Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irwan Suhanda
Editor dan Penulis

Editor dan Penulis

Sifat Dengki

Kompas.com - 08/08/2017, 08:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

SEMASA saya masih duduk di bangku SMA, pernah menyaksikan seseorang yang memiliki sifat dengki.

Ceritanya begini, adalah seorang lelaki kira- kira berusia 50-an tahun, belum berkeluarga. Tinggi badannya sekitar 120 sentimeter. Orang-orang memanggilnya Si Kate. Badannya agak gemuk dengan raut muka serius, cenderung tidak begitu gembira.

Ia mempunyai kakak perempuan yang sudah menikah serta mempunyai beberapa orang anak. Kemudian Si Kate ini--kita panggil begitulah, yang hidup sebatang kara-- ikut menumpang di rumah kakak perempuannya ini. Namun, di rumah inilah terjadi awal mula kedengkian.

Adalah suami kakak perempuannya--kakak ipar Si Kate--memiliki usaha membuat dan berjualan makanan kering, seperti keripik singkong atau kue telor gabus rasa gula merah. Makanan kering tersebut lalu dimasukkan ke dalam plastik tertutup, kemudian dititipkan untuk dijual di warung-warung langganannya.

Adapun adik iparnya ini, Si Kate, agar bisa menghidupi dirinya, ia ikut berjualan makanan juga, kue kering atau kue basah. Tetapi, yang dijual kue titipan orang lain, bukan buatan sendiri. Berjualannya pun dengan cara berkeliling dari rumah ke rumah atau ke para penjual di pasar.

Si Kate memiliki wadah sebuah keranjang bulat terbuat dari anyaman bambu yang bisa ditenteng atau dikepit seperti rantang. Keranjang bambu ini memiliki dua susun, susun atas dan bawah. Susun atas diisi kue-kue yang dijual, sedangkan susun bawah untuk menyimpan daun pembungkus, uang, atau lainnya.

Begitulah Si Kate setiap hari berjalan kaki berjualan kue sejak pagi hingga siang atau sore.

Entah dari mana mulainya, kakak iparnya ini lama-kelamaan tidak suka dengan Si Kate ini. Apakah gara-gara menumpang di rumahnya secara cuma-cuma? Ataukah kehadirannya membuat sumpek seisi rumah? Ataukah tidak suka karena merasa ada saingan dalam bisnis jual kue?

Namun yang pasti, kakak iparnya ini mulai mengeluarkan kata-kata sindiran, bersikap sinis, merendahkan, bahkan menghina.

Sekali dua kali dibiarkan, tetapi makin lama makin menjadi. Hati yang dengki kakak iparnya mulai keluar. Akhirnya, kakak iparnya tidak mau menyapa lagi, menatap penuh benci, menyindir Si Kate saat menghitung uang hasil jualan, menghitung-hitung soal makan di rumah.

Dengan demikian, kakak iparnya ini seolah selalu memata-matai Si Kate apa yang dikerjakannya. Hal ini dilakukan bukan bertujuan baik, sebaliknya mencari hal-hal yang buruk dari dirinya.

Sebenarnya aneh apabila ada orang yang dengki dengan orang yang nasibnya di bawah dirinya, lebih susah dari dirinya. Kakak iparnya ini seolah tidak mau kalah dalam segala hal. Tidak senang kalau Si Kate senang.

Sekali waktu terjadi ketika kakak iparnya ini menyembunyikan keranjang bambu milik Si Kate. Pagi-pagi Si Kate kebingungan mencari keranjang miliknya. Parahnya lagi, keranjang bambu malah pernah dirusak sehingga rusuk bambu patah-patah.

Dengan rasa sedih, Si Kate memperbaiki keranjang tersebut pakai tali plastik. Keributan di dalam rumah antara kakak ipar dan Si Kate terkadang tidak dapat dibendung, repotnya seisi rumah ikut campur pula.

Nasib si Kate ini memang kasihan sekali. Kakak iparnya ini tetap penuh dengki sampai Si Kate meninggal di rumah itu karena sakit.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com