Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Amor Fati", Cintai Takdirmu, Bukan Pasrah....

Kompas.com - 14/07/2017, 14:33 WIB

KOMPAS.com - Apa yang Anda pikirkan tentang "dewasa"? Mencari uang, membayar pajak, menikah, memiliki anak? Apakah orang mengira bahwa semua masalah akan teratasi bila sudah bekerja dan punya uang?

Namun, setelah terpelanting  ke sana kemari dan tersesat dalam tanggung jawab yang tiba-tiba membesar, barulah Anda menyadari bahwa menjadi dewasa tidak semudah membalik telapak tangan.

Anak muda mungkin memperoleh masa mudanya secara alami, tetapi tidak demikian halnya dengan orang dewasa. Mereka tidak otomatis menjadi dewasa hanya karena bertambah tua atau lulus kuliah.

Seseorang menjadi dewasa setelah mengalami berbagai cobaan dan belajar sedikit demi sedikit tentang kehidupan. Sesulit itulah orang menjadi dewasa.

Kapan menjadi dewasa?

Di usia 18 tahun (sesuai Undang-Undang No 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, Pasal 4 huruf h) atau 21 tahun (sesuai pasal 330 KUHP) itukah usia yang dikatakan dewasa secara hukum di Indonesia? Atau, saat lulus kuliah? Atau, saat masuk kerja? Menikah? Atau, begitu sudah punya anak?

Secara hukum, usia 18 atau 21 tahun dikategorikan sebagai usia dewasa. Di usia inilah kita lepas dari cangkang "belum dewasa" dan bisa melakukan berbagai tindakan hukum secara individual, serta terlepas dari larangan seperti merokok atau pun minum alkohol.

Namun, menjadi dewasa adalah hal yang sangat berbeda dalam hidup. Menjadi dewasa berarti bertanggung jawab terhadap kehidupan diri sendiri dan keluarga.

Dewasa bukan "kondisi" yang dicapai saat memiliki syarat-syarat tertentu seperti umur, pernikahan, penghasilan, dan pajak, melainkan lebih dekat pada "proses" pendewasaan yang menjadi sosok yang dapat menjaga diri sendiri yang masil labil.

Orang menjadi lebih dewasa manakala mampu memikul beban hidupnya yang berat dengan cara yang tepat.

Terkadang, menjadi dewasa membuat orang mungkin terkejut dengan dirinya sendiri. Misalnya, ketika orang menyukai makanan yang sangat dia benci saat kecil atau secara alami mengerjakan hal-hal yang dulu sepertinya tidak akan pernah dikerjakan.

Ah, ternyata masih banyak laci dalam seseorang yang belum terbuka. Anda misalnya, mungkin menyadari bahwa dewasa adalah proses membuka laci di dalam diri dengan hati-hati, memastikan ada apa di dalamnya, lalu memasukkan sesuatu yang baru ke sana.

Mencintai takdir

Mahatma Gandhi pernah berkata, "Belajarlah seakan kamu hidup selamanya."

Langkah-langkah menjadi sejengkal lebih matang daripada kemarin sambil menjaga diri yang labil, itulah pendewasaan.

Dalam buku Amor Fati: Cintai Takdirmu yang diterbitkan oleh penerbit Bhuana Ilmu Populer, Rando Kim, profesor dan mentor terbaik di Seoul National University, mengungkapkan bahwa "dewasa" bukan merujuk pada satu "titik" khusus dalam perkembangan manusia. Dewasa merupakan sebuah "proses" untuk mampu mengatasi cobaan hidup.

Sebenarnya, semua orang memiliki cobaan yang tidak bisa diselesaikan dengan seluruh tenaga sekalipun. Termasuk juga Anda. Karena itu, terimalah takdir Anda, bertahanlah, jadikan ia teman.

Ya, pada akhirnya, Anda akan bisa melewatinya dengan baik, belajar setahap demi setahap "cara" mencintai takdir itu.

Mantra Amor Fati: Cintai Takdirmu bukan mengajak pembacanya untuk pasrah dan menyerah sama sekali. Buku ini menawarkan pengharapan agar pembaca mengerti bahwa setelah menerima sepenuhnya takdir sebagai bagian dari hidupnya, maka akan muncul kekuatan untuk bertahan.

Anda, sebagai pembaca, hanya perlu bertahan melewatinya. Hingga akhirnya, datang hari ketika Anda berdiri sebagai "kawan" dari takdir Anda sendiri.

Takdir itu seperti roda yang berputar. Rasa cinta terhadap takdir diri sendiri adalah energi yang bisa mengubah kesulitan menjadi semangat hidup. Bagaimana pun, hidup Anda sangat berharga dan Andalah satu-satunya orang yang akan menjalani hidup itu.

Maka, bertahanlah. Semua pasti berlalu. Ini pesan untuk Anda yang sedang berdiri di ambang pintu kedewasaan, dengan bimbang....

(HAYATI APRILIA WIRAHMA/BHUANA ILMU POPULER)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com