Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bicara Cinta...

Kompas.com - 22/04/2016, 23:29 WIB

KOMPAS.com—“Sebab, salah satu cara terbaik merasakan cinta adalah membicarakannya lewat kata dan sketsa....”

Cara terbaik membicarakan cinta adalah merasakannya. Kumpulan kutipan dan gambar yang saling mengisi dalam buku Bicara Cinta dari Penerbit Bhuana Ilmu Populer ini berusaha meraba-raba apa yang hati sampaikan lewat rasa.

Sesudah itu, kutipan dan gambar tentang rasa cinta itu pelahan bakal menjelma menjadi teman mengobrol dan sahabat curhat, yang bisa kamu ajak ke mana saja dan bercerita tentang apa pun, yang memotivasi, berjalan bersamamu, dan mewakili suara hati yang ingin diungkapkan.

Mencintai ibarat kata kerja yang mewakili kata “derita”, mengemas diri dengan bungkus permen lolipop. Hanya sebuah samaran! Lagi pula, kita semua menyukainya, jadi baik-baik saja.

Saling bersahutan, berseling gambar, rangkaian kata dalam buku ini berpadu padan menyusun makna tentang rasa, tentang cinta. Simak saja beberapa ungkapan dalam buku yang beredar sejak 9 Februari 2016 ini.

"Kamu tahu apa alasannya? Sederhana saja, coba tengok salah satu rak lemarimu, dekat dengan baju-baju koleksimu, sudah berapa topeng yang kamu punyai untuk digonta-ganti sebelum melangkah keluar rumah?"

Dok Penerbit Bhuana Ilmu Populer Ilustrasi Bicara Cinta

Atau, "Entah 'pertemuan' ke berapa di antara kita yang disertai cerita muram tentang rasa. Kubayangkan ia—di sana, sedang naik ke loteng kamar kosnya, berteriak dalam diamnya kepada kerlap-kerlip lampu kota yang menertawainya diam-diam tiap malam."

Penulis-penulis muda, berusia antara 18 tahun sampai 35 tahun bersinergi kata untuk bersama-sama memaknai rasa cinta.

"Kututup layar ponsel setelah membaca pesan retorisnya berulang kali. Perbincangan perihal perasaan bersamanya selalu seperti ini—mampu membelah masing-masing hati kita jadi dua. Nyeri!"

Di lembar berikutnya, "Kupindai pandangan keluar jendela yang kacanya sudah buram oleh debu yang melengket. Pandangan di luar rumah tak jauh berbeda dari kemarin; pohon dan semak-semak yang saling bergesekan karena tiupan angin."

Dan sederet pertanyaan pun berhamburan dalam lembar-lembar halaman buku ini.

"Apakah kerap begitu, ketika kamu mengizinkan diri untuk mencintai?"  Juga, "Aku mencintainya belasan tahun. Menunggunya adalah bentuk perjuanganku lainnya. Dan, bagaimana harus kubayangkan ketika ternyata juang adalah sinyal lain bagi kata serah?"

"Suara derik jangkrik semakin terdengar. Cuap-cuap dari radio tua yang kerap kunyalakan begitu saja tiba-tiba jelas menyeruak. Keduanya saling timbul tenggelam, berebut jadi latar atas lamunanku yang terlempar pada seseorang setelah pesan beruntun itu menghantam ingatanku."

Dok Penerbit Bhuana Ilmu Populer Ilustrasi Bicara Cinta

Maka, sebuah makna tentang cinta pun menyeruak.

"Cinta dan mencintai itu... dan seseorang itu... Sialnya aku tak pernah menyesal. Ini seperti kamu meminum segelas cairan yang tak kamu tahu, dan nyatanya adalah setegak racun.

Kamu mati dengan bahagia karena... untungnya kamu yang menelannya, bukan seseorang yang kamu ajak minum bersamamu—yang kamu tunggu pertemuannya, yang kamu... cintai. Ia bahagia, dan cerita ini usai. Tak apa...."

Pahit getir pun remuk redam adalah pelangi di antara cerahnya canda tawa dan tawa riang para pencinta. Sedu pun nyaris tak terlewat dari setiap kisah cinta.

"Aku terisak. Aku bangkit dari ruang tengah menuju ke kamarku kembali, menyambar bolpoin yang berserak di meja dan mulai menulis dongeng-dongeng, membuat kisah-kisah. Lalu, satu per satu mengajakku membincangkan tentang sebentuk rasa yang orang-orang sebut cinta, lebih jauh dan berbeda.

Kuraih ponsel, beberapa pesan nyatanya sudah masuk terlebih dahulu lewat getar-getar yang kuabaikan. Pesan darinya lagi, yang bilang ia sedang sibuk menggambar dan mencoret sketsa, ia ingin tahu bagaimana rupa hati yang remuk."

Dok Penerbit Bhuana Ilmu Populer Ilustrasi Buku Bicara Cinta
"Ia pun mengirimkan potong-potong gambarnya yang merekam jejak-jejak kenangan yang sepi. Lalu, keajaiban terjadi: beberapa kalimat pada tumpukan kisah-kisahku meloncat-loncat keluar dan mencari pasangan gambarnya masing-masing—yang sekiranya punya satu rasa untuk bersuara. Aku tertegun, kuusap air mataku.

Yang menyakitkan adalah ketidaksetiaan, yang mengecewakan adalah kebohongan, yang melukai adalah permainan, yang menghancurkan adalah pengkhianatan, yang membunuh adalah kehilangan, dan sejenisnya.

Cinta yang kita bicarakan adalah... satu-satunya yang tidak menyakiti, mengecewakan, melukai dan lain-lainnya yang kamu sebutkan tadi.

Jari-jariku bergetar. Hatiku gemetar untuk melanjutkan. Ia ikut menangis..."

Cinta selalu mendapat porsi yang lebih banyak, lebih besar, sebab sejatinya kita diisi olehnya.

(Veronica Gabriella|Leo Paramadita)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com