Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Handoko Gani
Analis Kebohongan

Analisis kebohongan, anggota tim ahli kepolisian untuk kasus kriminal tertentu, trainer korporasi dan pemerintahan, termasuk KPK. || www.handokogani.com || @LieDetectorID

Pembohong yang Layak Dipercaya

Kompas.com - 15/06/2016, 12:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Saya tergelitik menulis artikel ini ketika tanpa sengaja terlibat dalam sebuah review kerja di tempat refleksiologi ternama di mall Central Park Jakarta. Review kerja ini berlangsung secara informal.

Ketika sedang asik ngobrol bersama anak saya, seorang pelanggan berkebangsaan asing keluar dari tempat refleksiologi tersebut sambil bersungut-sungut. Ia marah karena ditelantarkan selama 20 menit tanpa adanya terapis pijat yang menanganinya.

Saya mencoba mengingat kembali isi percakapan yang terjadi. Pasti tidak akan sama persis. Saya belum tersertifikasi menjadi Forensic Lips Reader, yang bisa menganalisa gerak bibir dari kejauhan.

Tak lama, sang terapis pijat favorit yang seharusnya menangani pelanggan ini muncul dengan santai, dari arah luar mall. Ia ditegur.

“Mengapa tidak segera datang ? Bukannya sudah ditelpon M ?”

Sang terapis, sebutlah YSN, beralasan,”Tidak ada yang nelpon. Mungkin sinyal jelek ? ”

Manajer yang bertugas tidak puas dengan jawaban tersebut. Ia memanggil M dan YSN bersama-sama. Ia memastikan apakah M telah menelpon YSN. M memastikannya.

Akhirnya, YSN mengatakan,”Saya sering menerima telpon kerjaan. Begitu datang, ternyata nggak ada. Jadinya, saya gak nganggep”

Saya tersenyum mendengarkan pengakuan YSN.

Bukankah ini kisah “klasik” ? Kisah serupa ada dalam dongeng “si Kelinci Pembohong”. Mungkin Anda juga pernah memperlakukan anak Anda dengan cara seperti itu. Bahkan mungkin ada orang seperti M di dalam team Anda, dan Anda pernah mengalami kejadian seperti YSN.

Ada seseorang yang suka berbohong. Ketika ia jujur, ia justru disangka bohong.

Minggu lalu saya sempat berdiskusi dengan salah satu Chief Manager di Bank Central Asia ketika membedah buku pertama saya, Mendeteksi Kebohongan.

Ia sempat menanyakan kepada saya,”Pak Han, jadi sebetulnya ilmu deteksi bohong ini bermanfaat untuk mempercepat para Superior (Supervisor, Manager, General Manager, Kepala Cabang, Kepala Divisi, Direktur) untuk mengetahui seseorang jujur atau bohong ? Bukankah para Superior sudah bisa memetakan siapa saja yang seringkali berkata / berperilaku bohong berdasarkan kejadian-kejadian selama bekerja ?”

Saya tersenyum.

Persepsi “suka berbohong = pasti berbohong lagi di masa akan datang” adalah persepsi yang seringkali terjadi di sekeliling kita. Dan persepsi inilah salah satu persepsi yang membuat Anda salah deteksi apakah karyawan Anda atau staff Anda berkata/berperilaku jujur atau bohong.

Persepsi ini menjadi semacam “hidung pinokio” yang pasti memanjang. Ketika si A yang ngomong, pasti bohong. Ketika si A ngomong nya seperti itu, si A pasti bohong. Kalau disuruh percaya si A atau B yang bohong, pasti si A yang bohong, karena dia sering berbohong.

Padahal, sekali lagi, saya mengingatkan, bahwa di dalam ilmu kriminologi diajarkan bahwa setiap orang punya potensi berbuat jahat. Yang tidak bisa berbuat jahat hanya Sang Pencipta.

Dan di dalam ilmu psikologi, atau tepatnya ilmu deteksi kebohongan, diajarkan bahwa kebohongan bersifat kontekstual.

Si A yang pernah berbohong, atau bahkan seringkali berbohong, belum tentu akan berbohong lagi pada konteks moment saat ini, atau pada konteks topik tertentu, atau konteksnya saat berbicara di hadapan orang tertentu, misalnya atasan yang ia segani, pimpinan perusahaan, dan lainnya.

Dengan kata lain, siapakah manusia yang bisa dinyatakan sebagai seorang “Pembohong” ?

Tidak ada. Belum ada riset yang bisa memastikan bahwa orang tertentu lebih sedikit berbohong daripada orang lain, sekalipun memang ada riset yang mencoba meminta responden menulis jumlah kebohongan masing-masing (Cole, 2001; Arnett Jensen, Arnett, Feldman, & Cauffman, 2004; Vrij, Floyd, & Ennis, 2003).

Kenyataannya: manusia memang makhluk pelupa, dimana ia bisa lupa kebohongan apa yang terakhir ia lakukan (Backbier & Sieswerda, 1997).

Apakah si X adalah seorang PEMBOHONG dan Anda bukanlah seorang PEMBOHONG ?

Berdasarkan riset, manusia telah mulai berbohong sejak usia 2 tahun (Fritz and Hala, 1989). Riset De Paulo, Kashy et al (1996) juga menemukan bahwa dalam salah satu dari 4 kegiatan/interaksi sosial, seseorang berbohong kepada 3 dari 10 orang yang mereka temui. Dan, akhirnya Tyler et al. (2006) menemukan bahwa dalam 10 menit percakapan, 78% orang berbohong sebanyak 2-3 kali.

Persepsi bahwa seringkali berbohong = Pembohong adalah persepsi yang perlu diperbaiki.

Tidak ada manusia dengan bentuk wajah tertentu, bentuk fisik tertentu, karakter tertentu, cara berjalan tertentu, cara berbicara tertentu yang pasti selalu berbohong dalam konteks apapun.

Kecuali, ia menderita sakit jiwa, misalnya Schizophrenia atau Mythomania, yang mana perlu dibuktikan dengan test psikologi. Bukan hanya berdasarkan analisa non-medis, atau berdasarkan analisa orang awam.

Kembali kepada penerapannya dalam team Anda. Ada 3 pelajaran yang bisa Anda petik.

1.            Ingatlah bahwa setiap orang berpotensi untuk membohongi Anda, termasuk Anda sendiri. Bahkan, sekalipun seseorang berkata jujur tentang topik yang sama di masa lalu, belum tentu ia masih akan berkata jujur tentang topik yang sama saat ini atau di masa depan.

2.            Untuk bisa mendeteksi seseorang jujur atau bohong adalah dengan menggunakan teknik analisa non-verbal (wajah, gestur) dan teknik analisa verbal dalam ucapannya (suara, kata-kata dalam percakapan tatap muka, telpon, sosmed, SMS/WA/BBM/LINES/TELEGRAM, rekaman audio visual, dsbnya).

3.            Bagi Anda yang ingin dipahami dengan benar (memang jujur), berkatalah apa adanya dengan BASELINES (kondisi normal) Anda biasa berkata-kata. Bila kadung sudah ada persepsi “sering berbohong”, Anda perlu menggunakan supporter untuk mendukung pernyataan Anda, dan lain waktu, ubahlah kebiasaan Anda berbohong, agar mempermudah Anda dipercayai orang lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com