KOMPAS.com - Bagaimana mungkin seorang pengusaha Tionghoa di masa Orde Baru yang kental sentimen anti-Tionghoa mampu menjadi seorang taipan Indonesia terkaya di Asia Tenggara?
Di puncak kesuksesannya, sekitar tahun 1996, Liem Sioe Liong terlibat erat dengan kehidupan sehari-hari jutaan keluarga Indonesia. Mulai dari bank (BCA), semen (Indocement), pengolahan tepung (Bogasari), hingga makanan (Indofood). Bahkan, perusahaan mi instan miliknya telah mengalahkan sang produsen instan, Nissin Food.
Dekat dengan Soeharto
Kesuksesan Liem tak dapat dilepaskan dari pertemanan dan patronasenya dengan Presiden RI saat itu, Soeharto. Berkat perlindungan yang diberikan Soeharto, Liem mendapatkan perlakuan istimewa berbisnis di Indonesia. Tentu saja, hal itu menuntut imbalan, yakni dalam bentuk saham dan sumbangan kepada yayasan-yayasan yang dinaungi Soeharto.
Perkenalan Liem dengan Soeharto dimulai saat Liem memasok kebutuhan tentara di bawah komando Soeharto. Hal itu berlanjut saat Soeharto menjadi komandan divisi di Semarang tahun 1956, bahkan berkembang setelah Soeharto menjadi presiden. Dengan perpaduan kerendahan hati dan keramahan, Liem menjaga pertemanan dengan Soeharto hingga masa tuanya.
Memang, walaupun Liem dan Soeharto lahir di negeri berbeda, menurut buku Liem Sioe Liong dan Salim Grup: Pilar Bisnis Soeharto, keduanya punya banyak kesamaan. Simak berikut ini:
1. Keluarga Sederhana
Kesamaan paling mencolok adalah, baik Liem maupun Soeharto bukanlah keturunan keluarga kaya. Keduanya lahir dari keluarga sederhana di pedesaan.
Kesederhanaan itu masih dibawa oleh kedua pribadi tersebut sampai dengan akhir hidupnya. Sepanjang masa kepresidenan, Soeharto mendiami rumah tidak mencolok yang sama di Jalan Cendana.
Selain itu, masa kecil Soeharto yang hidup dekat dengan sawah dan pertanian membuatnya betah menikmati peternakan Tapos miliknya di daerah Bogor. Di sisi lain, Liem tetap merasa bahagia menyantap sarapan sederhana bubur dan tahu bersama keluarganya.
2. Pendidikan formal seadanya
Baik Liem maupun Soeharto bukanlah lulusan perguruan tinggi ternama, atau pendidikan tinggi formal dari luar negeri. Mereka mengenyam pendidikan formal seadanya. Bahkan, mereka tidak fasih berbahasa asing.
Liem menceritakan bahwa dirinya hanya sempat mengenyam pendidikan informal dengan seorang guru yang diundang ke desanya. Sementara itu, Soeharto hanya menamatkan SMP sebelum meneruskan ke pendidikan ketentaraan.
Dengan latar belakang pendidikan terbatas, keduanya sukses di jalur yang berbeda. Yang satu berhasil menjadi pemimpin sebuah negara selama lebih kurang 30 tahun, dan lainnya berhasil mengembangkan bisnis hingga ke mancanegara.
3. Percaya hal mistis