KOMPAS.com — Papua, pulau di ujung timur Indonesia, terkenal dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Namun, pada saat yang sama, Papua juga banyak memiliki kantong-kantong kemiskinan.
"Sumber daya alam Papua sangat melimpah, memang tak perlu diragukan lagi. Papua, sebagai daerah, sangat indah dan kaya. Namun, Papua masih seperti daerah terlupakan. Anak-anak Papua, yang seharusnya menikmati masa kecil begitu indah, harus bersusah payah, bahkan demi mendapatkan fasilitas pendidikan layak," ujar Melanie Subono, aktivis sosial pendiri Rumah Harapan.
Berdasarkan hasil riset Bappenas pada 2012, predikat daerah termiskin di Indonesia masih dipegang oleh Papua. Tingkat kemiskinan di daerah Papua sebesar 31,11 persen. Adapun tingkat kemiskinan nasional saat ini adalah 11,96 persen.
Melihat fakta itu, Melanie tergerak untuk mendirikan Rumah Harapan, sebuah wadah kegiatan sosial untuk mewujudkan keinginan dan memberikan harapan, mulai dari mengabulkan keinginan seorang pasien kritis hingga membantu pendidikan untuk masyarakat di daerah terpencil, salah satunya Papua.
Rumah Harapan turut memberikan pengajaran kepada anak-anak lewat tenaga-tenaga generasi muda yang membaktikan dirinya di Sentani, Papua. Melanie ingin anak-anak di Sentani bisa mendapatkan pelajaran membaca, berlaku untuk segala umur dan dilakukan di mana saja.
"Di Sentani ada lebih dari 50 desa, di pedalaman. Dari total manusia yang ada di sana, termasuk dewasanya, yang bisa membaca itu di bawah 10 orang. How's that?" tutur Melanie.
Dia menambahkan, umumnya masyarakat Sentani hidup dikelilingi air di kanan-kirinya. Tak heran, para relawan biasanya mengajar di atas perahu, yang biasa disebut khakay, jika tidak hujan. Mengingat lokasinya cukup jauh, para relawan pengajar harus berjalan kaki berkilo-kilo untuk mencapainya.
Namun, bagi Melanie, semua yang dilakukannya itu terbayar begitu melihat tulusnya senyum anak-anak Sentani yang penuh harapan. Kondisi di bawah standar itu membuat anak-anak tersebut merindukan fasilitas layak.
Bantuan untuk Papua
Selain sebagai seorang aktivis, Melanie juga seorang musisi, penyiar, dan aktif menulis. Ia melakukan advokasi, menyebarkan petisi, dan menyuarakan tuntutan, baik di media sosial maupun di jalanan. Tak jarang, ia menggunakan kendaraan pribadi, berjalan kaki, hingga transportasi umum, seperti taksi. Ia pun secara konsisten menginspirasi publik dengan pesan motivasi dan isu sosial, termasuk untuk membantu Papua.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.