Jangan Remehkan Sistem Kuliah Online, Ini Alasannya...

Kompas.com - 21/05/2015, 07:30 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis

KOMPAS.com – Banyak orang mengalami kendala saat ingin melanjutkan kuliah. Sebagian terbentur problematika ekonomi. Lainnya terlanjur asyik di dunia kerja sehingga waktu menjadi begitu berharga karena tak cukup disambil untuk studi. 

Ada juga beberapa kalangan mampu terhalang merampungkan pendidikan karena kondisi fisik. Tubuh tidak fit sehingga tak mampu melakukan perjalanan terlalu lama atau terlalu jauh.

Tak ayal, presentase Angka Partisipasi Kasar (APK) Indonesia tahun 2014 masih 30 persen. Artinya, 7 dari 10 orang Indonesia pada rentang usia 19-23 tahun tak mampu melanjutkan ke perguruan tinggi.

Tentu saja, kita trenyuh melihat data-data tersebut. Tapi, sebaliknya, hati siapa tak akan tersentuh melihat kilas balik semangat juang sang komedian legendaris, almarhum Ferrasta Soebardi atau akrab disapa Pepeng? Walau terbaring selama hampir 10 tahun karena penyakit Multiple Sclerosis, Pepeng berhasil menyelesaikan studi S-2 dari balik tempat tidur. Bahkan, dia lulus dengan nilai "A"!

Memang, walau tidak begitu banyak, ada beberapa mahasiswa yang tidak mungkin mengikuti perkuliahan seperti mahasiswa biasa. Padahal, semangat mereka tak bisa diremehkan.

"Ada mahasiswa kita yang sejak SMP harus cuci darah seminggu sekali. Sulit sekali bagi dia kalau harus melanjutkan ke universitas dengan sistem konvensional," ujar Director Binus Online Learning, Engkos Achmad Kuncoro, saat ditemui di Kampus Binus Anggrek, Jumat (8/5/2015) lalu.

Engkos melanjutkan, orang-orang seperti itu butuh wadah khusus yang mampu memberikan bekal pendidikan tanpa terhalang kondisi fisik. Harapannya, wadah tersebut dapat memberikan kesempatan kuliah sehingga kepercayaan diri mereka meningkat.

"Mereka jadi optimistis dan merasa dihargai. Ada rasa untuk terus memperbaiki diri dan berinovasi," tutur Engkos.

Berprestasi, tapi tak punya waktu

Engkos menjelaskan kondisi mahasiswa lain yang pernah ia temui. Ada juga dari mereka yang sehat secara fisik, berprestasi, namun tak punya waktu luang untuk melanjutkan kuliah.

"Ada juga lulusan kami yang atlet juara sepatu roda nasional. Dia berprestas. Sempat drop out dari kuliah konvensional karena terbentur jadwal padat latihan dan kompetisi," tutur Engkos.

Dia mengatakan, banyak sekali orang berniat serius menyelesaikan pendidikan tinggi namun terhalang berbagai hal. Jika dibiarkan, mereka akan hidup tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban masyarakat, terutama ketika mereka memasuki usia senja.

Solusi “all in one”

Saat ini pendidikan kian maju. Semakin banyak alternatif bagi masyarakat untuk menikmati bangku kuliah. Salah satunya adalah perkuliahan sistem online.

"Kuliah online adalah salah satu solusi untuk orang-orang yang tidak memiliki waktu luang cukup atau orang dengan kendala fisik tapi mau kuliah," ujar Engkos.

Selain fleksibel, sistem ini menawarkan biaya lebih murah hingga 40 persen. Mahasiswa tidak harus sering datang ke kampus, jadi tidak perlu menggunakan fasilitas kampus.

"Kalau di Amerika, kuliah online lebih mahal dari kuliah biasa. Di sini terbalik," jelas Engkos.

Dia melanjutkan, semua bahan perkuliahan dapat diunduh langsung di Learning Management System (LMS). Jadi, cukup bermodal internet, mahasiswa bisa mengenyam perkuliahan dengan kualitas sama.

"Kami mengerti kualitas itu penting. Jangan berani main-main dengan kualitas. Misalnya mahasiswa tidak bisa video confference ditoleransi atau telat mengumpulkan tugas diperbolehkan. Itu salah. Kita nggak pakai itu," kata Engkos.

Dia juga menyebutkan prestasi mahasiswanya yang memiliki kendala kesehatan. Setelah lulus, si mahasiswa berhasil menggunakan ilmunya untuk berbisnis online.

"Kuliahnya online, kerjanya online. Jadi, nggak ada masalah dengan kesehatan," lanjutnya.

Engkos berharap, ilmu saat berkuliah online dapat digunakan sebagai modal saat mereka mulai merintis bisnis atau karir. Semangat untuk menuntut ilmu tak boleh padam dengan alasan apapun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau