Kampus Ini "Ngotot" Cari Kerajaan yang Hilang di Yogyakarta

Kompas.com - 19/05/2016, 21:01 WIB
Irfan Maullana

Penulis


KOMPAS.com - Universitas Canterbury, Selandia Baru, mengklaim telah menemukan letak kerajaan yang hilang di Yogyakarta. Sudah lebih dari 50 tahun dicari.

"Beberapa bulan lalu saya kirim siswa saya ke badan arkeologi untuk mempelajari sisa-sisa kerajaan di Yogyakarta. Kita tahu Indonesia pernah memiliki kerajaan yang besar dengan wilayah kekuasaan hingga ke Vietnam, tapi itu hanya dalam catatan saja," kata salah satu dosen senior Universitas Canterbury, doktor Christopher Gomez, saat berbincang dengan Kompas.com di Christchurch, Selandia Baru, pekan lalu.

"Dulu hanya catatan sejarah saja, tapi kami akhirnya berhasil menemukan kerajaan itu beberapa bulan lalu. Tentu, ini kabar gembira setelah kita sama-sama mencarinya lebih dari 50 tahun," lanjut pakar Earth-processes and Environmental Hazards itu.

Sayangnya, Gomez tidak menjelaskan secara persis letak koordinat kerajaan tersebut.

"Kami belum mencitrakannya secara jelas, karena banyak sekali gunung berapi dan sedimen. Jadi, bangunan dari abad ketujuh ini tertutup oleh sedimen dan juga tertutup oleh lautan. Jadi, perlu diteliti lagi mulai dari darat," jelasnya.

Menurut Gomez, sebenarnya data-data yang diperlukan untuk menemukan kerajaan yang hilang itu sudah ada. Kini, para peneliti hanya tinggal melakukan investigasi lebih lanjut.

"Data itu sudah ada di badan arkeologi kalian, dan orang-orang lokal sebelumnya sudah menemukan ada peninggalan candi. Tapi, berdasarkan temuan kami, itu lebih dari candi, melainkan sebuah kota," tutur Gomez.

"Tapi, sayang, kami belum bisa memublikasikan ini sebelumnya. Kami masih perlu kontak dengan badan arkeologi," tambahnya.

Gomez mengatakan, akan sangat menyenangkan jika Universitas Gajah Mada (UGM) tertarik berkolaborasi mencari kerajaan yang hilang tersebut.

"Penelitian ini butuh dana ratusan juta dolar, tapi ini akan lebih mudah jika kami bekerja sama dengan UGM. Tentu, ini akan menarik, apalagi demi menemukan sejarah yang hilang di Indonesia," ujar Gomez.

Menurut Gomez, kolaborasi tersebut bisa dalam bentuk pertukaran pelajar seperti yang sudah dilakukan Universitas Catenbury dengan UGM sejak 2004 lalu. Dia mengaku, sebenarnya pihaknya punya program kolaborasi dengan UGM dan mengajak mahasiswa perguruan tinggi di Yogyakarta itu untuk belajar di Catenbury selama dua tahun.

Dia percaya bahwa pengetahuan lokal bisa melengkapi kecanggihan teknologi georadar yang dimiliki Selandia Baru.

"Kalian sebenarnya lebih mengetahui lebih banyak daripada yang kami pikirkan. Contohnya, ketika meneliti erupsi Gunung Merapi, kami memilih untuk menggunakan pengetahuan orang-orang setempat, budaya setempat untuk mengetahui bagaimana mereka membaca tanda-tanda alam. Jadi, kendati kami membawa teknologi yang canggih dan mahal, kami tetap akui dan tetap menggunakan pengetahuan orang-orang setempat," jelas Gomez.

"Sama seperti ketika kami ke Mentawai. Kami memilih untuk mendengarkan apa yang diketahui oleh warga setempat dan apa saja masalah mereka, lalu seperti apa solusi yang dapat kami berikan kepada mereka," lanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau