KOMPAS.com - Dalam laporan Human Development Index (HDI) yang diliris UNESCO pada 2013, Indonesia masuk dalam kategori "medium human development". Indonesia bertengger di peringkat ke-108 dari total 187 negara, berada tepat di bawah Palestina.
Namun, jika melirik negara tetangga, Malaysia sudah mampu masuk kategori "high human development" di posisi ke-62, sederet bersama Sri Lanka di peringkat ke-73, dan Thailand di peringkat ke-89. Sementara itu, Singapura sukses meraih peringkat ke-9 dan masuk kategori "very high human development" bersama Hongkong, Korea, dan Jepang.
HDI merupakan salah satu patokan kualitas sumber daya manusia di negara-negara naungan PBB. Tiga indikator utama HDI mencakup penilaian kesehatan jangka panjang, akses terhadap pendidikan, dan standar kesejahteraan hidup. Ketiga aspek tersebut dinilai UNESCO sebagai faktor inti penentu kemajuan suatu bangsa.
Kabar baiknya, menurut laporan UNESCO, HDI Indonesia terus menanjak sejak 1980. Hal itu membuktikan tingkat konsumsi dan melek pendidikan di Indonesia semakin tinggi.
Namun, gejolak politik dan ekonomi pada 1998 sepertinya tak berpengaruh banyak terhadap HDI Indonesia. Jadi, sedikit demi sedikit, dengan kerja keras bersama, Indonesia seharusnya mampu mengejar ketertinggalan.
"Indonesia membutuhkan institusi pendidikan lokal yang mampu memberikan kualitas internasional. Lihatlah Singapura. Persaingan semakin ketat," ucap Agustinus Nicolaas Hillebrandes Oroh atau Nico, Head of Undergraduate Program of Marketing di Fakultas Business Binus International saat ditemui KOMPAS.com, Rabu (22/4/2015) di kantornya.
Dia menekankan, perguruan tinggi merupakan alat pencetak sumber daya muda kompetitif. Kualitas bertaraf internasional bukan lagi merupakan pilihan, namun keharusan. Karena itu, akreditasi internasional diperlukan sebagai patokan jelas.
"Akreditasi itu kan berarti ada standar tertentu. Kita tidak bisa mengklaim diri kita sendiri bahwa kita memiliki kualitas internasional. Salah satu yang bisa memberikan objektif jelas, ya, akreditasi internasional," tutur Nico.
Dengan adanya akreditasi, menurut dia, para lulusan universitas mampu bertahan di negara sendiri, terutama saat pekerja asing terus menggempur Indonesia. Lebih dari itu, secara mental dan akademik, mereka siap bersaing di luar negeri.
Nico mengatakan, saat ini Binus International telah berhasil meraih akreditasi dari EFMD (European Foundation of Management Development). EFMD adalah organisasi nirlaba yang bertugas mengakreditasi sekolah bisnis internasional berbasis di Belgia, Eropa.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.