KOMPAS.com - Ibu Pertiwi, bundo kanduang, bukanlah istilah yang terbit begitu saja tanpa sebab atau latar belakangnya. Beratus seminar, beribu jurnal akademis, artikel popular serta buku ditulis tentang pentingnya pemberdayaan perempuan, tentang persamaan hak perempuan dan jargon-jargon sejenis.
Kita bahkan getol mendengarkan pendapat para ahli dari barat tentang konsep perempuan ideal dan menelannya bulat-bulat, karena seakan itulah rujukan paling sahih.
Sejatinya, setiap perempuan adalah seorang bundo kanduang. Ia memiliki dan ditempatkan di posisi mulia dan tinggi sejak ribuan tahun lalu.
Itu sudah terjadi, jauh sebelum ada kongres perempuan Indonesia pada 1928, sebelum ada studi khusus tentang kajian jender, dan sebelum negeri ini memilki kementrian khusus perempuan.
Sang Ibu Sejati
Di dalam tatanan masyarakat Minangkabau dikenal istilah Bundo Kanduang. Bundo adalah ibu, emak, mamak, mama, bunda. Kanduang adalah sejati. Ya, ibu sejati.
Sebuah gurindam indah Minangkabau menggambarkan posisi, peran dan fungsi perempuan secara elok dan holistik.
"Limpapeh rumah nan gadang. Amban puruak pegangan kunci. Amban puruak aluang bunian. Pusek Jalo kumpulan tali. Hiasan dalam nagari”
Bundo Kanduang adalah limpapeh rumah gadang atau penyangga rumah gadang. Rumah gadang, rumah keluarga. Perempuan adalah tiang penyangga suatu rumah.
Maka, perempuan memegang posisi sentral dan strategis dalam keluarga dan masyarakat. Ia adalah kunci penyelesaian semua masalah keluarga, manajer, problem shooter (amban puruak; pegangan kunci, amban puruak aluang bunian).
Perempuan adalah pemersatu dan penyelaras segala perbedaan (pusek jalo kumpulan tali). Perempuan adalah penjaga adat, nilai dan peradaban (hiasan dalam nagari )
Bundo kanduang "zaman now"
Setiap perempuan adalah padusi. Ia lebih liat dan tangguh dari laki-laki.
Secara alamiah dia harus melalui beberapa siklus yang perih, menyiksa, painful dan challenging yang tidak dilalui seorang laki-laki, yakni mensturasi, melahirkan, menyusui dan menopause.
Kesemuanya mengharuskan perempuan bergelut dengan tantangan fisik dan emosional secara simultan yang bukan merupakan hal mudah. Jadi, sejak akil baliq atau beranjak dewasa, perempuan sudah terlatih bergelut dengan suatu multi complex problem yang menuntut penyelesain secara simultan.
Kini, dengan kian terbukanya dunia menjadi satu ranah global, yang menjadikan nilai-nilai luhur lokal terancam tergerus oleh nilai-nilai global, maka peran bundo kanduang menjadi lebih relevan.
Adalah wajar dalam sebuah keluarga terjadi silang pendapat dan perseteruan antarsaudara. Bahkan, kadang perseteruan tersebut mengancam keutuhan keluarga.
Bak sebagai rumah gadang, bangsa ini juga kadang penuh dengan perseteruan dan perbedaan. Bangsa ini butuh lebih banyak lagi bundo kanduang yang memiliki charm dan kemampuan tutur menyejukkan dan menenangkan untuk mempersatukan kembali.
Bundo kanduang dapat mempersatukan bangsa dengan prestasi yang menginspirasi, dan inovasi pemikiran dan penemuan di berbagai bidang. Ia dapat mempersatukan bangsa dengan keteladanan yang bahkan tak perlu dilantangkan melalui forum atau panggung politik ataupun media sosial.
Bundo kanduang adalah penjaga negeri, penjaga generasi. Ia menjaga dengan ilmu yang dimilikinya. Ia menjaga dengan olah pikir, rasa dan jiwanya.
Ia juga memegang teguh adat dan nilai, namun membuka pintu seluas-luasnya terhadap rantau. Ia mendorong semua anak bangsa untuk merantau, membebaskan pikiran, membuka cakrawala global, menantang dunia, namun kembali untuk membangun kejayaan nagari.
Seorang bundo kanduang tetap dapat memakai high heels dan gadget terkini dan memiliki karir cemerlang, tapi masih ada waktu menyiapkan bekal untuk anaknya dan tidak menyuruh si anak memesan melalui layananantar.
Bundo kanduang sejati tetap menangis, merindukan anaknya di rantau, namun pada saat bersamaan mengirimkan doa-doa yang dahsyat dan gelombang afirmasi ke seberang lautan demi keberhasilan anak-anaknya.
Bundo kanduang sejati adalah nama pertama yang disebut si anak di lembar ucapan terima kasih di buku skripsinya, walaupun dia tidak paham judul apalagi isi skripsi tersebut. Bundo kanduang adalah rujukan utama anak bangsa.
Bundo kanduang sejati bukan pancaran gelombang dari frekuensi suara tinggi, yang dapat memekakkan dan bahkan merusak gendang telinga dengan hujatan, cacian dan teriakannya. Suara bundo kanduang sejati adalah resonansi energi positif, yang berasal dari sumber energi kehidupan, yakni baitullah.
Bundo kandung sejati adalah perempuan yang setiap saat bertawaf, berizikir mengelilingi pusat energi semesta untuk dapat memancarkan energi itu kepada keluarga, komunitas, masyarakat dan bangsa. Bundo kanduang adalah cahaya yang tak pernah padam.
Bundo kanduang sejati tidak akan membuang waktunya berdebat dalam seminar yang membahas topik tentang redefinsi peran perempuan dalam zaman milenial. Bundo kanduang tak perlu dilembagakan, tidak juga dipanggungkan, tidak butuh diberi penghargaaan.
Tapi, bundo kanduang bukan wacana, bukan pula jargon, bukan juga konsep. Bundo kanduang adalah lakon yang dimainkan secara nyata. Ia adalah walk the talk. Bundo kanduang adalah keteladanan.
Jadi, mengapa perempuan harus diistimewakan? Masalahnya bukanlah perempuan harus diistimewakan atau tidak, namun bagaimana menyadarkan perempuan bahwa ia memang istimewa.
Jadi, yang perlu dilakukan oleh para bundo kanduang adalah menyadarkan semua bundo kanduang di negeri ini bahwa mereka adalah limpapeh rumah nan gadang, Amban puruak pegangan kunci. Amban puruak aluang bunian. Pusek Jalo kumpulan tali. Hiasan dalam nagari.
Perempuan adalah kunci dari keluarga, bangsa dan peradaban. Mereka diberi peran strategis dan penting untuk membentuk akhlak generasi muda, melestarikan nilai, membuka jendela dan pintu rumah gadang agar rantau dunia terlihat jelas oleh anak-anaknya.
Perempuan juga diberi tugas untuk mampu menjaga alam, menyelesaikan permasalahan-permasalahan keluarga, dan permasalahan bangsa. Perempuan tidak perlu mengemis pengakuan. Yang perlu mereka lakukan adalah menyadari untuk kemudian memainkan dan melakoni peranan itu sebaik-baiknya.
Tak heran, karenanyalah, Nabi Muhammad SAW bersabda: Ibumu…ibumu…ibumu….
Selamat memaknai Hari Ibu!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.