Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPI, "Rumah Kedua" Pelajar Indonesia di Belanda

Kompas.com - 08/03/2015, 04:54 WIB
Latief

Penulis

KOMPAS.com - Di mata Hapsari Cinantya Putri, Sekjen Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda 2014/2015, kehadiran PPI bagi pelajar Indonesia ibarat "rumah kedua". Saat terjebak kesulitan, butuh teman, mencari informasi atau pertolongan, para mahasiswa anggota PPI kerap menjadi "pahlawan". 

"Itu yang membuat saya semangat untuk mau menjadi Sekjen PPI. Dulu, waktu pertama datang ke Belanda, saya seperti hidup sendiri, buta, tak tahu apa-apa. Nah, dari PPI itulah saya dapat banyak bantuan. PPI mengayomi saya sebagai mahasiswa baru," ujar mahasiswi akrab disapa Tya kepada Kompas.com di kantor pusat Nuffic Neso, Den Haag, Belanda, Jumat (6/3/2015).

Mahasiswi S-2 jurusan Child and Adolescent Psychology, Universitas Leiden, itu mengaku semangatnya menjadi ketua PPI adalah benar-benar ingin menjadikan PPI Belanda sebagai "rumah" bagi mahasiswa yang menimba ilmu di Belanda, baik itu mahasiswa baru maupun lama.

"Terus terang, anak-anak PPI banyak memudahkan kesulitan saya. Kalau ada tugas kuliah yang sulit, cari informasi student housing, diskon buku, sampai belanja ke pasar, hal-hal yang mungkin sepele itu sangat penting bagi mahasiswa baru dan itu banyak dibantu anak PPI. It feels like home," katanya.

PPI membuatnya serasa hidup di rumah, di tengah keluarga sendiri. Karena itulah, lanjut Tya, konsep "feels like home" itu ia jadikan pegangan dalam menjalankan kepengurusan PPI Belanda. Dengan konsep itu, Tya ingin meramaikan PPI dengan memperbanyak acara kumpul anggota, baik itu berdiskusi atau sekadar berwisata ke beberapa kota di Eropa. Menurutnya, dari situlah kekeluargan bisa tercipta.

"Jujur, saya tak suka politik sehingga saya tidak akan melarikan PPI ke arah politik. Saya tidak mengatur atau ikut campur kalau PPI kota ingin bikin pernyataan politik, silakan. Saya akan memberi ruang untuk berpolitik, tapi tidak menjadikan PPI kendaraan politik," kata Tya.

M Latief/KOMPAS.com Adlina W N Ghaisani dan Adhita Werdi K O diapit oleh Drs Simon J van der Wal, Manajer Pemasaran Internasional Hanze UAS, serta Nanie Medyagustia, Sekretaris di Hanzehogeschool Groningen.
Masak sampai gosip

Menjadikan PPI sebagai "rumah kedua" bagi mahasiswa tidak hanya diimpikan oleh Tya. Pengakuan dua mahasiswi Hanze University of Applied Sciences, Groningen, yaitu Adhita Werdi K O, dan Adlina W N Ghaisani setidaknya menyiratkan demikian.

Menurut Adhita, mahasiswi tingkat sarjana program studi International Communication, banyaknya anggota PPI Groningen sangat membantu kesulitan mahasiswa, terutama mahasiswa baru.

"Mereka saling bantu, misalnya pada saat tugas akhir," kata Adhita.

"Asyik kok. Sering masak-masak bareng dengan mereka. Tak jarang bergosip soal yang terjadi di Indonesia," timpal Adlina, mahasiswi S-1 program studi International Business Management School.

Pengakuan semacam itu pula yang dituturkan oleh Triyani, mahasiswi S-2 fakultas International Economics and Business, Universitas Groningen. Triyani mengakui, dalam kondisi jauh dari keluarga dan penuh tekanan dari tugas-tugas kuliah, PPI adalah tempat bersandar. 

"PPI Groningen itu sangat membantu. Banyak teman yang down ketika harus mengulang ujian. Di situlah biasanya teman-teman PPI sangat memberikan support. Mereka selalu menyemangati dan menemani," kata Triyani.

Menurut dia, dalam kondisi penuh tekanan, tak jarang mahasiswa mudah stres. Jika tidak bisa mengelola stres itu, apalagi tidak tahu apa yang harus dilakukan dan minta bantuan ke mana, akibatnya bisa semakin merugikan si mahasiswa.

"Tapi, kembali lagi pada kita. Teman-teman PPI pasti mendukung, tinggal kitanya mau atau tidak bergaul," ujarnya.

M Latief/KOMPAS.com Triyani (jilbab putih) mahasiswi S-2 fakultas International Economics and Business, Universitas Groningen. Triyani mengakui, dalam kondisi jauh dari keluarga dan penuh tekanan dari tugas-tugas kuliah, PPI adalah tempat bersandar.
Rumah kita

Tya menuturkan, dia dan teman-teman mahasiswa lainnya berangkat sebagai satu nasib sepenanggungan, yaitu anak rantau di negeri orang. Hidup mereka jauh dari orang tua sehingga semua lebih banyak dilakukan sendiri. Untuk itulah, ia bertekad akan sekuat tenaga menjadikan PPI Belanda sebagai rumah bagi mahasiswa.

"Pada prinsipnya bukan cuma PPI Belanda, tapi semua PPI yang ada di kota-kota di Belanda. PPI kota adalah rumah para mahasiswa di kota tempatnya studi. Itulah mimpi saya," kata Tya. 

Berbekal mimpi itu, lanjut Tya, ia ingin berkolaborasi dengan PPI kota-kota di Belanda. Di PPI Belanda sendiri salah satu program yang tengah berjalan untuk mendukung tujuan itu adalah Indonesische Futsal Champhionship. Ada juga Ariba atau arisan bareng.

"Setiap PPI kota itu tentu punya idealisme masing-masing dan semua bagus-bagus. Saya berharap, semua bisa menjadi keluarga besar bagi seluruh mahasiswa," kata Tya.

Ke depan, Pada Mei nanti Tya dan teman-temannya di PPI Belanda akan menghadiri simposium PPI Amerika dan Eropa. Selanjutnya, pada Juli nanti mereka akan mengikuti simposium PPI Dunia di Singapura dan diakhiri dengan agenda Indonesian Scholar Talk (IST) pada September mendatang.

"Kita berangkat dari anak rantau yang senasib sepenanggungan. Ya, inilah rumah kita. Namanya rumah, ya di situ kita tidur di sini, di situ kita makan, di situ juga kita istirahat. Enak kan?" ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com