Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kolaborasi Mahasiswa UMN dan UTS Australia Ciptakan Produk Berbasis Sampah

Kompas.com - 20/07/2015, 15:54 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Suasana lobi Gedung A Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Serpong, pekan lalu nampak berbeda. Di ruangan yang luas itu terlihat beberapa buah “stan” yang dilengkapi poster-poster terkait upaya pemanfaatan sampah dan berbagai jenis produk yang dihasilkan dari benda-benda yang sudah tak terpakai.

Beberapa “stan” itu adalah milik para mahasiswa UMN dan University of Technology Sydney (UTS). Di setiap “stan” berisi ide yang diperoleh para mahasiswa ini selama 10 hari menimba ide cara mengelola sampah di beberapa komunitas pegiat lingkungan di Salatiga dan Temanggung, Jawa Tengah.

Salah satu mahasiswi yang terlibat dalam kegiatan ini adalah Maria Cynthia (20), mahasiswi Jurusan Desain Grafis di Fakultas Seni dan Desain  UMN. Mahasiswi angkatan 2013 itu bersama kelompoknya yang beranggotakan delapan orang menawarkan ide memberdayakan masyarakat untuk memanfaatkan sampah.

"Kami menawarkan program edukasi tentang cara mendaur ulang sampah dan menumbuhkan rasa mencintai lingkungan sekitar untuk anak-anak sekolah dasar,” ujar Chyntia kepada Kompas.com.

Ide yang diusung kelompoknya, ujar Cynthia, tak berfokus pada hasil akhir. Kelompoknya lebih mengutamankan upaya untuk menumbuhkan kesadaran kepada anak-anak usia dini terkait pentingnya pemanfaatan kembali sampah.

“Kami memiliki ide untuk memberikan pelatihan kepada guru terkait cara mendaur ulang dan pemanfaatan sampah. Nantinya para guru ini yang akan menularkan ilmunya kepada anak-anak,” tambah Cynthia.

Jika Cynthia dan kelompoknya lebih fokus untuk menumbuhkan pemahaman soal pentingnya pengelolaan sampah, kelompok lain lebih memilih pendekatan praktis yaitu langsung menawarkan barang yang bisa diproduksi dari sampah. Salah satunya adalah kelompok yang dimotori Zack Hannah dan Alice Tims, keduanya dari UTS.

Kedua mahasiswa ini memilih menggunakan sisa-sisa bambu yang diubah menjadi kerajinan tangan berupa penutup lampu. Mereka mengatakan proses pembuatan tutup lampu ini sangat mudah, sehingga bisa dikerjakan siapapun. Dengan sejumlah modifikasi, kerajinan tangan ini bisa dijual untuk menambah penghasilan warga.

“Dengan cara yang sederhana ini, kami ingin menunjukkan bahwa sampah jika dikelola dengan baik bisa menjadi sumber penghasilan,” ujar Alice.

Alice dan Zack mengatakan ide ini mereka peroleh saat bersama puluhan mahasiswa lainnya berkunjung ke komunitas Sapu Upcyle di Salatiga dan Eco Village, Temanggung, keduanya di Provinsi Jawa Tengah.

Penggalian ide

Ajang ini sebenarnya merupakan sebuah upaya yang dilakukan UMN dan UTS, agar para mahasiswa yang sebagian besar sedang menuntut ilmu desain ini memiliki ide-ide segar sekaligus memberikan solusi kepada masalah lingkungan hidup yang ada di Indonesia saat ini.

“Kami ingin para mahasiswa bisa menumbuhkan jiwa entrepreneurship dengan menciptakan desain-desain baru yang sekaligus juga memberikan solusi terhadap masalah yang ada di sekitar kita,” kata Ratna Cahaya, staf pengajar sekaligus koordinator Global Studio UMN.

Kegiatan dengan UTS ini, lanjut Ratna, sudah memasuki tahun kedua. Dalam kegiatan pertama, para mahasiswa dari kedua universitas ini mempelajari proses pembuatan batik. Kini, ide yang coba digali adalah membuat produk dari benda-benda yang “terlupakan”.

Untuk menggali ide itulah maka para mahasiswa kemudian diajak melihat dua komunitas di Jawa Tengah, yang dinilai cukup sukses menghasilkan produk daur ulang yang tak hanya ramah lingkungan namun juga sangat berpotensi menghasilkan uang.

Salah satunya adalah Komunitas Sapu Upcycle, Salatiga, Jawa Tengah. Alexandra Crosby, pengajar di University of Technology Sydney (UTS) mengatakan komunitas Sapu dijadikan salah satu tujuan kegiatan ini karena dinilai sukses menciptakan produk-produk yang ramah lingkungan.

“Saya mengenal Sapu sejak saya mengambil program doktoral beberapa tahun lalu dan menjadikan komunitas ini sebagai obyek penelitian saya,” ujar Crosby.

Komunitas ini sudah beberapa tahun terakhir menghasilkan berbagai produk seperti tas, dompet dan berbagai asesori seperti gelang dari bahan ban truk bekas. Di sini, para mahasiswa UMN dan UTS belajar menciptakan sesuatu dari ban truk bekas ini, meski tak serumit tas atau dompet.

“Kami waktu itu baru diajari membuat gelang dari bahan ban bekas. Belum membuat tas karena itu sangat rumit sudah banyak variasinya,” kata Chyntia menceritakan pengalamannya belajar di Komunitas Sapu Upcycle.

Ervan Hardoko/Kompas.com Dua mahasiswa UTS, Zack dan Alice memamerkan ide mereka membuat tudung lampu dari sisa-sisa bambu.


Tukar pengalaman

Selain menggali ide-ide desain ramah lingkungan, kolaborasi universitas dari dua negara yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda memiliki manfaat lain yaitu menumbuhkan rasa saling memahami dan pengalaman bekerja sama di antara para mahasiswa.

“Saya jadi tahu bagaimana pola orang Barat berpikir dan bekerja. Satu hal yang mengesankan adalah mereka sangat menghargai pendapat orang lain,” ujar Chyntia membagi pengalamannya bekerja bersama mahasiswa UTS.

“Dari sisi lain, kegiatan ini bisa menumbuhkan ide-ide saya terkait produk ramah lingkungan. Sehingga saya harap saya kelak bisa mengembangkan bisnis tanpa meninggalkan lingkungan,” tambah dia.

Sementara Zack Hannah, mahasiswa UTS, mengatakan kegiatan ini memberi kesempatan besar bagi dirinya dan rekan-rekannya dari Australia memahami cara warga Indonesia mengatasi masalah lingkungannya.

“Kami bisa melihat bagaimana masalah lingkungan yang dihadapi warga pedesaan dan perkotaan sekaligus cara mereka mengatasinya. Kami juga bisa membandingkan cara kedua negara mengembangkan sistem daur ulang sampahnya,” ujar Zack.

Sedangkan Alexandra Crosby berharap kegiatan yang disebutnya sebagai sebuah “takdir” yang mempertemukan kedua universitas itu, bisa terus berlanjut dengan tema yang beragam, sekaligus membuat para mahasiswa lebih berkembang.

“Takdir mempertemukan UMN dan UTS. Kami berharap kolaborasi ini bisa memberikan manfaat dan solusi bagi masalah lingkungan di sekitar kita,” papar Crosby.

Sementara Ratna Cahaya berharap para mahasiswa yang terlibat kegiatan ini, khususnya mahasiswa UMN, di masa depan bisa mengembangkan pola bisnis yang mengacu para rancangan produk ramah lingkungan.

“Target besarnya, para mahasiswa lebih memahami pentingnya lingkungan hidup bagi mereka. Jika selama ini mereka hanya mempelajari ilmu dan bisnis, maka perlahan saya harap pola pikir mereka akan berubah karena juga harus memikirkan masalah sosial dan lingkungannya,” ujar Ratna.

Sapu Upcycle Salah satu kegiatan workshop membuat asesoris dari bahan ban bekas yang digelar di Komunitas Sapu Upcycle, Salatiga, Jawa Tengah.

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com