Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/04/2017, 15:13 WIB
|
EditorSri Noviyanti

KOMPAS.com – Jumlah peneliti Indonesia dinilai masih minim. Data dari Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada 2016 menyebutkan bahwa kuantitas periset di negeri ini adalah yang paling sedikit di antara negara-negara anggota G-20.

Rasio jumlah periset di Indonesia, menurut sumber tersebut, yaitu 89 peneliti untuk per 1 juta penduduk. Dibandingkan dengan Singapura—jawara ASEAN—yang memiliki 6.658 peneliti per 1 juta penduduk, Indonesia masih jauh tertinggal.

"Indonesia kekurangan peneliti," ungkap Wakil Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Satryo Soemantri Brodjonegoro seperti ditulis Kompas, Selasa (20/9/2016).

Kondisi tersebut semakin bertambah berat karena kualitas peneliti dalam negeri pun dinilai masih belum memadai. Hal ini, terlihat dari jumlah publikasi ilmiah periset lokal yang masih tertinggal dari negara tetangga.

Dikutip dari kopertis12.or.id pada Senin(16/1/2017), dalam setahun Indonesia hanya mampu menghasilkan 6.260 riset. Sementara Malaysia mampu membuat 25.000 riset, Singapura 18.000 riset, dan Thailand 12.000–13.000 riset.

Thomson Reuters/ISI Web of Science Database Publikasi penelitian dari negara-negara Islam dibandingkan beberapa negara lain.

Kenyataan ini cukup memprihatinkan mengingat penelitian berperan besar dalam memajukan suatu bangsa. Contoh saja, Amerika, China, Inggris, Jerman, dan Jepang. Negara-negara maju itu masuk dalam peringkat 5 besar sebagai negeri terbaik dalam hal publikasi ilmiah menurut scimagojr.com.

Tak cuma soal jurnal limiah, beberapa industri di dalam negeri pun kedapatan minim melakukan research and development (RnD) atau penelitian dan pengembangan. Pada industri berbasis sains seperti farmasi, misalnya.

Berdasarkan tulisan di kemenperin.go.id, Rabu (27/1/2017), meski menguasai 70 persen pasar kebutuhan farmasi dalam negeri, industri ini masih mengimpor 95 persen bahan baku obat. Hal itu terjadi karena mereka tidak melakukan RnD.

Padahal, merujuk Kontan, Senin (13/2/2017), pasar produk farmasi di Indonesia rata-rata tumbuh 10 persen per tahun pada periode 2011-2015. Adapun pada tahun lalu, nilai transaksi pasar diperkirakan mampu mencapai Rp 69 triliun dan diperkirakan akan menghasilkan Rp 102 triliun pada 2020.

Solusi untuk industri farmasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+