Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irwan Suhanda
Editor dan Penulis

Editor dan Penulis

Sumpah Serapah

Kompas.com - 08/06/2016, 06:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

“Dengan mulut kita mengagungkan Allah,

dengan mulut yang sama kita mencerca sesama”

Dikisahkan ada seorang anak laki-laki yang begitu nakal, malas belajar, setiap hari hanya main melulu. Tidak aneh apabila nilai-nilai pelajaran di sekolahnya makin kedodoran. Berkali-kali dinasihati, tetap tidak berubah. Malah makin menjadi-jadi. 

Orangtuanya sudah putus asa. Ia merasa tidak melihat lagi cahaya harapan masa depan pada anaknya ini. Selain beberapa kali tidak naik kelas, juga semangatnya sudah sirna sama sekali.

Maka, niat anaknya untuk berhenti sekolah di bangku SMA, dibiarkan saja. Daripada bikin malu, ya lebih baik berhenti saja, begitu pikir orangtuanya.

Jadilah  anak ini seorang pengangguran muda. Tetapi kemudian ada seseorang yang mengajak anak ini pergi ke luar kota untuk mencari pekerjaan. Tanpa sepengetahuan orangtuanya, anak ini pergi begitu saja.

Ketika orangtuanya mengetahui hal ini, maka murkalah ia. Kemudian dengan kepala panas keluar sumpah serapah dari mulutnya kepada anaknya: “Dasar anak kurang ajar, biar celaka lo di sana!!”

Apa yang terjadi setelah orangtuanya mengucapkan sumpah serapah ini? Yap, beberapa minggu kemudian anak yang malang itu terkena musibah. Tubuhnya tersiram air panas mendidih. Luka bakar meliputi seluruh tubuhnya. Rupanya anak itu bekerja di pabrik tekstil. Berbulan-bulan dirawat di rumah sakit.

Cerita di atas merupakan kisah nyata yang terjadi di Kota Bandung. Dan, menjadi pelajaran yang sangat berharga buat kita semua.

Pertanyaan kita, apakah musibah tersebut murni hanya kecelakaan saja akibat lalai? Ataukah ada faktor lain sebagai penyebab? Apa hubungan antara musibah dan sumpah serapah yang keluar dari mulut orangtuanya?  Apakah sumpah serapah tersebut sebagai pencetus musibah tersebut?

Kisah nyata di atas mengingatkan kita pada  cerita rakyat si Malin Kundang dari Sumatera Barat.

Tersebutlah seorang anak laki-laki bernama Malin Kundang  yang pergi merantau ke negeri orang. Ia meninggalkan ibunya seorang diri di kampung. Tidak disangka, Malin Kundang sukses di perantauan dan menjadi orang kaya.

Ketika Malin Kundang  kembali ke kampung halamannya,tampak ibunya sudah menunggu di pinggir pantai dengan kerinduan yang sangat dalam layaknya orangtua terhadap anaknya.

Saat itu Malin Kundang melihat ibunya yang tampak tua renta, miskin, dengan baju compang-camping. Maka, seketika itu juga Malin Kundang  merasa malu dan tidak mau  mengakui lagi ibu kandungnya tersebut. Malin Kundang risih melihat ibunya yang tampak seperti pengemis.

Melihat sikap Malin Kundang yang telah berubah tersebut, ibunya sangat terkejut, ia sangat sedih tak tertahankan. Ia tidak menyangka anaknya tega berbuat demikian. Anak durhaka!

Selanjutnya?  Ya, dengan menangis tersedu keluarlah sumpah serapah dari mulut ibunya kepada anak tercinta ini.

”Ya Allah, seandainya benar ini anakku, biarlah ia terkena  azab dan menjadi batu!”

Maka perlahan-lahan tubuh Malin Kundang  tampak kaku kemudian benar-benar menjadi batu!

Cerita ini sangat jelas membuktikan betapa ampuhnya sumpah serapah yang turun dari atas ke bawah, yaitu dari orangtua kepada anaknya.

Kedua cerita tersebut intinya sama, yaitu sumpah serapah yang dilontarkan spontan dari mulut orangtuanya sendiri. Hal ini terjadi karena orangtua sudah sangat marah, jengkel, emosi sudah sampai ubun-ubun, disepelekan, dan merasa punya power terhadap anak kandungnya sendiri untuk memberi hukuman.

Arti sumpah serapah menurut KBBI, yaitu berbagai kata buruk, maki makian, disertai kutukan dsb.

Jadi, makna sumpah serapah ini begitu mengerikan karena di dalamnyaa ada kata “kutuk”. Kutuk artinya 1. doa atau kata-kata yang dapat mengakibatkan kesusahan atau bencana kepada seseorang; 2 kesusahan atau bencana yang menimpa seseorang disebabkan doa atau kata-kata yg diucapkan orang lain; laknat; sumpah.

Ternyata sumpah serapah berkaitan dengan kutuk.  Jadi betapa hebatnya sebuah ucapan yang dikeluarkan sembarang dari mulut orangtua kepada anaknya sendiri.

Sumpah serapah tampak sangat mengerikan bila ditimpakan kepada orang-orang yang dicintai, yaitu anggota keluarga sendiri! Dan sedihnya, banyak orangtua yang tidak pernah menyadari  akibat sumpah serapahnya ini. Tidak merasa bersalah. Bahkan berpendapat bahwa hal ini merupakan sebagian dari pendidikan kepada anak!

Seorang kawan pernah bercerita saat ia menjenguk seseorang yang dirawat di rumah sakit. Ia meyakinkan bahwa penyakitnya pasti sembuh. Tetapi orang ini dengan lemah mengatakan,”Tidak mungkin sembuh. Aku pasti mati.”

Sekali lagi kawan saya ini meyakinkan bahwa tak ada yang mustahil bagi Allah. Orang ini berkali-kali menggelengkan kepalanya sambil menangis tersedu,”Aku bakal mati...” Tangisnya meledak.

Beberapa hari kemudian orang ini benar-benar mati. Hal ini nilainya sama dengan menyumpahi dirinya sendiri. Apa yang diucapkan demikianlah yang terjadi. 

Cerita ini pun mengingatkan saya tahun 1980-an. Waktu itu teman ayah saya mengingatkan kepada tetangganya yang memiliki toko kelontong, ”Hati-hati tuh, lampu depan mesti dinyalain, nanti kebongkaran (kemalingan)!”

Waktu itu memang sering terjadi kemalingan di Pasar Pelita. Dengan enteng tetangganya balik berkata, ”Ah, biarin aja kalau kebongkaran!”

Esok paginya, gempar, tokonya betul-betul kemalingan!

Sembarang mengucapkan bisa menjadi kenyataan. Tidak sedikit orang-orang berkata: Ah, mustahil! Gua gak mampu! Nasib gua kok jelek ya? Mo gimana lagi? 

Sering juga kita mendengar orangtua dengan nada tinggi mengatakan kepada anaknya sendiri: dasar anak bodoh! Pemalas! Udah gede mo jadi apa lo! Dan segala jenis makian terus meluncur dari mulut orangtuanya apabila  sudah marah.

Tidak ada salahnya apabila kita menghindari segala sumpah serapah atau sejenisnya yang kurang lebih sama yang muaranya hanya membawa penderitaan.

Tidak ada salahnya kita menghindari hukuman melalui ucapan sumpah serapah.

Orang bilang, mulutmu harimaumu. Tidak ada salahnya dalam keadaan emosi setinggi apa pun kita sanggup mengatakan:  Kamu pasti bisa berubah! Kamu anak baik! Kamu pasti berhasil! Jangan mudah menyerah! Orang lain bisa, kamu juga pasti bisa!

Lebih baik memuji, ketimbang mencela.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com