Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ketimbang Perploncoan, Mending Bikin Bazar"

Kompas.com - 29/07/2015, 18:52 WIB


KOMPAS.com - Perploncoan di sekolah sebagaimana masih terjadi hingga kini bahkan mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi di mata Direktur Utama PT Sido Muncul Tbk Irwan Hidayat adalah kegiatan menciptakan naluri pembalasan. "Menciptakan naluri balas dendam," katanya di sela-sela simposium bakti sosial operasi katarak di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta, pada Rabu (29/7/2015).

Makanya, pria kelahiran Yogyakarta 23 April 1947 itu tidak setuju adanya perploncoan di sekolah. Irwan mengaku saat diterima menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum (FH) Universitas Trisakti, Jakarta, pada 1968, dirinya pun diwajibkan mengikuti perploncoan. "Di zaman saya, istilahnya mapram (masa prabakti mahasiswa)," tuturnya.

Irwan memilih menolak mengikuti mapram. "Kata panitia mapram, kalau tidak ikut mapram, saya tidak bisa ujian semester," kata Irwan.

Irwan, yang kala itu, berambut gondrong bersikukuh tidak mau. "Ngapain ikut mapram. Saat itu juga saya langsung keluar (tak lagi berkuliah) dari Trisakti dan pulang ke Semarang," kenangnya.

Mapram dengan berbagai istilahnya di masa kini seperti ospek (orientasi studi dan pengenalan kampus), mabim (masa bimbingan), dan MOS (masa orientasi siswa), dalam hemat Irwan, mengandung pelanggaran hak asasi manusia (HAM), penghinaan, dan sikap mempermalukan. Kenyataan seperti penggunaan atribut-atribut yang mempermalukan siswa junior masih terjadi. Belum lagi, bentakan dan hukuman yang sejatinya tidak punya kaitan dengan kurikulum belajar mengajar di sekolah dan perguruan tinggi.

Irwan lebih lanjut menuturkan pengalamannya saat menjadi anggota Dewan Penyantun Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang sekitar 15 tahun lalu. Waktu itu, ia mengusulkan pihak Rektorat untuk meniadakan perploncoan. Sebagai gantinya, ia mengusulkan acara bazar yang pengelolaannya diserahkan kepada mahasiswa junior mulai dari pencarian sponsor dan sebagainya. "Ketimbang perploncoan, mending bikin bazar. Acara seperti bazar justru menumbuhkan semangat kewirausahaan di kalangan mahasiswa," imbuh Irwan yang mangaku bahwa alasan dirinya menyekolahkan anak-anaknya ke luar negeri juga karena perploncoan yang masih saja terjadi di Tanah Air.

Irwan juga membantah anggapan bahwa perploncoan justru membuat para siswa memunyai mental mandiri. Bagi Irwan, mental mandiri itu justru muncul lantaran siswa diperlakukan dengan baik. "Kalau siswa diperlakukan dengan baik, besok, dia juga akan memperlakukan orang lain dengan baik," tuturnya.

Saat ini, Irwan mengaku, dirinya memberikan apresiasi kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan Anies Baswedan yang melarang perploncoan di seluruh tingkat pendidikan. "Saya memberikan apresiasi," katanya.  

Sementara itu, catatan Sido Muncul menunjukkan bahwa bakti sosial operasi katarak yang menjadi kegiatan rutin Sido Muncul dan Persatuan Dokter Ahli Mata Indonesia (Perdami) sudah berlangsung sejak 2011. Kegiatan untuk periode 27 Juli 2015 sampai dengan 29 Juli 2015 tersebut menjadi bagian kerja sama Sido Muncul dengan Panitia Reuni Alumni Sedunia (RAS) SMAN 1 Medan, Perdami, dan RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Ikut pula dalam kerja sama itu adalah Kota Madya Jakarta Pusat.

Terkini, hingga Juli 2015, kerja sama itu sudah berhasil mengoperasi 42.520 mata. Pelaksanaan operasi ada di 27 provinsi, 200 kota/kabupaten, dan 216 rumah sakit.

Kemudian, dari total jumlah mata yang dioperasi tadi, ada 7.893 mata yang dioperasi dalam rangka kerja sama Sido Muncul dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) sejak 2012.  

TRIBUNNEWS/HERUDIN Direktur Utama PT Sido Muncul, Irwan Hidayat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com