"Galih dan Ratna", Drama Gado-gado yang Mengagumkan!

Kompas.com - 20/06/2014, 22:29 WIB
Latief

Penulis

KOMPAS.com - Galih sudah benar-benar kebingungan. Wajahnya sangat kalut. Baru saja mengikat janji untuk bersama-sama ke Jakarta, Ratna diculik oleh Karna. Kekasihnya itu akan dijadikan tumbal membuka pintu gerbang pemisah antara surga dan neraka.

Karna adalah dewa jahat. Itulah yang membuat Galih bingung. Ia tak mungkin sanggup mengalahkan sosok raksasa berbadan tinggi besar itu dan merebut kembali Ratna.

Hati pemuda itu semakin gundah. Ikatan janji antara dirinya dengan Ratna untuk menginjakkan kaki di Jakarta serasa hancur bersama-sama rencana jahat Karna. Galih pun berdoa dalam pertapaan, memohon ada keajaiban.

Dus, doa Galih, pemuda yang teraniaya itu terkabul. Dewa baik hati bernama Arjuna seketika muncul. Ia bermaksud menolong Galih keluar dari masalahnya. Arjuna berpesan, satu-satunya cara yang bisa menyelamatkan Ratna adalah kekuatan cinta Galih.

Sejenak, hati Galih terhibur. Kepercayaan dirinya kembali menggumpal di dada, bersemangat untuk merebut kembali kekasihnya dari sang dewa jahat; Karna.

M Latief/KOMPAS.com Drama
Gado-gado

Ibarat gado-gado, begitulah kisah "Galih dan Ratna" pada drama ini, seperti sajian kuliner yang penuh campuran sayur-mayur. Rasanya lezat dan sangat ciri khas Indonesia.

Drama "Galih dan Ratna" pun begitu, sangat berciri khas Indonesia. Drama kolosal ini dikemas sebagai pertunjukkan campuran antara seni gerak, tari dan lagu-lagu Indonesia. 

Dimainkan apik oleh gabungan mahasiswa Indonesia dan mahasiswa internasional Ritsumeikan Asia Pacific University (APU) di Millenium Hall, Kampus APU, Beppu, Jumat (20/6/2014) malam tadi, pertunjukkan kolosal tersebut benar-benar membangkitkan emosi yang campur aduk, persis gado-gado. Ada rasa kangen pulang ke Indonesia, rindu melihat tarian tradisionalnya, ingin mendengar langsung lagu-lagunya, dan sebagainya. Sejuta perasaan itu seketika terwakilkan oleh drama ini!

Lalu, apa hubungannya antara kisah cinta "Galih dan Ratna" dengan epik Mahabarata? Sejak kapan Arjuna hidup di era moderen penuh cinta sejoli seperti Galih dan Ratna di Jakarta? Tak ada!  

Kemudian, apa relasi kuat antara Tari Saman dengan letusan Krakatau? Pasalnya, pada drama ini tari tradisional Aceh itu dijadikan tarian simbol luluh lantaknya Krakatoa atau Gunung Krakatau yang meletus pada 1883 dan memisahkan antara Pulau Jawa dan Sumatera. Ada hubungannya? Tentu juga tidak!

Lebih aneh lagi, kok bisa-bisanya Kuda Lumping diiringi dengan gamelan Bali? Sejak kapan Kuda Lumping menjadi kesenian asli asal Pulau Dewata? 

Toh, semua itu terjadi malam tadi. Gerakan demi gerakan, lagu demi lagu, serta tarian demi tarian senantiasa mendapat aplaus meriah.

"Memang, lewat pertunjukkan ini kami mengajak orang, terutama masyarakat internasional, mengenal lebih dekat Indonesia. Drama, tarian dan lagu kami gabung dan padatkan menjadi satu cerita. Kami tidak berpegang teguh pada ide cerita harus seperti apa, karena bukan itu intinya," ujar Marcel Ardivan, sutradara drama kolosal "Galih dan Ratna" kepada Kompas.com seusai pementasan.

Marcel mengatakan, lewat beberapa "key word" seperti Krakatau, Galih dan Ratna, Jakarta, atau Ondel-ondel, digunakan agar masyarakat internasional mudah mengenal dekat Indonesia. Lewat lagu dan tarian, masyarakat internasional juga diharapkan lebih mudah "tersentuh" untuk mengenal Indonesia lebih jauh. 

"Kami hanya ambil yang populer saja, yang kira-kira mudah dikenal dan mendekatkan dengan ciri khas Indonesia," tambahnya.

M Latief/KOMPAS.com Drama
Personal 

Karena tujuannya untuk mengenalkan Indonesia, maka harus dibuang jauh-jauh bahwa drama "Galih dan Ratna" kali ini hadir seperti isi filmnya yang banyak berkisah tentang urusan percintaan tok. Cinta anak ingusan, cinta monyet! 

Penggunaan Krakatau, Galih dan Ratna, Tari Saman, Jakarta, atau Ondel-ondel tampaknya memang hanya sebagai alat "propaganda". Tujuannya satu, agar semua yang hadir menyaksikan drama tersebut harus bisa mengenal Indonesia. Bukan menangis tersedu-sedu lantaran cinta!

Hasilnya memang mengagumkan. Decak kagum dan riuh selalu membahana tiap kali adegan berganti lewat potongan gerak tari dan lagu. Kehadiran Tari Saman, misalnya, benar-benar sukses menghipnotis penonton.

Saat para penari bergerak serempak, gedung itu sontak terasa sepi. Tak ada suara. Gemuruh seketika terasa ketika penonton bersorak dan bertepuk tangan usai tari itu berujung. Mirip pertunjukkan konser klasik, edan!

Sebelumnya, sejak pukul tiga siang ratusan penonton sudah mengantre di luar gedung hingga sejauh 300 meter lebih. Padahal, pertunjukkan baru dimulai pukul 7 malam. Untuk ukuran pertunjukkan kampus, ini tentu sebuah prestasi mengagumkan.

Hal lain yang luar biasa adalah pertunjukkan kolosal ini dirancang oleh para mahasiswa tanpa bantuan pelatih teater, ahli tata lampu dan panggung, atau koreografi andal. Semua dilakukan sendiri oleh mahasiswa Indonesia dengan melibatkan sekitar 30 mahasiswa internasional di kampus Ritsumeikan APU dengan persiapan sejak Desember tahun lalu. 

"Karena tujuannya cuma satu, ingin lebih personal mengajak orang lain mengenal Indonesia lebih jauh," kata Marcel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau