KOMPAS.com—Indonesia butuh jutaan wirausahawan baru untuk mendorong perekonomian melaju lebih kencang. Sejumlah upaya sudah dan tengah dijalankan Pemerintah. Namun, ada juga upaya yang butuh nyali dari orang-orang Indonesia. Seperti apa data dan ceritanya?
"Kita masih butuh 1,7 juta sampai 1,8 juta bahkan butuh 5,8 juta pengusaha kalau menuju empat persen (persentase wirausahawan dari total penduduk)," kata Presiden Joko Widodo di acara Jambore Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Perguruan Tinggi se-ASEAN, di Bandung, Jawa Barat, Senin (23/5/2016).
Seperti dikutip Antara, Presiden mengatakan, jumlah pengusaha di Indonesia masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan negara lain sesama anggota ASEAN. Rata-rata, sebut Presiden, pengusaha di negara-negara tersebut sudah mencapai 4 persen populasi.
Merujuk data Global Entrepreneurship Monitor (GEM), pelaku wirausaha di Indonesia per 2014 baru berjumlah sekitar 4,125 juta orang. Dari total populasi Indonesia sekitar 250 juta jiwa, jumlah wirausahawan itu setara sekitar 1,65 persen.
Sebagai pembanding, merujuk data yang sama, Thailand sudah punya 3 persen wirausahawan, sementara Malaysia dan Singapura berturut-turut di kisaran 5 persen dan 7 persen. Versi lain bahkan menyebutkan persentase yang lebih tinggi, seperti Thailand sudah di kisaran 5 persen dan Malaysia 6 persen.
Menurut Presiden, jumlah wirausahawan juga punya korelasi dengan tingkat daya saing negara-negara bersangkutan. Banyak hal, ujar Presiden, masih harus dilakukan tak hanya oleh Pemerintah tetapi juga pelaku usaha dan masyarakat.
“Indeks daya saing global di 10 negara ASEAN tertinggi masih Singapura dengan 5,68 persen, kemudian Malaysia 5,23 persen, kemudian Thailand 4,64 persen, baru kemudian Indonesia 4,52 persen," katanya.
Presiden menyatakan, salah satu tujuan dari beragam program dan kebijakan Pemerintah yang sudah dan terus dijalankan sekarang adalah untuk mendorong perbaikan daya saing itu.
Pembenahan infrastruktur, misalnya, menurut Presiden bertujuan menekan biaya logistik, yang ujung-ujungnya adalah meningkatkan daya saing Indonesia.
"Perubahan yang kita lakukan itu adalah untuk membuka seluas-luasnya kesempatan bagi anak muda berusaha," ungkap Presiden dalam kesempatan itu.
Itulah kenapa, Presiden berkeyakinan ekonomi Indonesia akan bergerak maju bila generasi muda mau menjadi wirausahawan. Terlebih lagi, imbuhnya, Indonesia memiliki pasar dan peluang yang sangat besar.
“Jangan mau pasar kita diduduki wirausahawan dari negara lain,” kata Presiden dalam acara penganugerahan Wirausaha Muda Mandiri, di Jakarta, seperti dikutip Kompas.com pada Kamis (12/3/2015).
Soal jumlah ideal wirausahawan di suatu negara, salah satu rujukan yang paling jamak dipakai adalah pendapat David C McClelland. Dalam bukunya “The Achieving Society”, dia mengatakan suatu negara butuh paling tidak dua persen pengusaha dari total jumlah penduduk agar menjadi makmur dan sejahtera.
Pendidikan kewirausahaan
Mengacu pada semua pernyataan dan data di atas, Indonesia pun menggenjot beragam upaya. Misalnya, Kementerian Koperasi dan UKM mengimbau jiwa kewirausahaan sudah ditumbuhkan sejak bangku kuliah.
“Perguruan tinggi berperan melatih dan memotivasi generasi muda untuk memiliki semangat serta daya juang tinggi. Sebab, kewirausahaan menjadi isu penting dan strategis di tengah meningkatnya persaingan global,” ujar Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Agus Muharram, seperti dikutip Kompas.com, Senin (26/9/2016).
Menurut Agus, program pendidikan kewirausahaan penting diberikan di institusi pendidikan. Tujuannya, memunculkan semangat inovasi dan kreativitas dalam diri mahasiswa untuk menjadi wirausahawan pada masa mendatang.
Imbauan itu pun berjawab. Perguruan tinggi seperti Sampoerna University mulai memasukkan materi kewirausahaan ke dalam kurikulumnya. Bahkan, mata kuliah ini merupakan materi wajib bagi mahasiswa yang mengambil jurusan manajemen.
Dalam penerapannya, mahasiswa diberikan kesempatan mengikuti seminar-seminar kewirausahaan. Merujuk situs web sampoernauniversity.ac.id, tujuan kebijakan itu adalah menambah pengetahuan dan menumbuhkan minat mahasiswa berwirausaha.
Selain itu, pola pengajaran secara umum juga turut melatih kemampuan mahasiswa untuk berpikir kritis dan mampu mencari solusi efektif ketika berhadapan dengan tantangan baru. Dua keahlian ini tentunya sangat dibutuhkan seorang wirausahawan.
Salah satu lulusan yang berhasil menjadi wirausahawan dari pola pendidikan ini adalah Riki Amir Kusnadi. Dia dan salah seorang temannya saat masih kuliah membuka sebuah kafe di lingkungan kampus sebagai tempat para mahasiswa makan dan berkumpul.
Merujuk situs web yang sama, Riki mengaku inspirasi membuka kafe itu memang datang dari materi kuliah. Dari situ, dia menyusun rencana bisnis dan mulai membangun usaha.
Setahun setelah kafe itu berjalan, usaha Riki berkembang. Barang-barang kebutuhan mahasiswa seperti alat tulis juga turut dia jual. Bahkan, dia menerbitkan kartu anggota yang antara lain bisa dipakai ketika ada promo diskon.
Peran kewirausahaan terhadap perekonomian pun dapat dilihat dari contoh sukses Riki ini. Pekerja yang dia rekrut, misalnya, adalah warga sekitar tempat tinggal Riki. Makanan yang dijual pun hasil buatan para pedagang di komunitasnya.
“Saya merasa puas, karena tak hanya memberikan tempat yang nyaman bagi orang-orang untuk berkumpul tetapi juga membantu komunitas saya,” ujar Riki.
Nah, mau menyusul jejak Riki? Siap menjadi bagian dari persentase orang yang diyakini bakal memakmurkan dan menyejahterakan bangsa sebagaimana pendapat McClelland dan keyakinan Presiden?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.