JAKARTA, KOMPAS.com - Akreditasi bukan tujuan akhir perguruan tinggi, tapi akan selalu mengiringi perjalanan perguruan tinggi tersebut selama masih mengelola pendidikan. Institusi pendidikan tinggi harus bisa berprestasi untuk memperkuat layanan pendidikan dengan dukungan akreditasi.
"Tidak ada yang lebih menyejukkan melihat mahasiswa bisa selalu tersenyum selama belajar di kampusnya. Akreditasi A itu dicapai bukan cuma karena keberhasilan pengelola pendidikan, tapi juga mahasiswa. Merekalah yang membuat pengelola pendidikan itu bisa mendapat akreditasi," ujar Prof Harjanto Prabowo, Rektor Binus University, dalam pidato singkat penyerahan akreditasi institusi perguruan tinggi (AIPT) dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), Selasa (24/1/2017), di Kampus Binus Anggrek.
Berdasarkan surat Keputusan bernomor 2991/SK/BAN-PT/Akred/PT/X11/2016, Binus mendapatkan akreditasi dengan grade A dengan nilai 368. Pencapaian itu, lanjut Harjanto, sudah masuk dalam roadmap Binus sejak 2012, yaitu tepat ketika PTS itu mendapat penghargaan sebagai PTS terbaik dari Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah III DKI Jakarta.
"Kami, para civitas academica yakin sudah satu visi, yaitu mencapai world class university, ini yang membuat kami bisa meraih akreditasi, termasuk juga para mahasiswa untuk menciptakan suasana belajar menyenangkan," kata Harjanto.
Berdasarkan catatan Kementerian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) pada 2016, dari 4.455 perguruan tinggi di Indonesia hanya 49 yang sudah meraih akreditasi A. Artinya, itu baru satu persen saja.
"Akreditasi A itu bukan sekadar isi borang-borang, tapi semua proses di perguruan tinggi itu harus punya nilai A, benar-benar tinggi dan itu tanggung jawabnya besar sekali. Jangan heran, saya berulang kali ditanya kenapa akreditasi perguruan tinggi itu susah sekali," ujar Totok Prasetyo, Direktur Pembinaan Kelembagaan Perguruan Tinggi Kementerian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Pertama, lanjut Totok, sifat orang Indonesia yang suka sekali dengan prinsip kerja kepepet alias sistem kebut semalam atau dipelesetkan "SKS". Padahal, pencapaian akreditasi merupakan kerja jangka panjang dengan proses lama melibatkan banyak pihak di dalam perguruan tinggi, mulai dari pengelola pendidikan, mahasiswa, almuni, partner institusi, dan lapisan masyarakat lainnya.
"Penyebab kedua dan ketiga susahnya akreditasi itu adalah ketidaktahuan dan tidak adanya kemauan," kata Totok
Menurut Totok, dari total 4.455 perguruan tinggi dalam catatan Kemenristekdikti, baru 1.120 saja yang mengantongi akreditasi. Tahun lalu, dari target 39 perguruan tinggi yang ditargetkan meraih akreditasi, ternyata naik menjadi 49.
"Tahun ini dan ke depan akan semakin ketat kalau tidak mau dibilang sulit, sebab kami sudah menyiapkan semacam unit surveillance yang akan aktif melakukan verifikasi setelah si perguruan tinggi mendapatkan akreditasi A. Misalnya, jika ada temuan penilaian yang buruk, akreditasi bisa turun atau malah dicabut," ujarnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.