MALANG, KOMPAS.com - Praktisi pendidikan dari Universitas Negeri Malang, Jawa Timur, Suko Wiyono, menilai kebijakan pencabutan kurikulum 2013 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan merupakan diskriminasi dalam dunia pendidikan. Pasalnya, kebijakan itu tidak diterapkan kepada seluruh sekolah.
"Saya menyayangkan kebijakan pemerintah pusat yang mencabut kurikulum 2013 ini, apalagi hanya diberlakukan bagi sekolah yang belum menerapkan atau yang baru menerapkan (semester pertama) saja. Sedangkan sekolah yang sudah berjalan selama tiga semester bisa melanjutkannya karena dianggap sumber daya manusia (SDM)-nya sudah siap dan mumpuni," ujar Suko Wiyono, Rabu (17/12/2014), seperti dikutip Antara.
Menurut dia, ketidakmerataan pemberlakuan kurikulum tersebut memicu diskriminasi dalam dunia pendidikan karena ada sekolah yang dipaksa kembali memberlakukan kurikulum 2006 (KTSP) dan ada sebagian sekolah yang dengan leluasa menerapkan kurikulum 2013.
Padahal, lanjutnya, sejak diberlakukannya kurikulum 2013 tersebut, hampir seluruh sekolah berupaya untuk menerapkannya dengan cara berusaha memberikan pelatihan guru secara bertahap dan memenuhi kebutuhan buku-bukunya sebagai panduan dalam proses belajar menjajar.
Selain ada upaya diskriminasi, ujarnya, juga ada upaya pembedaan kualitas pendidikan di Tanah Air yang pada akhirnya berdampak pada kualitas pendidikan yang tidak merata. Sebab, ada sebagian sekolah yang menerapkan kurikulum 2013 dan ada sekolah yang kembali menerapkan kurikum 2006 (KTSP).
Kondisi tersebut, kata salah seorang penggagas forum rektor itu, merupakan bentuk pendidikan yang mulai mengarah pada liberalisasi. Padahal, untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan tidak perlu merombak total atau mencabut kurikulum yang baru diberlakukan 1,5 tahun terakhir ini.
Seharusnya, tegas Suko, pemerintah hanya melakukan evaluasi dan penyempurnaan saja. Sambil berjalan kurikulum tersebut dievaluasi dan dikaji, dimana kekurangannya dan dimana kelebihannya dan kekurangan itulah yang disempurnakan.
Dari sisi kualitas pendidikan, lanjutnya, jelas ada diskrimasi. Sedangkan dari sisi siswa dan guru, mereka harus menyesuaikan kembali dengan kurikulum lama, apalagi bagi sekolah yang sudah menerapkannya pada semester pertama karena harus kembali ke kurikulum 2006.
Rektor Universitas Wisnuwardhana Malang itu menambahkan, selain guru dan siswa yang menjadi korban karena harus beradaptasi lagi dengan kurikulum 2006, buku-buku panduan yang sudah telanjur dibeli dengan nilai miliaran rupiah juga sia-sia.
"Anggaran untuk pengadaan buku kurikulum 2013, pelatihan guru, pengadaan alat peraga secara nasional sangat besar dan mencapai triliunan rupiah, bahkan katanya pendidikan antara timur dan barat sama, antara di perkotaan dan pedesaan juga disamakan kualitasnya, tapi kalau begini caranya, kan sama saja dengan diskriminasi," tandasnya. Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.