Kebiasaan masyarakat membuang sampah dan buang air besar (BAB) di sungai turut menjadi sumber pencemaran. Padahal, ujung-ujungnya, warga pula yang memanfaatkan air tercemar itu.
"Air sungai digunakan untuk irigasi sawah. Terkadang warga juga menggunakan air sungai untuk mencuci baju atau memasak. Tak jarang pula anak-anak berenang di sana,” ucap Ginkel.
Menurut Ginkel, fenomena tersebut sudah termasuk bencana lingkungan. Jika Sungai Citarum dibersihkan dalam sehari pun, menurut dia, masalah pencemaran akan terus berlangsung hingga beberapa tahun mendatang karena polutan sudah mengendap di sedimen sungai.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Ginkel mengatakan bahwa solusi pencemaran Sungai Citarum tak hanya terbatas pada sejumlah intervensi teknis. Lebih dari itu, dibutuhkan sosialisasi permasalahan sosial dan administratif.
Sebagai bentuk sosialisasi, dia mengunjungi banyak tempat di sekitar delta sungai. Di sana, dia membahas tentang polusi dan memberikan pelatihan kepada penduduk mengenai kualitas air.
Kerja keras Ginkel terbayar. Penelitian yang termasuk dalam Alliance for Water, Health, and Development itu berhasil mengantarkan Ginkel sebagai pemenang 'Water Network Thesis Award' untuk mahasiswa Belanda pada 2016 lalu. Berkoordinasi dengan Pemerintah Indonesia, studi itu juga menjadi kontribusi bagi proyek perbaikan kualitas air.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.