Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menggugat Kinerja Profesor

Kompas.com - 11/11/2015, 17:00 WIB

Jadi, jika ada lebih dari satu calon yang memenuhi kriteria minimal di atas, sementara universitas hanya memiliki dana untuk satu profesor, salah satu yang terbaik akan ditunjuk untuk mengemban jabatan profesor tersebut.

Bandingkan dengan syarat profesor di Indonesia, yaitu minimal 850 kum yang notabene dapat dikumpulkan dari mengajar teratur dan rajin mengunjungi konferensi di dalam negeri.

Sementara syarat tambahannya adalah satu makalah di jurnal ilmiah internasional bereputasi yang didefinisikan sebagai memiliki faktor dampak.

Syarat yang jauh lebih lunak dibandingkan dengan Malaysia ini saja sudah menuai banyak protes.

Di lain pihak, meski aturan yang dibuat Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) ini merupakan syarat minimal dari pemerintah untuk universitas dari Sabang hingga Merauke, menambah satu lagi makalah di jurnal internasional sebagai syarat profesor di universitas nomor satu di negeri ini dianggap sudah zalim!

Jika situasi seperti ini terus dibiarkan, kapan universitas-universitas kita dapat setara dengan universitas negeri jiran? Mungkin 100 tahun lagi atau tidak akan pernah terjadi sama sekali.

Masalah utama di balik minimnya jumlah profesor adalah rendahnya mutu riset yang dilakukan.

Masalah ini sudah berkali-kali saya lontarkan di harian ini (Kompas 13/8/2014, 30/8/2013, dan 29/10/2012).

Akibat rendahnya mutu riset, hasil riset tidak dapat dipublikasi di jurnal internasional yang merupakan jurnal baku (standar) di komunitas ilmiah bersangkutan, tidak mudah untuk dipatenkan, dan akhirnya tidak laku dijual ke masyarakat pengguna.

Sangat logis jika para dosen kita tidak banyak yang berkiprah di komunitas ilmiah internasional masing-masing.

Banyak hal yang mengakibatkan rendahnya mutu riset. Yang sering disalahkan adalah kurangnya dana serta fasilitas riset meski yang paling patut dicurigai adalah rendahnya ambisi untuk melakukan riset karena riset hanya dipakai untuk naik pangkat!

Namun, ada satu hal yang masih luput dari perhatian, yaitu dalam hal riset kita sudah mengasingkan diri dari kancah internasional dengan mendefinisikan sendiri apa itu riset serta bagaimana menilai kinerja periset serta produk riset.

Akibatnya, kita jarang melihat apa yang dikerjakan oleh kolega kita di Malaysia, apalagi di negara maju, seperti Amerika, Jepang, dan Jerman.

Ribut-ribut tentang faktor dampak (impact factor) jurnal, indeks-h, serta peringkat universitas merupakan bentuk kekagetan kita setelah sekian lama terasing dari dunia ilmiah internasional.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com