KOMPAS.com – Data Badan Pusat Statistik (BPS) memaparkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun ini melemah dibandingkan tahun lalu dengan margin 0,43 persen. Sebaliknya, perkembangan industri manufaktur Indonesia kian menanjak.
Pada 2013 lalu Kementerian Perdagangan Republik Indonesia mencatat, pertumbuhan industri manufaktur meningkat sebanyak 6,4 persen. Industri ini telah berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sebanyak 20,8 persen atau Rp1.714 triliun.
Sementara itu, walau sempat melemah, pertumbuhan industri manufaktur pada 2014 mampu mencapai 5,34 persen. Angka ini lebih tinggi dari pada pertumbuhan PDB nasional saat itu.
Sampai April 2015, catatan terkini BPS menunjukkan nilai ekspor produk otomotif menguat 17,15 persen dari raihan periode sama di tahun lalu atau sebesar 410,9 juta dollar AS. Karena itulah, tak berlebihan jika industri manufaktur otomotif diharapkan menjadi salah satu senjata pamungkas laju perekonomian Indonesia.
"Saat ini, pertumbuhan industri otomotif Indonesia memang masih lebih baik dari negara-negara tetangga. Thailand mengalami penurunan tahun ini. Malaysia, Philipina, Vietnam juga perkembangannya tidak terlalu signifikan," kata Direktur Corporate and External Affairs Directorate PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) I Made Dana Tangkas saat ditemui KOMPAS.com, Kamis (21/5/2015).
Namun begitu, dia melanjutkan, basis industri manufaktur otomotif Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan Thailand. Negara ini disebut-sebut memiliki kapasitas besar, jauh melebihi Indonesia.
"Kapasitasnya hampir 2,5 juta. Thailand juga pernah mengalami nilai konsumsi dalam negeri dan luar negeri 50:50. Walaupun memang sempat turun di tahun 2014," ujar Made.
Dia menurutkan, persaingan antarnegara ASEAN semakin ketat. Apalagi, keran perdagangan akan segera terbuka lebar menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun ini.
Agar unggul dalam persaingan, semua lini industri di Indonesia wajib berbenah diri. Skala bisnis harus segera diperluas. Kecepatan proses dan kualitas produksi harus mengikuti standar internasional, terutama kualitas sumber daya manusia (SDM).
Tiga faktor utama
Sebagai penggerak utama, industri manufaktur membutuhkan ahli-ahli teknik mumpuni yang mampu bersaing dengan negara lain. Namun, sebagian besar dari mereka masih membutuhkan sentuhan profesional agar mampu tampil meyakinkan.
"Sebetulnya Indonesia punya banyak SDM berkualitas yang mampu kerja di luar negeri atau perusahaan internasional. Tapi, ya itu, jumlahnya masih sedikit dibandingkan dengan negara lain," ujar Rektor Universitas Bina Nusantara, Harjanto Prabowo, saat ditemui KOMPAS.com, Selasa (19/5/2015).
Made menyebutkan, ada tiga faktor perlu ditingkatkan untuk menuju ahli teknik berkelas dunia. Ketiga faktor itu adalah kompetensi atau keterampilan, wawasan, dan sikap.
"Dengan ketiga faktor ini, jika digerakkan terus seperti bola salju, semakin menguat dan bertambah sebanding dengan bertambahnya pengalaman sampai terbentuk seorang ahli teknik profesional," jelas Made.
Selain itu, menurut Made, sikap haus akan pengembangan diri wajib ditanamkan. Seorang ahli teknik harus mengedepankan motivasi untuk terus meningkatkan kemampuan atau 'to be', bukan mendahulukan keinginan pribadi semata atau 'to have'.