengan ilmu pengetahuan.

"'Sebagai bagian dari kelompok intelektual, yang memiliki kemampuan untuk memetakan masalah, menganalisis, menemukan sejumlah alternatif solusi, hingga mengimplementasikan solusi yang dianggap terbaik, akan menjadi energi besar dalam mengupayakan penanganan masalah sosial yang dihadapi bangsa ini," ujar Salim Segaf.

Dia menambahkan, kaum intelektual tidak hanya berdiam diri di "menara gading" yang jauh dari realitas sosial, namun harus "turun ke bumi" untuk  memahami realita dan problema di masyarakat. 

"Mereka harus mampu menjadi insan yang mampu menawarkan solusi-solusi yang kreatif dan inovatif,'' kata Salim Segaf.

Menanggapi hal itu, Rektor Universitas Nasional, Drs. El Amry Bermawi Putera mengatakan bahwa masih rendahnya kualitas hidup manusia Indonesia, yang ditunjukkan dengan angka kemiskinan dan rendahnya indeks pembangunan manusia. Hal ini menegaskan, bahwa jaminan sosial di bidang kesehatan masih jauh dari harapan. Jaminan sosial di bidang kesehatan kurang memihak kepada rakyat, terutama kelompok miskin dan mereka yang bekerja di sektor informal.

"Rendahnya belanja kesehatan menunjukkan lemahnya kebijakan sosial di bidang kesehatan. Perawatan kesehatan yang mahal dan ekslusif mencerminkan masih adanya diskriminasi dalam sistem pelayanan kesehatan nasional di tanah air," kata El Amry.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau