KOMPAS.com - Kedua mata Jason Toni Maitimu tertuju ke layar tablet yang ada di meja sekolah. Sambil duduk di bangku kelas, tangan kanannya lalu memegang stylus pen atau pena digital.
Dengan penuh kehati-hatian Jason kemudian menggoreskan pena digital ke layar tablet. Perlahan tapi pasti sketsa wajah manusia yang sedang memakai headphone di telinga pun mulai terbentuk.
"Ini gambar sketsa anime atau kartun Jepang. Kalau sudah besar saya bercita-cita ingin jadi penulis komik" kata murid kelas 10 sekolah menengah atas (SMA) Pangudi Luhur, Jakarta Selatan kepada Kompas.com, Selasa(20/3/2018).
Pada hari itu Jason bersama ketiga temannya sedang mencoba kelas berbasis teknologi informasi atau Samsung Smart Learning Class (SSLC). Mereka masing-masing menggunakan tablet Samsung Tab A with S Pen yang sudah dilengkapi e-learning mata pelajaran matematika, sains, aplikasi perpustakaan digital, dan aplikasi bimbingan belajar online sebagai media belajar.
Total ada 31 unit tablet tipe tersebut di SSLC. Kelas juga sudah dilengkapi dengan 2 unit Smart TV 55 inchi, dua perangkat Gear Virtual Reality (Gear VR), dan koneksi internet.
Kepala sekolah SMA Pangudi Luhur Bruder Albertus Suwanto mengatakan selain untuk menunjang kegiatan belajar mengajar (KBN), kelas berbasis teknologi informasi tersebut digunakan dalam ekstrakurikuler coding.
"Kami sudah membentuk kelas tertentu (ekstrakurikuler coding) yang diisi dari anak terpilih dari kelas 10 dan 11 SMA. Mereka sudah menyatakan siap berlatih dengan perangkat tersebut," kata dia.
Menurut dia pada era modern seperti saat ini penggunaan teknologi khususnya gadget dan internet dalam KBN sudah tak bisa dihindari lagi. Guru sebagai tenaga pendidik sudah tak bisa lagi menerapkan metode pendidikan ala 1990-an.
Oleh karena itu, kata dia, pihak sekolah sudah merangkul gadget dan internet sebagai media belajar. Guru-guru juga sudah menggunakan tablet dari dua tahun yang lalu.
Bahkan, di sini ada guru matematika yang membuat konten pengajaran di YouTube sehingga bisa diakses anak didik dengan mudah.
Butuh pendamping
Nah, cara-cara mengajar seperti itu mau tak mau memang harus dilakukan. Guru sebagai pengajar harus bisa mengimbangi kebiasaan anak-anak zaman now yang akrab dengan gadget dan internet.
Seperti di ketahui bahwa pelajar SMA masa kini merupakan generasi Z. Mereka lahir pada era kejayaan internet. Dalam Generasi Z: Memahami Karakter Generasi Baru yang Akan Mengubah Dunia Kerja, dituliskan bahwa mereka yang lahir dalam rentang 1995-2012 merupakan generasi z.
Sementara itu, Kompas pada Kamis(4/1/2017), mewartakan bahwa generasi Z di Indonesia adalah orang-orang yang lahir mulai tahun 2000. Ini karena penetrasi internet di Indonesia baru terasa signifikan setelah tahun 2000.
Makanya anak-anak masa kini dekat dengan gadget dan internet. Mereka menggunakan perangkat tersebut tak hanya sebagai alat komunikasi dan hiburan, tetapi untuk mencari sumber informasi, mempelajari hobi, memecahkan masalah, dan sumber inspirasi.
Walau demikian bukan berarti anak didik bisa memakai perangkat tersebut dengan sebebas-bebasnya. Guru dan kepala sekolah sebagai pendamping harus mengarahkannya ke hal positif yang berkaitan dengan KBN.
Purwadi Sutanto selaku Direktur Pembinaan SMA di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengamini hal tersebut. Anak SMA boleh membawa gadget asal kepala sekolah dan guru mengontrol penggunaannya.
"Sekarang ini di media sosial informasi-informasi hoax itu luar biasa sekali, jangan sampai anak-anak terdampak akan hal tersebut. Guru dan kepala sekolah harus bisa mendeteksi agar pemanfaatan perangkat digital itu hanya untuk kepentingan edukasi saja," ungkap Purwadi.
Lewat platform tersebut sekolah bisa mengatur tablet agar sesuai dengan visi kelas digitalnya. Mereka bisa menginput alamat wesbite atau situs apa saja yang bisa diakses internet. Platform juga melindungi data dari serangan malware.
Dengan demikian, anak didik bisa mengakses ilmu pengetahuan dengan aman dan sehat. Mereka juga bisa mengambangkan kemampuan sesuai bakat dan minatnya sehingga bisa menggapai cita-citanya.
Sebagai informasi, selain di SMA Pangudi Luhur Jakarta, SSLC hadir pula di Brawijaya Smart School Malang, SMA Plus Negeri 17 Palembang, dan SMA Islam Al-Azhar 12 Makassar.