Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Kunci Mendampingi Anak Berkebutuhan Khusus

Kompas.com - 15/09/2014, 20:58 WIB
Josephus Primus

Editor

KOMPAS.com - Andra, Tora, Mega, Dias, dan Ian tanpa canggung bernyanyi di depan para orangtua pada Minggu (14/9/2014) siang. Meski tampak biasa dari segi penampilan sebagaimana anak-anak pada lazimnya, Andra dan kawan-kawannya adalah anak berkebutuhan khusus (ABK). Bersama dengan sepuluh orang teman mereka, keseharian mereka berlima adalah murid Sekolah ABK Kasih Bunda di Jalan Randu II Nomor 50 RT 001/RW 010, Jatiraden, Jatisampurna, Kota Bekasi.

Acara yang dibuka dengan pengguntingan pita oleh Naih, pengurus RT 001/RW 01, merupakan kesempatan para siswa Kasih Bunda menunjukkan pencapaian kemampuan mereka. ABK di sekolah itu juga menjadi bagian dari masyarakat sekitar. Kebersamaan dengan masyarakat sekitar membuat ABK di situ memperoleh kesempatan berkembang sesuai kemampuan maksimal mereka.

Catatan menunjukkan, anak-anak dengan kesulitan belajar lantaran disleksia dan afasia misalnya, masuk dalam kategori ABK. Kemudian, anak-anak tunagrahita atau lazim dikenal sebagai anak-anak yang memunyai IQ di bawah rata-rata juga termasuk ABK. Demikian halnya dengan anak-anak penyandang autisme.

Pemerintah melalui Undang-undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sudah menyebutkan ABK mendapat perhatian melalui pendidikan khusus. Jenjang pendidikan khusus tersebut, sejauh ini meliputi pendidikan dasar sampai dengan menengah. Berangkat dari situlah, pendidikan bagi ABK menyertakan pendampingan khusus.

Andra, misalnya. Remaja berusia 16 tahun yang menyandang autisme meluapkan emosi amarahnya andai sang ibu, Meidy Fatmilianti luput menyediakan makanan tepat waktu. Belum lagi, beber perempuan berusia 45 tahun ini, ia mesti mengontrol makanan Andra sehari-hari agar tak berlebihan protein. "Andra harus menjauhi makanan seperti telur demi perkembangan kesehatannya," kata Meidy.

Namun demikian, belum genap setahun bersekolah di Kasih Bunda, aku Meidy, Andra, buah hatinya itu menunjukkan bakat melukis yang makin kentara.

Dalam kesempatan pertemuan itu, memang, Andra memajang karya-karyanya. Ada lukisan tentang pembangunan jalan tol, Pasar Mayestik, hingga tokoh film Transformer Optimus Prime. "Kelihatannya dia memang punya bakat yang besar di situ," kata perempuan berhijab tersebut.

Allah menolong


Lain Andra, lain pula Kiki. Anak laki-laki berusia 13 tahun itu, kata sang ibu, Farida, adalah penyandang autisme. "Dia sudah delapan tahunan di sekolah ini,"tutur Farida.

Hakiki, nama lengkap Kiki. Bungsu dari tiga bersaudara ini terlihat tak ingin lepas dari ibunya. Wajahnya lebih sering menunduk. Meski, acap, Kiki juga mengangkat kepalanya, sesekali tersenyum.

Di rumah, imbuh Farida, Kiki senang membantunya memasak. Kiki suka membantu memotong-motong bahan seperti sayur-mayur. Kiki sangat suka makanan olahan dari jamur. "Apa lagi jamur yang digoreng," tutur Farida bangga.

Bagi Farida mendampingi dan mengasuh Kiki adalah bagian dari hidupnya. Perempuan berusia 41 tahun ini sadar mendampingi ABK adalah hal gampang tetapi juga sukar. "Tapi, saya bahagia, saya menerima karena Allah menolong saya," aku Farida.

Mendampingi ABK memerlukan kesabaran dan tenaga ekstra juga diamini Imelda Noron, Kepala Sekolah ABK Kasih Bunda. Berbagai pengalaman mendampingi ABK baginya seperti keseharian. Selama mengasuh siswa-siswinya, Imelda berhadapan dengan karakter pemarah hingga berbagai perilaku yang membuat orang normal kebanyakan menggelengkan kepala. "Ada siswa yang setiap hari mesti dibantu membersihkan diri saat buang air besar," tuturnya.

Bukan hanya itu, ada pula siswa di Kasih Bunda yang bentuk sapaannya kepada orang lain dengan cara memukul. Ada pula siswa yang tiba-tiba yang begitu saja meninggalkan tugasnya. Meski sudah dirayu oleh para guru pendamping, siswa itu bergeming, diam saja. "Siswa berkebutuhan khusus mengikuti mood-nya untuk beraktivitas," lanjut Imelda.

Untuk merangsang kemampuan siswa ABK, papar Imelda, pihak sekolah memang menyediakan kesempatan pendampingan berkreasi seperti membuat kerajinan hingga mengolah jahe merah menjadi serbuk siap minum. Ada juga aktivitas bercocok tanam di halaman belakang sekolah.

Kendati begitu, berangkat dari berbagai pengalamannya, Imelda Noron, hanya perlu dua kunci untuk menemani, mendampingi dan mengasuh anak-anak ABK. Bahkan kedua kunci itu, aku Imelda, tak tercantum dalam buku-buku teori pendidikan pendampingan ABK. "Kepekaan dan kepedulian kepada ABK, itu kuncinya. Seorang anak tidak peduli betapa pintar gurunya. Yangg mereka butuhkan seberapa peduli guru kepadanya," pungkas Imelda Noron yang tak pernah lupa mengunggah aktivitas anak-anak didiknya di media sosial Facebook.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com