Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanudin Abdurakhman
Doktor Fisika Terapan

Doktor di bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang. Pernah bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang, kini bekerja sebagai General Manager for Business Development di sebuah perusahaan Jepang di Jakarta.

Mengapa Kuliah di Jepang?

Kompas.com - 03/03/2016, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Bila itu dicapai, seorang sensei akan bahagia. Bagian ini menurut saya adalah salah satu alasan kenapa kuliah di Jepang itu menarik.

Jepang adalah negara bisnis terkemuka. Berbagai perusahaannya menggurita ke seluruh dunia. Lulus dari sebuah universitas Jepang berarti berpeluang bekerja di salah satu perusahaan tersebut.

Tidak hanya itu. Ada sangat banyak pula perusahaan internasional non-Jepang yang berbisnis di Jepang dan melakukan rekrutmen. Maka lulus dari universitas Jepang membuka peluang untuk menjadi warga negara global, yang bisa bekerja di negara mana pun.

Ada beberapa teman saya yang begitu lulus langsung bekerja di Jepang. Beberapa di antaranya mendapat tugas ke luar Jepang, di Eropa atau Amerika.

Ada juga yang memilih untuk ditempatkan di Indonesia, sekalian pulang kampung. Tidak sedikit pula yang memilih untuk terus berada di Jepang.

Lalu, apa kesulitan kuliah di Jepang? Kesulitan pertama adalah biaya. Biaya kuliah yang harus dibayarkan kepada universitas negeri setahun berkisar di angka 50 juta rupiah. Sedangkan biaya hidup sekitar 7-8 juta sebulan.

Bagi yang berprestasi bisa mendapat pembebasan atau diskon biaya kuliah. Bahkan bisa pula mendapat beasiswa. Mahal? Itu hal yang relatif. Biaya kuliah di Indonesia sebenarnya juga tidak murah. Bagi yang kebetulan berada, uang sejumlah itu sebenarnya tidak terlalu tinggi angkanya.

Bagaimana dengan yang tidak mampu? Masih ada jalan dengan mencari beasiswa. Ada pula yang berangkat dengan modal awal, kemudian bertahan di Jepang dengan kuliah sambil kerja paruh waktu.

Ada pula yang berangkat ke Jepang dengan status pekerja magang, kemudian berhasil mendapatkan beasiswa untuk kuliah. Singkat kata, banyak jalan menuju Roma eh Tokyo.

Kesulitan lain adalah bahasa. Banyak orang enggan untuk kuliah ke Jepang karena harus melewati fase belajar bahasa, yang menghabiskan waktu minimal setahun. Banyak yang menganggap ini buang waktu dan biaya. Mereka lebih suka pergi ke negara-negara berbahasa Inggris.

Belum lagi pelajaran bahasa Jepang yang katanya susah bukan main. Inilah yang menyebabkan Jepang belum menjadi negara tujuan utama untuk kuliah.

Saya melihat masalah ini dengan cara yang berbeda. Waktu memilih negara tujuan kuliah dulu saya memprioritaskan negara yang tidak berbahasa Inggris, artinya bukan negara Inggris, Amerika, atau Australia.

Kenapa? Saya sudah bisa bahasa Inggris. Pergi ke negara-negara itu hanya akan menambah sedikit kemampuan saya. Lagipula, orang yang bisa bahasa Inggris sudah sangat banyak. Saya ingin belajar satu bahasa asing lagi.

Seseorang dengan kemampuan bahasa asing lebih dari satu tentu lebih tinggi nilainya di dunia kerja. Makanya Jepang adalah salah satu negara tujuan saya.

Tapi, tidakkah bahasa Jepang itu sulit? Tidak. Tidak ada bahasa yang sulit dipelajari. Berbahasa itu adalah kemampuan alami yang sudah terinstal di otak kita. Anak kecil sekalipun bisa dengan mudah menyerap bahasa. Mengapa kita tidak bisa?

Yang sulit itu adalah ketika kita belajar sesuatu setengah hati, menyerah sebelum mulai. Kalau sudah begitu, sekedar naik sepeda pun jadi sulit.

Ganbare!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads

Copyright 2008 - 2023 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com