Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Belajar Kepemimpinan dari Charlie Cappetti

Kompas.com - 08/02/2017, 17:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Pertama kali saya bertemu dengan seorang bernama Charlie Cappetti adalah pada CEO Breakfast Gathering, di sebuah tempat di Jakarta Pusat.  

Saat saya hendak mengambil secangkir teh, pria ini datang ke saya dan memperkenalkan diri dengan menyebut namanya "Charlie", saya merespon dengan bercanda "Ooh, Charlie Chaplin?". Dia tertawa gelak sembari mejawab spontan "No , my name is Charlie Cappetti !", kami pun berdua tertawa  bersama.  

Itulah perkenalan atau perjumpaan saya  yang pertama dengan Charlie Cappeti. Dia orang Belanda yang lama tinggal di Perancis, CEO sebuah perusahaan multi nasional yang sukses.  

Satu minggu setelah perkenalan itu, saya dihubungi oleh Charlie yang ingin bertemu dengan saya untuk ngobrol-ngobrol, melanjutkan candaan saat perkenalan pada Breakfast Gathering itu.

Kami bertemu berdua saja , makan siang di sebuah restoran di Jakarta Selatan. Setelah lebih kurang 45 menit  "chit chat", Charlie mengutarakan maksudnya untuk menawarkan kepada saya apakah bersedia  bergabung ke perusahaannya sebagai "Senior Advisor".  

Beberapa waktu kemudian, stafnya menghubungi saya dan tidak lama kemudian saya menandatangani kontrak sebagai "Senior Advisor" untuk waktu satu tahun, yang akan diperpanjang sesuai kebutuhan.  

Singkat kata, saya bergabung tidak sampai satu tahun, karena ada tugas lain  yang berpotensi memunculkan "conflict of interest" , maka saya harus "resign" alias mengundurkan diri.  

Pengalaman bersama dengan jajaran manajemen Charlie Cappetti walau amat singkat, sangat berkesan, terutama sekali dalam hal membangun etos kerja para karyawan.  

Di sisi lain karena kegiatan sehari-hari perusahaan itu sangat berkait dengan atmosfer keselamatan kerja, maka pekerjaan manajemen untuk membangun "safety-culture" terlihat menjadi lebih rumit.

Setelah beberapa waktu berselang, kemarin saya diundang menghadiri malam apresiasi untuk Charlie Cappetti, yang ternyata setelah lebih kurang 8 tahun bekerja di Indonesia dia memperoleh promosi di tempat baru di luar Indonesia.  

Menjadi sangat menarik dalam acara malam apresiasi yang biasa dikenal dengan malam pisah sambut itu adalah, bagaimana jajaran manajemen dan karyawan yang berada dibawah komando dan kendali Charlie menyajikan acara khusus untuk mantan Bos-nya tersebut.  

Salah satunya adalah sebuah video yang diberi judul kegiatan harian di kantor tanpa Charlie. Dalam video itu disajikan bagaimana para karyawan datang terlambat dan suka-suka saja dengan irama yang "semau-gue".  

Di bagian lainnya ditampilkan para karyawan yang bekerja dengan meja kerja berantakan tidak keruan, dan lebih parah lagi para karyawan yang bekerja serampangan dan sambil makan dan minum di meja kerja.  

Tayangan video yang tidak begitu panjang durasinya itu menampilkan dengan baik bagaimana suasana kerja yang nyaris tanpa disiplin, cenderung "jorok" semau gue dan bahkan tidak pernah menepati waktu jam kerja yang telah ditentukan.  

Yang ingin ditampilkan sangat jelas, yaitu bahwa di bawah kepemimpinan Charlie Cappetti selama 8 tahun ternyata ada tuntutan yang sangat ketat tentang  disiplin yang tinggi,  tentang keharusan "tepat waktu" dan mengenai kebersihan dan kerapihan meja kerja yang sekaligus tidak diperkenankan makan dan atau minum di meja kerja.  

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com