JAKARTA, KOMPAS.com — Saat pembangunan infrastruktur jadi fokus pemerintahan Kabinet Presiden Joko Widodo, Indonesia ternyata malah masih kekurangan insinyur, terutama dari anak bangsa sendiri. Program subsidi pun dirancang.
"Selain jumlahnya memang sudah kurang, lulusan (sekolah) insinyur lokal juga lebih memilih bekerja di bidang lain," ujar Direktur Umum Bidang Iptek dan Kelembagaan Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Patdono Suwignjo, Selasa (17/5/2016).
Menurut Patdono, kebanggaan insinyur terhadap profesinya relatif kurang. Alasan yang jamak muncul adalah kecilnya penghasilan dari profesi bidang itu.
“Pada 2012, tenaga insinyur lulusan S-2 yang bekerja pada salah satu perusahaan berbasis teknik di Surabaya hanya dapat gaji Rp 2,25 juta per bulan. Padahal, lulusan S-1 kalau kerja di bank bisa terima gaji Rp 6 juta per bulan," ungkap Patdono.
Subsidi
Bicara dalam diskusi “Unlocking Indonesia’s Bright Future The Role Of Education”, Padtono mengatakan, Pemerintah tengah merancang program subsidi untuk industri yang bisa membayar mahal tenaga insinyur lokal.
“Dikti sudah punya program untuk memberi bantuan pada industri berbasis teknik yang tak mampu membayar mahal tenaga insinyur muda Indonesia. Tujuannya, insinyur muda kita bekerja sesuai bidangnya dan terutama bekerja di Indonesia,“ papar Patdono.
Program tersebut sudah diusulkan untuk tahun anggaran 2016. Namun, kata Patdono, keterbatasan dana menyebabkan usulan tersebut tidak bisa terlaksana pada tahun ini, tetapi akan diusulkan kembali untuk tahun anggaran 2017.
Masih menurut Patdono, minimnya gaji insinyur di Indonesia tecermin pula dari kecilnya kontribusi industri lokal terhadap pembiayaan riset bagi perguruan tinggi, termasuk riset untuk program studi teknik di perguruan tinggi.
"Industri lokal hanya menyumbang 0,09 persen (biaya riset teknik di perguruan tinggi)," kata Patdono. Berkebalikan, di luar negeri, 80 persen biaya riset ini ditanggung industri dan 20 persen dari negara.
Program studi profesi
Saat ini terdata ada 750.000 insinyur di Indonesia. Namun, hanya 40 persen yang tetap bekerja di bidang keinsinyuran. (Baca: Kekurangan Insinyur, Indonesia Bisa Digempur Asing)
Sementara itu, Pemerintah memperkirakan seluruh program infrastruktur yang menjadi prioritas pemerintah Presiden Joko Widodo butuh sekitar 120.000 insinyur setiap tahun. Adapun lulusan insinyur per tahun sekitar 65.000 orang.
Untuk mengejar kebutuhan jumlah insinyur ini, kata Patdono, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendiidikan Tinggi telah membuka program studi profesi keinsinyuran. Harapannya, akan lahir insinyur profesional.
“Program ini sudah jalan, kami sudah kasih mandat kepada 40 perguruan tinggi negeri (PTN) untuk membuka program studi profesi insinyur. PTN ini akan bekerja sama dengan Persatuan Insinyur Indonesia (PII),“ ungkap Patdono.
Selain itu, lanjut Patdono, dirancang pula program dua shift kuliah di jurusan teknik. “Jadi jumlah dosennya sama, tetapi karena dua shift, (maka) produktivitasnya bisa dua kali lipat," imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.