Ketika Anda memaafkan, memang Anda tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi Anda yakin bisa mengubah masa depan. (Bernard Meltzer)
Ketika Sokreaksa Himm masih berusia 14 tahun, ia menyaksikan sendiri bagaimana tentara Khmer Merah Kamboja membantai seluruh keluarganya pada tahun 1977.
Sokreaksa tidak dapat melupakan malapetaka yang menimpa keluarganya, selalu terbayang di depan matanya. Bertahun-tahun ia menyimpan dendam dan sakit hati berkepanjangan sepanjang hidupnya. Ia sama sekali tidak dapat menerima pembunuhan keji ini.
Tetapi entah bagaimana, ketika Sokreaksa mulai mengenal Tuhan, mulai mengenal makna sesama manusia, hatinya perlahan mulai berubah. Dendam yang membara mulai surut, sakit hati yang tersimpan sekian lama mulai memudar. Ia belajar berdamai dengan dirinya sendiri.
Akhirnya, dengan tekad yang kuat, Sokreaksa mencari para pembunuh keluarganya, bukan untuk membalas dendam, tetapi justru datang untuk memaafkan mereka sekaligus mengampuni para pembunuhnya ini.
Sama halnya yang dialami Nelson Mandela asal Afrika Selatan ketika di dalam penjara. Sipir penjara sering menyiksa dirinya. Bahkan yang tak akan dilupakan Mandela ketika ia disiksa dengan cara digantung terbalik sambil dikencingi oleh sipir tersebut.
Mandela menyimpan perkara ini di dalam hatinya. Tetapi ketika Mandela dibebaskan dan kemudian terpilih menjadi Presiden Afrika Selatan, maka ia menyuruh ajudannya untuk mencari sipir penjara yang sering menyiksanya tersebut dan membawanya ke hadapan Mandela.
Sipir tersebut sangat ketakutan, ia berpikir Mandela akan membalas dendam dengan menghukum balik dirinya.
Tetapi apa yang terjadi, tidak demikian. Dengan tulus Mandela justru memaafkan dan mengampuni sipir penjara tersebut. Ia memeluk sipir tersebut sambil berkata, "Hal pertama yang kulakukan ketika menjadi Presiden adalah memaafkanmu."
Ingat peristiwa Ade Sara yang dibunuh sepasang kekasih Hafitd dan Assyifa? Ade Sara mati dengan cara disetrum dan mulutnya disumpal kemudian mayatnya dibuang di pinggir jalan tol Bintara, Bekasi.
Bagaimana perasaan orangtuanya ketika mengetahui anak semata wayang ini mati sia-sia? Kaget, sedih, marah. Tetapi, Elisabeth, ibu Ade Sara, dengan menangis mau memaafkan dan mengampuni pembunuhnya ini dan tidak menyimpan dendam kepada pembunuh anaknya.