JAKARTA, KOMPAS.com - Hampir setahun lalu Presiden RI Joko Widodo meresmikan perluasan pabrik PT Sri Rejeki Isman (Sritex) di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Perluasan itu kemudian berdampak pada meningkatnya kebutuhan tenaga kerja sejumlah 3.500 orang. Saat ini, Sritex memiliki lebih dari 50.000 pekerja di pabrik tekstil dan garmen.
Perkembangan pabrik itu membuka fakta soal perkembangan industri tekstil dan garmen di Jawa Tengah yang ditengarai sedang berkembang. Sayangnya, perkembangan tersebut didasari karena upah buruh di Jawa Tengah dinilai rendah.
Hal itulah yang kemudian disebut menjadi alasan mengapa sejumlah pengusaha sektor garmen dan tekstil memindahkan pabriknya dari Jawa Barat dan Banten ke wilayah tersebut.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo akhir tahun lalu mengumumkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dari Rp 1.367.000 menjadi Rp 1.486.065 pada 2018. Setelah naik 8,7 persen, ternyata UMP Jawa Tengah masih jauh lebih murah ketimbang UMP Banten yang semula Rp 1.931.180 lalu naik 8,7 persen menjadi Rp 2.099.385. Sedangkan, UMP Jawa Barat pada 2017 sebesar Rp 1.420.624 naik 8,7 persen menjadi Rp 1.544.360.
Baca: Naik 8,7 Persen, UMP Jawa Tengah 2018 Menjadi Rp 1.486.065
Dengan masuknya sejumlah investasi, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah memprediksi, kebutuhan tenaga kerja baru di Jawa Tengah setiap tahunnya mencapai 2.000 orang. Dari total kebutuhan tenaga kerja itu, sekira 70 hingga 80 persen terserap di sektor garmen. Sisanya, terdistribusi pada sejumlah sektor, seperti tekstil, mebel, dan sepatu.
Meski begitu, kebutuhan tenaga kerja tak mungkin diserap dalam waktu bersamaan. Persoalannya, tidak mudah bagi pengusaha untuk mendapatkan tenaga kerja terampil, utamanya di sektor garmen.
Rata-rata lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) perlu dilatih tiga sampai enam bulan untuk menguasai teknik menjahit.
Rencana pemerintah
Dengan keterbatasan itu, pemerintah berencana membuka jurusan fashion design di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Semarang. Adapun targetnya ialah generasi muda.
“Kami kembangkan jurusan fashion design untuk menarik minat generasi milenial,” kata Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Muhammad Hanif Dhakiri di kantornya, Kamis (4/1/2018).
Terjun ke industri fashion memang begitu menggiurkan. Per 2015, industri ini termasuk tiga sub-sektor ekonomi kreatif yang berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Berdasarkan catatan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), kontribusi ekonomi kreatif terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2014 adalah Rp 784,82 triliun. Nilai tersebut meningkat 8,6 persen pada 2015 menjadi Rp 852 triliun.
Sub-sektor kuliner tercatat berkontribusi sebesar 41,69 persen, kemudian fashion yang menempati posisi kedua, yakni sebesar 18,15 persen, dan kriya sebesar 15,70 persen.
Karenanya, rencana Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) membuka jurusan fashion design di Semarang bukan tanpa alasan. Ditambah lagi fakta mengenai industri garmen di Jawa Tengah yang memang tumbuh pesat tidak dibarengi dengan ketersediaan tenaga terampil sekaligus menguasai konsep dan manajerial.
Selama ini tenaga kerja di industri garmen umumnya tidak memiliki jenjang karir. Dalam industri padat karya tersebut, tak jarang seseorang bekerja selama puluhan tahun untuk mengerjakan hal yang sama, menjahit kerah misalnya. Pekerja lain ditugaskan menjahit kancing selama sekian tahun, tanpa berkesempatan meningkatkan kemampuan lainnya.
Berpijak pada kenyataan itu, pemerintah ingin memberi peluang yang lebih baik pada generasi muda. Untuk itu, rencana dibukanya jurusan fashion design bertujuan mendidik generasi muda agar mampu merancang pakaian, mulai dari proses ide hingga pakaian jadi.
Kemenakertrans bakal menyediakan pelatihan dengan tenaga pengajar yang mahir serta menggunakan mesin jahit terbaru. Peserta pelatihan vokasi (vocational training) diharapkan mampu mengembangkan ide kreatif di ruang-ruang kelas. Hingga kini, kelas-kelas dan laboratorium kerja di BBPLK Semarang tengah disiapkan.
Tidak berhenti sampai di situ, peserta pelatihan juga diajari membuat start up untuk mengembangkan bisnisnya, dikenalkan tentang branding serta marketing. Dengan demikian, lulusan pelatihan fashion design bisa menjalankan wirausaha.
“Kalau pelatihan tidak sampai marketing, tidak bakal berkembang,” kata Hanif.
Sesuai kebutuhan pasar kerja
Untuk mengoptimalkan peran dan fungsi Balai Latihan Kerja (BLK), Kemenakertrans berencana menerapkan konsep Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK).
Saat ini, pemerintah memiliki 301 BLK yang berada di berbagai daerah. Tercatat, 17 BLK merupakan milik pemerintah pusat atau disebut BLK Unit Pelaksanaan Teknis Pusat (UPTP). Sebagian besar lainnya merupakan BLK milik pemerintah daerah atau disebut BLK Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD).
Dengan adanya program Revitalisasi, Rebranding, dan Re-orientasi (3R) BLK, pemerintah telah dan terus mengubah sistem pelatihan. Salah satu caranya adalah memfokuskan jurusan pelatihan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.
Langkah itu diyakini bakal membentuk tenaga kerja yang memiliki keterampilan sesuai dengan kebutuhan industri. Lulusan BLK yang dihasilkan pun bakal masif.
Ia mencontohkan, BBPLK di Bekasi sebelumnya memiliki 19 jurusan. Setiap jurusan, kata Hanif, hanya mampu melatih sekira 300 orang. Saat ini, pemerintah mengerucutkannya menjadi empat jurusan, dengan prioritas teknologi informasi dan elektronika.
Rencananya, pemerintah memasukkan jurusan animasi dan game di Bekasi. Di samping itu, jurusan refrigerator di BBPLK Bekasi tetap dipertahankan. Sejauh ini, pabrik-pabrik di wilayah Bekasi masih membutuhkan teknisi refrigerator.
Nantinya, setiap BBPLK menghasilkan lulusan sekira 7.000 orang per tahun. Penataan sistem pelatihan telah rampung dilakukan di BBPLK di Bekasi, Serang, dan Bandung.
Selain itu, pemerintah bakal fokus pada jurusan pariwisata di BBPLK Bima, Nusa Tenggara Barat. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menetapkan Mandalika sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) bidang pariwisata. Dengan begitu, tenaga kerja terampil di bidang pariwisata bisa dihasilkan sesuai dengan pasar tenaga kerja.
Hanif menegaskan, guna meningkatkan skill tenaga kerja perlu dilakukan terobosan. Untuk itu, Kemenakertrans bekerjasama dengan salah satu penyedia platform e-learning, yakni ruangguru, untuk menyebarkan materi pelatihan berupa teori. Sisanya, sekira 70 persen memang mesti dipraktekkan di laboratorium.
"Saya mendorong e-learning supaya bisa lebih cepat proses belajarnya," katanya.
Setiap Warga Negara Indonesia, ia melanjutkan, bisa mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan di BLK, tanpa batas usia. Bahkan, calon peserta pelatihan bisa mendaftar jurusan apa pun di BLK di seluruh Indonesia.
"Selama ini pelatihan vokasi dianggap hanya second class. Padahal, pelatihan vokasi lebih sesuai dengan dunia kerja," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.