Indy Hardono
Pemerhati pendidikan

Saat ini bergiat sebagai koordinator tim beasiswa pada Netherlands Education Support Office di Jakarta. Sebelumnya, penulis pernah menjadi Programme Coordinator di ASEAN Foundation. 

Membatik, Bukan Sekadar Membatik...

Kompas.com - 03/10/2016, 13:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLatief

KOMPAS.com - Batik sebagai warisan budaya seringkali hanya dikenal sebagai karya seni. Batik kurang diperkenalkan sebagai satu legacy yang lengkap.

Sejauh ini batik lebih banyak dikupas dari sisi asal muasalnya, keragaman motif, teknik batikannya, pewarnaan, kelangkaan dan usianya.

Tak kurang dari pemerintah, pendidik, seniman dan budayawan masih membahas batik lebih di tataran sejarah, proses membatik, pelestarian, pengembangan dan industrinya. Padahal, batik lebih dari apa yang terlihat.

Batik sang pendidik

Batik sudah sangat sering disoroti dari dimensi seni dan sejarahnya. Hampir semua referensi batik membahas batik dari  dua sudut itu. Pun, dari dimensi ekonomi dan industri.

Namun, bagaimana dengan dimensi budaya dan pendidikan? Sadarkah kita bahwa sehelai kain batik mengajarkan kita tentang banyak hal?

Batik adalah tentang keselarasan. Keselarasan warna, motif dan pola berulang, yang terjaga. Batik adalah tentang konsistensi. Konsistensi dan keuletan dalam menghasilkan karya terbaik.

Batik juga mengajarkan pentingnya mengedepankan kualitas, bahkan juga mengajarkan tentang kedigdayaan dan keunggulan. Kedigdayaan teknik membatik Indonesia tidak ada  tandingannya dibandingkan negara lain yang juga memiliki batik.

Batik mengajarkan kita bahwa kualitas adalah kunci menggapai keunggulan. Kesuksesan tak diraih dengan instan, begitu intinya!

KOMPAS/RIZA FATHONI Museum Batik Danar Hadi dan Ndalem Wuryoningratan di Jalan Slamet Riyadi, Surakarta.
Batik adalah Jiwa

Jauh sebelum konsep tentang pentingnya multi kultural skil di era global ini, sejak dahulu batik telah mengajarkan pentingnya keterbukaan dan kemampuan memadukan perbedaan. Hal itu dapat kita cermati dari batik Pesisir utara Jawa yang ragam motifnya menggambarkan indahnya perpaduan motif lokal dengan motif 'asing' seperti 'buketan' dari Eropa dan burung hong dari Cina.

Sejatinya, proses membatik diawali dengan tirakat dan puasa. Ada doa di setiap tarikan canting. Dari situ terlihat, bahwa membatik diawali oleh koneksi jiwa si pebatik dan jiwa Sang Pencipta. Membatik menjadi titik temu nur insani dan nur ilahi.

Batik adalah gambaran perjalanan hidup yang lengkap, yang semuanya harus dilalui. Bak perjalanan hidup manusia dari lahir sampai berpulang, membatik pun ada perjalanannya, mulai dari mola, ngiseni, mbatik, nembok dan nglorod. Tidak ada jalan pintas dalam membatik.

Batik dan Nation Building

Nation Building adalah tentang mengubah cara pandang, pikiran, karakter, sikap, dan perilaku yang berorientasi pada keunggulan. Ini tidak dapat sekadar mengandalkan perombakan institusional tanpa diserai dengan perombakan manusianya yang berbudaya dan beradab, dan menjunjung tinggi nilai-nilai  luhur.

Batik adalah sumber daya luar biasa yang dapat mempercepat proses nation building,  yang bahan bakunya adalah nilai-nilai luhur dan output-nya adalah keunggulan dan martabat Bangsa.

Namun, entah mengapa, batik masih kurang dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan dan pembangunan karakter. Mungkin, sudah saatnya memasukkan materi tentang batik dan wastra Nusantara ke dalam kurikulum Pendidikan.

Tapi, tentu saja, materi ajar bukan hanya tentang teknik membuat batik, melainkan juga pemahaman tentang filosofi yang dikandungnya.

Generasi muda harus mengetahui makna dari beragam motif misalnya arti motif truntum atau filosofi dari batik Tiga negeri. Batik adalah guru dan pendidik!

Rasanya, tak cukup bagi kita hanya memakai, mengkoleksi dan melestarikan batik. Batik adalah filosofi dan nilai luhur bangsa ini. Batik juga harus dipahami, dihayati, dan dipanuti.

Maka, mari kita kembali ‘menuliskan’ nilai-nilai luhur kita. Mari kita kembali belajar 'membatik'. Karena dari batik milik kitalah nilai-nilai luhur berada dan perlu ditanamkan pada anak-anak kita.

Selamat memaknai Hari Batik Nasional!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau