Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanudin Abdurakhman
Doktor Fisika Terapan

Doktor di bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang. Pernah bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang, kini bekerja sebagai General Manager for Business Development di sebuah perusahaan Jepang di Jakarta.

Ketika Anak Melawan Kita

Kompas.com - 03/02/2017, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Coba telusuri, apa duduk masalahnya. Kenapa anak menjawab? Apa isi jawabannya? Biarkan anak kita mengeluarkan pendapatnya. Latih dia untuk menjabarkan pendapatnya dengan cara yang mudah dipahami orang. Latih dia untuk berargumen dengan benar. Luruskan bila argumennya salah.

Tapi semua itu punya konsekuensi, bahwa kita harus adil. Kita bukan penguasa di hadapan anak. Kita dan anak adalah dua pihak yang tunduk pada nilai. Kalau anak benar berdasarkan nilai, maka kita harus menerima.

Masalahnya, kita para orangtua sering berdiri di depan anak dengan ego yang tinggi. Jawaban anak terhadap kita sering kita terima sebagai serangan terhadap ego kita. Dalam hal ini, kita bediri pada posisi kanak-kanak, bukan orang dewasa yang mendidik.

Tentu saja, ada banyak kasus di mana anak melawan karena enggan diarahkan. Anak punya kehendak, dan tidak semua kehendak itu harus dituruti. Maka sekali lagi, penting bagi orangtua untuk menetapkan sejumlah aturan berbasis nilai.

Sejak kecil anak harus dibiasakan berkehendak dalam koridor aturan tersebut. Yang di luar itu, harus dikoreksi. Maka ketika anak melawan dalam konteks di luar koridor tadi, anak harus diluruskan.

Yang tak kalah penting adalah kendali emosi. Orangtua cenderung menjadi emosional secara tak terkendali saat anak melawan.

Alih-alih melaksanakan tugas sebagai pengarah sehingga anak bisa berargumentasi, orangtua sering terjebak menjadi lawan anak bertengkar. Hasilnya adalah konflik yang melukai kedua pihak.

Untuk mengindarinya, maka orangtua mutlak harus mengendalikan emosinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com