Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Batu, Gus Dur, dan Gereja

Kompas.com - 21/10/2016, 14:48 WIB

Tiga batu yang ditemukan pada 1997 silam itu adalah batu yang paling berkesan bagi Yani. Ketiganya ditemukan di kampung halamannya, Lebak Banten, di lokasi berbeda. Batu pertama ia temukan di jalan menuju sungai, batu kedua ia ambil di tepi sungai, dan batu ketiga ia dapatkan di daratan sungai yang surut.

"Tiga batu ini menurut aku sangat ajaib dan menyenangkan. Sampai di rumah, ketiga batu itu aku gabung jadi satu bentuk yang menurut aku luar biasa. Dan itu bisa pas. Jadi kayak jodoh," tutur Yani.

Batu-batu yang Yani kumpulkan tak hanya dari kampung halamannya. Setiap kali ia keluar kota, pastilah batu yang menjadi buah tangan. Jumlahnya, menurut perkiraan Yani, sekarang sudah ribuan. Kalau dirinya tak sempat berkunjung ke suatu daerah, ia bahkan menghubungi temannya untuk dikirimkan.

Beberapa batu ada yang dipamerkan di halaman rumahnya. Ada pula yang difungsikan sebagai kursi. Tak pernah ada alasan khusus bagi Yani untuk mengumpulkan batu. Jika tertarik, ia akan ambil. Kalau ia berjalan di suatu tempat, ia seolah-olah mendengar batu yang memanggilnya untuk diambil.

"Mungkin orang lihat, ih apaan sih ngumpulin batu hehehe," kata Yani.

Meski sudah banyak sekali batu yang dikoleksinya, Yani tak ada niat untuk memamerkannya ke publik. Ia berpikir, jika memang ingin dipamerkan, harus layak dan pantas penyajiannya. Ia pun memilih batu-batu itu tetap ada di rumahnya.

"Sementara ini biarkan saja dia berkomunikasi dengan aku, berdekatan dengan aku, hahaha," katanya diiringi tawa.

Patung Gus Dur

Di bengkel kerjanya, teronggok banyak sekali patung. Terbuat dari aneka bahan: tanah liat, semen, resin, perunggu, dan kuningan.

Ada pula sebuah patung manusia dengan posisi tidur miring, terbuat dari akar pohon oyot (rambat). Patung dari akar oyot tadi diberi judul 'Bakti, Tumbuh, Tambat, Daya Hidup'. Patung dengan panjang 300 cm, lebar 230 cm, dan tinggi 70 cm ini dibuat khusus untuk pameran di Galeri Lawangwangi, Bandung pada 6 Agustus 2016 lalu.

Selain untuk pameran, Yani pun kerap diminta untuk membuat patung landmark. Di sebuah kompleks perumahan di Surabaya, ia membuat patung setinggi 12 meter berjudul 'Menggapai Cakrawala' itu pada 2008. Patung itu berwujud seperti orang-orang yang sedang berlari ditiup angin, dan berlari makin tinggi di ujungnya.

Di dekat rumahnya, tepatnya di kawasan BSD City, Tangerang, Yani membuat patung setinggi 6,5 meter yang diberi nama 'Beyond the Tides' pada 2005.

Di Jakarta, Yani pun membuat patung figur Presiden Indonesia ke-4, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur kecil yang tengah membaca sebuah buku. Patung berwarna emas dan berbahan tembaga itu terpacak di Taman Amir Hamzah, Pegangsaan, Jakarta Pusat. Patung itu diresmikan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa pada April 2015 lalu.

Gus Dur kecil berusia 9 tahun setinggi 1,2 meter itu mengenakan kemeja dan celana pendek. Yani mengatakan, pilihan Taman Amir Hamzah sebagai lokasi patung, karena di tempat itu dahulu Gus Dur menghabiskan sebagian masa kecilnya.

Di sana, tutur Yani, Gus Dur menghabiskan waktu bermain sepak bola bersama kawan-kawannya. Lokasi itu juga tak jauh dari Kantor Wahid Institute—yang dahulu merupakan rumah kakek Gus Dur, KH Hasyim Asyari.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com