Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Sufyan Abd
Dosen

Dosen Digital Public Relations Telkom University, Lulusan Doktoral Agama dan Media UIN SGD Bandung. Aktivis sosial di IPHI Jabar, Pemuda ICMI Jabar, MUI Kota Bandung, Yayasan Roda Amal & Komunitas Kibar'99 Smansa Cianjur. Penulis dan editor lebih dari 10 buku, terutama profil & knowledge management dari instansi. Selain itu, konsultan public relations spesialis pemerintahan dan PR Writing. Bisa dihubungi di sufyandigitalpr@gmail.com

Komunikasi Pencuat Spirit Malam Seribu Bulan

Kompas.com - 20/06/2017, 10:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAna Shofiana Syatiri

Setidaknya dalam pengamatan penulis, denyut aktivitas publik keislamanan tiada yang segairah sekarang. Di banyak kota, dan tak hanya kota besar, aneka dauroh (kajian ilmiah) kian sesak dikunjungi. Apalagi dalam momen emas seperti 10 hari terakhir Ramadhan 1438 Hijriah ini.

"Kesesakan" ini juga terjadi dalam medium komunikasi publik bernama media sosial. Kelimpahan ilmu melalui platform digital telah memunculkan banyak komunikator komunikasi transendental tak kalah mumpuni dari penceramah kota besar, semisal Ustaz Abdul Somad, Lc dari Riau.

Hadirnya membuat ragam konten Islami tak hanya meruah, namun juga memudahkan siapapun memiliki rentang ilmu yang kian luas penuh hikmah kebijaksanaan. Sudah pasti pula membuat sisi kedekatan emosi pada ustaz asal kampung seseorang menjadi tiada sekat lagi.

Faedah media sosial semacam inilah yang tentu patut kita syukuri. Dan, ini semua tak terlepas dari kemasan desain komunikasi visual kegiatan Islami yang kian hari kian sophisticated: Tampilannya mendorong jemaah hadir pengajian tersebut. Simak dua contohnya dari Bandung berikut ini.

Dengan gaya kekinian, desain yang akrab dan mencolok mata (eye catching), sekaligus bernuansa modern, maka tak perlu heran jika atensi atas aneka kegiatan keislaman pun mekar bak jamur di musim hujan.

Ini pula yang penulis rasakan dalam nuansa mengejar malam 1.000 bulan sekarang di Kota Bandung. Betapa jemaah terpersuasi saling berlomba kebaikan mengejar malam 1.000 bulan.

Tengoklah di Masjid Habiburahman di Jalan Pajajaran, Andir, atau persis seberang PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Jumat (16/6/2017) malam lalu, dimulai pukul 01.00 dinihari, penulis sudah rasakan ambience tinggi ketika kendaraan baru di depan masjid. Luapan parkir mobil sudah terlihat di ruas kiri PT DI. Padahal ini baru malam genap, dan biasanya memenuhi kedua ruas jika malam ganjil tiba.

Setelah cukup panjang meraih tempat parkir yang enak, penulis kemudian mendekati muka masjid. Masya allah, "lautan" tenda aneka kelir dan ukuran langsung terlihat jelas. Kurang lebih ada 60 tenda.

Kira-kira tiga per empat tenda terpaksa dipasang di halaman masjid saking tak tertampungnya. Agar dapat slot, tenda ini harus daftar jauh hari ke pengurus DKM, yang mana tahun ini alokasi tenda tersebut sudah habis dari 29 Mei 2017 atau hari ke-3 Ramadhan.

Di sela-sela tenda, terlihat sebagian penghuninya tengah mengaji. Lainnya tampak sedang beristirahat, termasuk sejumlah anak-anak yang memang sengaja dibawa ayah ibunya tinggal 10 hari, agar tak pergi ke mana-mana dari masjid ini.

Selintas lalu, kaki ini mulai mendekati pintu masjid. Di lorong jalur menuju ke sana, banyak pula jemaah yang istirahat maupun tadarus atau dzikir. Lagi-lagi, minat tinggi membuat isian melampaui kapasitas tersedia.

Betul saja, di dalam masjid berubin kayu ini, di bagian tempat shalat sudah penuh dan rapat mulai dari shaf pertama hingga ke empat. Sepengamatan penulis, satu shaf sekira 75 orang, sehingga ada sekira 300 ikhwan (pria) yang shalat berjemaah qiyamulail di bagian ini.

Bagian tengah umumnya sedang duduk sambil mendaras quran cetakan atau digitalnya. Beberapa sambil ditemani sang buah hati yang pulas tertidur di sebelahnya.

Sementara di bagian setelah ini, adalah para jemaah yang tidur dahulu setelah sebelumnya beribadah. Merupakan pemandangan lazim, setelah tidur sejenak, mereka ambil wudhu untuk kemudian masuk lagi ke masjid ke bagian utama (shalat jemaah qiyamul lail) ataupun bagian kedua (tadarus).

Lalu, paling akhir ruas adalah bagian akhwat (perempuan), yang malam itu ada dua baris dengan jumlah anggotanya nyaris sama, yakni sekitar 75 orang per shaf (baris). Ini pun sama, sejumlah balita berada di samping ibunya, meski kurang begitu jelas karena ada hijab kain 3/4 badan dari arah pandangan ikhwan.

Jika sekadar melihat ini, dan dengan catatan ini malam genap, ada sekira 1.000 jemaah yang turut serta pada malam ke-22 Ramadhan 1438 Hijriah. Angka yang relatif sedikit karena jika malam ganjil bisa hadir dua/tiga kali lipatnya.

Abul, warga Surabaya, seorang jemaah langganan i'tikaf Ramadhan di Habiburahman, mengatakan kepada penulis, jika pada malam ganjil, shaf shalat ikhwan bisa mencapai 7 hingga 8 barisan. Belum dengan yang di luar masjid.

"Waktu malam Jumat kemarin (malam ke-21, red), hampir tak kebagian shaf di dalam saking penuhnya. Kan yang datang bukan hanya dari Kota Bandung saja, hampir ada dari seluruh provinsi di Indonesia," ujar karyawan PT DI ini.

Ghirah (semangat) tinggi pula yang membuat jemaah pun tetap syahdu dan khusuk saat shalat berjemaah qiyamul lail (8 tarawih dan 3 witir) sekalipun menuntaskan bacaan panjang 3-4 juzz.

Oleh karenanya, 10 hari terakhir di masjid ini, secara kolegial dalam bentuk shalat malam saja, akan khatam satu kali. Belum dengan tadarus per kelompok dan atau individu, sehingga lantunan Alquran benar-benar tak pernah berhenti di masjid ini.

Khusus witir tiga rakaat, selepas ruku terakhir, imam kemudian membacakan qunut dengan doa cukup panjang hampir 10 menit. Pada saat inilah, banyak jemaah yang berurai air mata ketika mendengar redaksi doa.

Dari mulai yang utama meminta ampun atas dosa dan khilaf selama ini, mendoakan iman tetap kuat, mendoakan orangtua, hingga mendoakan kaum muslim di manapun, terutama yang sedang terkena ujian iman berat seperti di Suriah dan Rohingya.

Hingga kemudian, ketika imam menutup salam setelah tahiyatul akhir, tanpa terasa pula, jam di dinding sudah menunjukkan pukul 4 dinihari dan saatnya sahur. Ada yang mengambil dari panitia khusus peserta pendaftaran i'tikaf, namun banyak pula yang membeli dari sekitar 30 pedagang kaki lima aneka penganan di bagian timur masjid.

Semoga komunikasi transendental Islami ini kian teguh ke depan, justru terutama setelah lepas Ramadhan. Semoga pula implementasi ilmu komunikasi kian melekat dan berfaedah untuk meluasnya rahmat Islam bagi semesta. Aamiin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com