KOMPAS.com - Menyandang disleksia bukan berarti seorang anak tak akan punya karya. Hidup mereka pun tetap bisa sama indahnya dengan anak-anak lain. Ibu, jadi peran kunci di sini.
"Banyak orangtua yang tidak mengetahui apa itu disleksia," ujar Amalia (48), ibu dari penderita disleksia, saat ditemui dalam acara roadshow Wonderful Life di Rusun Marunda, Jakarta Utara, Sabtu (17/9/2016).
Amalia menegaskan, peran ibu sangat penting bagi anak berkebutuhan khusus, tak terkecuali disleksia.
"Intinya jika ibu bahagia, pasti anak dan keluarganya bahagia pula," ucap ibu dari Aqil Prabowo ini.
Kenali gejala
Untuk mengetahui gejala anak penyandang disleksia, menurut Amalia sebenarnya cukup mudah. Gejala itu biasanya terlihat nyata dari perilaku dan aktivitas sang anak.
Pertama, anak penyandang disleksia sukar membaca dan menulis. Gejala ini yang Amalia temui dari Aqil.
"Saat sekolah, Aqil dinyatakan oleh gurunya susah membaca dan berhitung," ujar dia.
Kedua, penyandang disleksia tidak bisa membedakan kiri dan kanan.
"(Sayangnya), kebanyakan orangtua yang mengetahui gejala itu akan melabelkan anak itu bodoh dan malas, bukannya mencari tahu," ujar Amalia.
Amalia menyarankan orangtua tak ragu membawa anak ke psikolog, begitu kedua gejala itu terpantau. Langkah berikutnya adalah mencari sekolah yang tepat.
"Itulah yang saya lakukan saat mengetahui Aqil penyandang disleksia," ujar Amalia.
Menurut Amalia, anak penyandang disleksia harus dituntun untuk menghadapi masa depannya.
Memilih aktivitas
Amelia mengetahui Aqil penyandang disleksia ketika buah hatinya itu berusia 6 tahun. Sekarang Aqil sudah duduk di bangku kelas 1 SMP.
Ketika tahu anaknya menyandang disleksia, Amalia mulai memberikan perhatian dan arahan agar minat sang anak tetap dapat tersalurkan.
Tentu, ujar Amalia, usaha tersebut tak semudah membalik telapak tangan. Dia harus mencobakan satu per satu aktivitas, sampai anaknya terlihat cocok dengan bidang gambar.
"Sebelumnya saya arahkan ke wushu, badminton, dan aikido. Namun, itu tidak berlangsung lama," ujar Amalia.
"Dengan gambar, saya juga bisa melihat apa yang dirasakan Aqil. Salah satunya jika ia sering memberi warna merah pada gambar, itu berarti ia sedang ketakutan," tutur Amalia.
Selain itu, Amalia juga rutin mengajak Aqil mendaki gunung. Menurut dia, hiking juga sangat bermanfaat bagi penyandang disleksia.
Dari catatan sampai film
Amalia mencatat segala cerita selama ia mengurus anaknya. Catatan tersebut kerap menuai pujian dari keluarga dan sahabat Amalia.
Kini, catatan tersebut telah dibukukan menjadi novel terbitan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) berjudul "Wonderful Life".
"Saya sering mencatat dan itu sering di-share oleh teman-teman saya, sampai akhirnya dicetak jadi buku," tutur Amalia.
Belakangan, novel dari catatan tersebut diangkat ke layar lebar menggunakan judul yang sama. Sosok Amalia di film ini diperankan Atiqah Hasiolan.
Rencananya, film yang diproduseri Rio Dewanto itu akan tayang perdana 13 Oktober 2016.
Rusun Marunda menjadi awal dari roadshow Wonderful Life. Di sini, Amalia dan Aqil mengajak anak-anak di rusun itu menggambar bersama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.