Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Imelda Bachtiar

Alumnus Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Indonesia (UI) tahun 1995 dan Pascasarjana Kajian Gender UI tahun 2010. Menulis dan menyunting buku bertema seputar memoar dan pemikiran tokoh berkait sejarah Indonesia, kajian perempuan, Peristiwa 1965 dan kedirgantaraan. Karyanya: Kenangan tak Terucap. Saya, Ayah dan Tragedi 1965 (Penerbit Buku Kompas-PBK, 2013), Diaspora Indonesia, Bakti untuk Negeriku (PBK, 2015); Pak Harto, Saya dan Kontainer Medik Udara (PBK, 2017); Dari Capung sampai Hercules (PBK, 2017).

Jalan Sebuah Buku Indonesia Mencari Penerbit Asing

Kompas.com - 14/11/2016, 18:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Alasan kami, karena ini pameran buku terbesar di dunia yang sudah 500 tahun terselenggara, tempat bertemu para penulis dan penerbit dari seluruh dunia, serta Indonesia tahun ini -dan mungkin tak akan terulang lagi- menjadi negara tamu (Ehrengast).

Ada satu alasan lagi. Ada beberapa bagian pengalaman penulis dalam buku ini yang terkait langsung dengan pengalaman bangsa Jerman menyelesaikan trauma nasionalnya: tragedi Nazi-Hitler. 

Permulaan tahun 2014, saya dan Bu Nani mulai berdiskusi tentang terjemahan seperti apa yang akan kami sampaikan pada FBF 2015. Kami lalu memutuskan membuat sebuah ringkasan (excerpt book) dalam dua bahasa: Inggris dan Jerman.

Buku ringkasan yang tebalnya kurang lebih 30 halaman itu berjudul Unspoken Memories, Untold Forgiveness: Indonesia 1965 (edisi bahasa Inggris) dan Unausgesprochene Erinnerungen, verschwiegene Vergebung: Indonesien 1965 (edisi bahasa Jerman).

Prolog penulis dalam kedua ringkasan adalah versi yang sama sekali baru, yaitu versi yang hanya ditujukan untuk pembaca asing yang tentu saja harus diperkenalkan lebih dalam tentang apa itu Tragedi 1965.

Penerbit Buku Kompas (PBK) juga kami ajak berdiskusi, dan meminta kami bersegera membuat buku ringkasan tersebut yang disain dan cetaknya akan dibantu oleh Penerbit Buku Kompas.

Buku ini pun masuk ke dalam katalog buku non fiksi dalam kelompok memoar-sejarah di bawah penerbit Gramedia Publishers yang memayungi tujuh penerbitan.  Katalog buku ini disebarkan kepada pengunjung FBF pada Stan Buku Nasional dan Paviliun Indonesia.              

Pertengahan tahun 2014, kami berdua mulai mencari penterjemah. Cukup sulit mencari penterjemah bahasa Jerman tetapi orang Indonesia, supaya kami bisa mudah bertemu dan memiliki kesamaan visi dengannya.

Setelah satu bulan lebih, kami memilih Arpani Harun, dosen senior Universitas Negeri Jakarta, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Jurusan Bahasa Jerman. Ia juga yang mengantarkan novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, menemukan penerbit Jermannya. Dan kini novel itu telah dialihbahasakan ke dalam lebih dari 30 bahasa.

Saya kutip pendapat Bu Nani yang disampaikan dalam email diskusi kami soal “rasa bahasa” ketika bukunya akan diterjemahkan ke bahasa asing. Bahasa Jerman berbeda nuansa dan lebih sulit dari bahasa Inggris. 

Sejak awal  saya menyadari penerjemahan suatu tulisan ke dalam bahasa asing apapun selalu harus mempertimbangkan pola pikir, budaya baca serta corak budaya masyarakat tersebut dalam perjalanan sejarahnya, karena faktor-faktor inilah yang akhirnya akan menentukan minat pilihan bacaan apa dan yang bagaimana dari masyarakat pembacanya.

Oleh karena itu, saya tidak percaya dan tidak mengandalkan penterjemahan ‘word for word’.  Hal inipun termasuk cara penyuntingan menurut bahasa asing tersebut jika nantinya ada yang tertarik.

Saya bisa bayangkan jika ada yang tertarik untuk menerbitkan penerjemahannya, bisa didiskusikan dulu mulai dari awal lagi, sekalipun belum tentu berarti dari nol. Karena, belum tentu tulisan bahasa Indonesia yang sudah disunting sedemikian rupa dapat diterima sepenuhnya oleh penerjemah/pembaca asing tersebut.”

Lewat berkali-kali diskusi email dan pertemuan, akhirnya buku ringkasan dalam dua bahasa itu selesai. Edisi bahasa Inggris selesai lebih dulu karena dikerjakan sendiri oleh Bu Nani, dan dibaca ulang serta disunting oleh editor internal PBK.

Sedangkan edisi bahasa Jerman dibuat sendiri oleh Pak Arpani dan langsung dibuat disainnya oleh Tim PBK. Saya sangat berterimakasih atas kerjasama yang kompak ini, karena semua berlangsung hanya dalam waktu kurang satu bulan sebelum FBF.

Malah, buku edisi berbahasa Jerman naik cetak pada 25 September 2015, sementara kami harus membawanya ke FBF pada 13 Oktober 2015.

Lima Penerbit Jerman dan Satu Penerbit Inggris

Sebelum edisi Jerman naik cetak, saya berinisiatif minta bantuan seorang kerabat jauh yang juga penulis lepas, yang tinggal di Stade, Hamburg. Ia perempuan Indonesia bersuamikan orang Jerman, dan telah lebih dari 30 tahun bermukim di Jerman.

Saya mengiriminya edisi Jerman dalam bentuk PDF dan ia membacanya, serta memilihkan dari log book penerbit Jerman yang dimilikinya, penerbit mana saja yang cocok dengan buku kami dan dapat kami jumpai di FBF nanti.

Ia juga memuji terjemahan bahasa Jerman yang kami buat, karena sangat halus dan kuat nilai rasa bahasanya. Ia belum pernah membaca edisi bahasa Indonesia buku Bu Nani, tapi sangat tersentuh ketika membaca edisi bahasa Jermannya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com