Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanudin Abdurakhman
Doktor Fisika Terapan

Doktor di bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang. Pernah bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang, kini bekerja sebagai General Manager for Business Development di sebuah perusahaan Jepang di Jakarta.

Mengapa Kuliah di Jepang?

Kompas.com - 03/03/2016, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Selama kurang lebih 5 tahun saya setia menunggui stand milik Tohoku University pada Pameran Pendidikan Jepang yang setahun sekali diselenggarakan di JCC.

Di luar itu ada juga pameran lain yang diselenggarakan oleh Global 30, sebuah tim yang dibentuk pemerintah Jepang untuk mempromosikan beberapa universitas pilihan di Jepang. Jadi rata-rata setahun 1-2 kali saya menjaga stand pameran itu.

Dalam setiap pameran saya bertemu dengan berbagai jenis orang. Ada yang bersemangat kuliah ke Jepang, tapi tidak punya biaya. Jadi mereka harus bertarung untuk mendapat beasiswa.

Ada yang memang sudah siap dengan biaya sendiri, didukung penuh oleh orang tua. Ada juga yang masih belum jelas, sebenarnya dia berminat benar atau cuma ikut-ikutan. Kepada mereka saya selalu membagi pengalaman dengan suka rela.

Mengapa orang tertarik untuk kuliah ke Jepang? Itu adalah pertanyaan yang dulu ditanyakan oleh tim seleksi waktu saya mengikuti tes beasiswa.

Jawaban saya: "Karena saya ingin belajar tentang material engineering. Jepang adalah salah satu negara maju dalam industri material, khususnya semikonduktor. Maka Jepang adalah pilihan yang tepat untuk belajar."

Hingga kini saya kira jawaban itu masih relevan. Jepang masih merupakan negara dengan berbagai keunggulan teknologi khususnya material, elektronika, sistem informasi, kedokteran, dan masih banyak lagi.

Jadi memilih Jepang dengan alasan bahwa mereka unggul dalam teknologi itu adalah sesuatu yang sangat tepat.

Lalu apa lagi? Jepang dengan keunikan budayanya sudah semakin akrab dengan kita. Anak-anak muda sekarang terbiasa dengan animasi Jepang (anime), berbagai jenis game, juga berbagai aspek budaya lain. Makanan Jepang pun sudah dengan mudah bisa kita temukan di berbagai tempat.

Jadi, Jepang bukan lagi sebuah negeri yang teramat asing bagi kita. Banyak anak muda yang ingin sekolah di Jepang karena ketertarikan mereka pada keunikan budaya Jepang.

Hal lain yang merupakan daya tarik banyaknya perusahaan Jepang yang berbisnis di Indonesia. Perusahaan-perusahaan ini membutuhkan banyak tenaga kerja yang tidak hanya kompeten di suatu bidang, tapi juga punya pengetahuan tentang budaya dan gaya manajemen di perusahaan Jepang.

Termasuk juga orang-orang yang paham bahasa Jepang. Artinya kesempatan bekerja di Indonesia bagi para lulusan Jepang terbuka luas.

Ada satu hal yang menurut saya cukup unik di Jepang. Di tingkat akhir mahasiswa biasanya dibimbing oleh seorang profesor (sensei). Menjelang lulus mereka akan mencari pekerjaan (shushoku katsudo).

Pada masa ini peran sensei sangat besar. Ia berlaku laksana bapak bagi para mahasiswa. Ia akan menggunakan segala jaringan dan kekuatan yang ia miliki untuk membantu agar anak didiknya mendapat pekerjaan.

Mahasiwa yang belum mendapat kerja menjadi semacam beban moral bagi seorang sensei. Karena itu ia akan mati-matian membantu. Umumnya mahasiswa sudah pasti mendapat kontrak kerja sebelum lulus.

Bila itu dicapai, seorang sensei akan bahagia. Bagian ini menurut saya adalah salah satu alasan kenapa kuliah di Jepang itu menarik.

Jepang adalah negara bisnis terkemuka. Berbagai perusahaannya menggurita ke seluruh dunia. Lulus dari sebuah universitas Jepang berarti berpeluang bekerja di salah satu perusahaan tersebut.

Tidak hanya itu. Ada sangat banyak pula perusahaan internasional non-Jepang yang berbisnis di Jepang dan melakukan rekrutmen. Maka lulus dari universitas Jepang membuka peluang untuk menjadi warga negara global, yang bisa bekerja di negara mana pun.

Ada beberapa teman saya yang begitu lulus langsung bekerja di Jepang. Beberapa di antaranya mendapat tugas ke luar Jepang, di Eropa atau Amerika.

Ada juga yang memilih untuk ditempatkan di Indonesia, sekalian pulang kampung. Tidak sedikit pula yang memilih untuk terus berada di Jepang.

Lalu, apa kesulitan kuliah di Jepang? Kesulitan pertama adalah biaya. Biaya kuliah yang harus dibayarkan kepada universitas negeri setahun berkisar di angka 50 juta rupiah. Sedangkan biaya hidup sekitar 7-8 juta sebulan.

Bagi yang berprestasi bisa mendapat pembebasan atau diskon biaya kuliah. Bahkan bisa pula mendapat beasiswa. Mahal? Itu hal yang relatif. Biaya kuliah di Indonesia sebenarnya juga tidak murah. Bagi yang kebetulan berada, uang sejumlah itu sebenarnya tidak terlalu tinggi angkanya.

Bagaimana dengan yang tidak mampu? Masih ada jalan dengan mencari beasiswa. Ada pula yang berangkat dengan modal awal, kemudian bertahan di Jepang dengan kuliah sambil kerja paruh waktu.

Ada pula yang berangkat ke Jepang dengan status pekerja magang, kemudian berhasil mendapatkan beasiswa untuk kuliah. Singkat kata, banyak jalan menuju Roma eh Tokyo.

Kesulitan lain adalah bahasa. Banyak orang enggan untuk kuliah ke Jepang karena harus melewati fase belajar bahasa, yang menghabiskan waktu minimal setahun. Banyak yang menganggap ini buang waktu dan biaya. Mereka lebih suka pergi ke negara-negara berbahasa Inggris.

Belum lagi pelajaran bahasa Jepang yang katanya susah bukan main. Inilah yang menyebabkan Jepang belum menjadi negara tujuan utama untuk kuliah.

Saya melihat masalah ini dengan cara yang berbeda. Waktu memilih negara tujuan kuliah dulu saya memprioritaskan negara yang tidak berbahasa Inggris, artinya bukan negara Inggris, Amerika, atau Australia.

Kenapa? Saya sudah bisa bahasa Inggris. Pergi ke negara-negara itu hanya akan menambah sedikit kemampuan saya. Lagipula, orang yang bisa bahasa Inggris sudah sangat banyak. Saya ingin belajar satu bahasa asing lagi.

Seseorang dengan kemampuan bahasa asing lebih dari satu tentu lebih tinggi nilainya di dunia kerja. Makanya Jepang adalah salah satu negara tujuan saya.

Tapi, tidakkah bahasa Jepang itu sulit? Tidak. Tidak ada bahasa yang sulit dipelajari. Berbahasa itu adalah kemampuan alami yang sudah terinstal di otak kita. Anak kecil sekalipun bisa dengan mudah menyerap bahasa. Mengapa kita tidak bisa?

Yang sulit itu adalah ketika kita belajar sesuatu setengah hati, menyerah sebelum mulai. Kalau sudah begitu, sekedar naik sepeda pun jadi sulit.

Ganbare!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com